ilustrasi tenaga honorer. foto: kompas.com/m syafi'i
Pegawai honorer tidak akan ada lagi di pemerintah. Nantinya hanya ada pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K).
Pegawai honorer menurut saya sudah berkorban banyak. Beberapa pegawai honorer digaji di bawah upah minimum kabupaten (UMK). Mereka masih mau kerja dengan gaji seperti itu.
Alangkah baiknya jika para honorer itu dijadikan P3K. Tentunya dengan kemudahan karena mereka sudah mengabdi di pemerintah dengan gaji yang sebagian di bawah UMK.
Kadang saya sendiri tak tega ada honorer yang sudah berumur harus ikut seleksi P3K. Mereka yang berumur itu harus bersaing dengan yang lebih muda dan segar.
Nalar saya mengatakan, tak manusiawi menyamakan orang yang sudah lama mengabdi disamakan dengan mereka yang masih muda. Yang tua tua itu, katakanlah usianya 40 tahun ke atas, tentu sudah berhadapan dengan kehidupan yang kompleks.
Yang tua itu sudah berpikir keluarga dan statusnya sebagai orangtua. Sementara yang muda itu masih segar dan masih nyetrum dengan soal-soal tes.
Maka, Pak Jokowi, berilah kemudahan honorer untuk menjadi P3K. Sekali lagi, toh para honorer itu sudah mengabdi ke pemerintah. Di sisi lain, kalau PNS saya sepakat jalurnya lebih diperketat.
Artinya honorer yang mau ikut PNS harus memenuhi kualifikasi. Lagipula syarat PNS kan 35 tahun. Jadi masih agak muda.
Jalur Politik
Silakan pemerintah pusat pantau di daerah. Apakah jalur jalur politik untuk masuk pemerintahan itu masih ada? Saya tak mau menjawabnya karena saya sendiri bukan orang pemerintahan.