Ini ajang pencarian bakat orang buruk di sebuah televisi. Buruk di sini adalah buruk perangainya.
Pemenang ditentukan salah satunya oleh dukungan dari pemirsa melalui pesan dukungan. Pesan dukungan mendapatkan porsi 50 persen. Penilaian sisanya adalah dari dewan juri.
Dewan juri ini adalah para begundal dari bermacam latar. Ada tukang maling, koruptor, pembuat proposal fiktif, plagiator karya ilmiah, tukang bohong, dan lainnya. Tapi catat, tak ada pembunuh yang jadi juri. Itu untuk membatasi bahwa ajang ini bukan untuk unjuk rasa pembunuhan.
Para peserta ajang pencarian bakat cukup menjelaskan apa keburukan mereka, lalu dieksplorasi. Hadiahnya adalah uang Rp 10 miliar.
Kemudian, ada peserta yang bilang bahwa dia adalah perusak. Suka merusak apa saja.
Lalu, dibuatlah ruang tertutup dengan berbagai benda di dalamnya, si peserta ini disuruh merusak seekspresifnya. Para juri melalui ruang terpisah, memberikan penilaian.
Ada juga yang mengaku punya bakat maling duit negara. Nah kalau ini memang kejahatan yang perlu pemikiran. Maka si peserta itu disuruh presentasi bagaimana teknik korupsi yang langka, yang baru, ada temuan baru.
Lho apakah mengungkap teknik korupsi akan membuat korupsi marak? Ah tidak juga. Jika penegak hukum yang melihat acara itu, tentu punya trik tandingan untuk melawannya.
Ada juga yang bakatnya membuat proposal fiktif. Nah, ini juga diminta presentasi, proposal fiktif seperti apa yang paling bagus, langka, bersifat baru, dan macam-macam.
Semua peserta memang berkelas. Nah, satu ketika sampai pada 10 besar. Marno, seorang peserta didatangi panitia.
"Bang, Abang ingin lolos dari 10 besar?" Kata seorang panitia.
"Ya tentu. Saya sudah menyiapkan trik terbaru membohongi klien dan merayu pasangan si klien," kata Marno.