Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Kejaksaan Unjuk Gigi, KPK Ribut Sendiri

1 Oktober 2020   05:23 Diperbarui: 2 Oktober 2020   06:27 1009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (3/6/2020). (Foto: ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA via kompas.com)

Dua potret berbalikan terjadi di dua lembaga penegak hukum yakni Kejaksaan Agung dan KPK. Ketika Kejaksaan Agung unjuk gigi dengan menuntut terdakwa korupsi dengan maksimal, KPK malah terkesan ribut sendiri di internal. Ini bukan potret yang menyenangkan.

Kejaksaan Agung melalui jaksa penuntut umumnya menuntut beberapa terdakwa kasus dugaan korupsi Jiwasraya dengan tuntutan yang tinggi, Rabu pekan lalu. 

Mantan Dirut Jiwasraya Hendrisman Rahim dituntut penjara 20 tahun, membayar denda Rp 1 miliar subsidair dengan enam bulan kurungan. Artinya jika tak bisa memiliki kemampuan membayar denda, maka diganti kurungan tambahan enam bulan.

Mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo dituntut penjara seumur hidup. Hary juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan. 

Mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya 2008-2014, Syahmirwan dituntut 18 tahun penjara. Ketiga terdakwa itu dinilai jaksa penuntut umum melakukan tindakan korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 16,8 triliun.

Sesuai agenda persidangan pada umumnya, para terdakwa memiliki kesempatan melakukan pembelaan atas tuntutan jaksa. Kemudian, hakim nantinya yang akan memutuskan apa vonis yang akan diberikan pada para terdakwa. Sidang kasus Jiwasraya itu dilaksanakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Tuntutan antara 18 tahun sampai seumur hidup adalah tuntungan yang tinggi untuk kasus korupsi. Maka, tak heran ketika apresiasi membanjiri Kejaksaan Agung. 

Bahkan, pada Rabu (30/10/2020) isu soal kinerja Kejaksaan Agung yang menuntut terdakwa korupsi dengan maksimal sempat menjadi trending di twitter. Apa yang dilakukan Kejaksaan Agung adalah bentuk unjuk gigi mereka.

Diketahui kasus Jiwasraya adalah terkait dengan dugaan korupsi penggunaan dana dan pengelolaan dana asuransi pada PT Asuransi Jiwasraya.

Hal sebaliknya justru terjadi di institusi penegak hukum yang menjadi primadona selama ini, KPK. KPK malah seperti ribut di internal sendiri. 

Belum lama ini, ada 37 pegawai KPK yang mengundurkan diri. Hal ini terjadi diduga karena  faktor internal organisasi. Bahkan, mantan juru bicara KPK Febri Diansyah juga mundur.

Kemunduran beberapa pegawai KPK ini justru disikapi berbeda oleh dua komisioner KPK. Komisioner KPK Nurul Ghufron dan Nawawi Pomolango bersilang pendapat. 

Ghufron menilai bahwa KPK adalah kawah candradimuka. Dia menilai bahwa pejuang tidak meninggalkan gelanggang. Tapi, Nawawi membalas jika pegawai yang mundur jangan disudutkan, tapi mereka melakukannya berdasar pemikiran.

Silang pendapat kedua komisioner itu tergelar di publik. Artinya, pandangan mereka menjadi konsumsi publik lewat berita. Maka tak heran ada yang mengusulkan agar silang pendapat antarkomisioner itu terjadi di internal saja dan tak diungkap ke publik.

Selain itu, KPK juga baru saja dihadapkan dengan situasi yang tak enak. Ketua KPK Firli Bahuri malah baru saja kena sanksi etik karena naik helikopter sebagai tanda hidup mewah.

Belakangan ini, KPK memang seperti tak memiliki taji dalam pemberantasan korupsi. Tak ada prestasi istimewa dalam pemberantasan korupsi. Saya pernah menulis di kompasiana bagaimana bedanya KPK saat ini dengan KPK di masa Antasari Azhar. Hal itu bisa dibaca di sini.

Disayangkan

Sebenarnya ketika dua penegak hukum dalam hal korupsi membuat performa yang dinilai berbeda, maka sangat disayangkan. Harusnya KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian yang tak saya singgung di tulisan ini bisa bersinergi dan berlomba dalam pemberantasan korupsi.

Seperti diketahui, korupsi masih jadi musuh utama negeri ini. Ketimpangan dalam banyak hal diduga kuat karena efek dari korupsi. Maka, penegak hukum harusnya bisa lebih baik lagi dalam memberantas korupsi.

Saya sih berharap agar ke depannya, semua institusi yang melawan korupsi  bisa menunjukkan taringnya. Korupsi memang tak melulu soal pembongkaran kasus, tapi juga soal pencegahan. Bagaimana melakukan penindakan dan pencegahan dengan sama baiknya.

Hanya saja, pencegahan itu tak hanya menjadi ranah penegak hukum. Semua elemen bisa melakukan pencegahan. Pemerintah juga bisa melakukan pencegahan melalui peraturan yang melawan korupsi. 

Nah, penindakan inilah yang membedakan penegak hukum dengan institusi lainnya. Kalau institusi penegak hukum jarang melakukan penindakan maka ada dua kemungkinan. Pertama korupsi sudah jarang terjadi dan kedua karena penegak hukum tak melakukan kinerja. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun