Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Setelah 21 Tahun Referendum di Timor Timur

30 Agustus 2020   11:34 Diperbarui: 30 Agustus 2020   11:39 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompas.com/Alsadad Rudi

Salah satu sudut Kota Dili, Timor Leste dengan latar belakang laut lepas dan patung Cristo Rei atau yang dalam bahasa Indonesia berarti Kristus Raja. Patung Cristo Rei merupakan salah satu tempat tujuan wisata favorit bagi wisatawan yang datang ke Dili.

Hari ini, 21 tahun lalu tepatnya 30 Agustus 1999 adalah momen referendum warga Timor Timur. Warga Timor Timur diminta memilih tetap menjadi bagian Indonesia atau merdeka. Hasilnya, warga Timor Timur banyak memilih merdeka daripada tetap di Indonesia. Akhirnya Timor Timur berubah dan dikenal sebagai negara Timor Leste.

Di masa tahun 1999 itu, saya hanya sayup sayup tahu tentang referendum. Maklum di masa itu saya lebih suka mendengar informasi soal sepak bola. Seingatku, orang-orang Indonesia banyak yang kaget ketika Presiden BJ Habibie memutuskan referendum bagi Timor Timur.

Mereka yang secara politik berbeda dengan Presiden BJ Habibie pun mengecam sangat keras. Keputusan BJ Habibie itu pula yang setahu saya ikut memicu pertanggungjawaban dirinya sebagai Presiden ditolakn oleh MPR.

Tapi mau bagaimana lagi? Itulah keputusan yang sudah dibuat. Baik buruknya keputusan itu, ambil saja pelajarannya. Sebagai orang awam, saya melihat ada dua kubu di masa itu.

Pertama adalah mereka yang menentang referendum. Khususnya mereka yang sudah berjuang di Timor Timur. Para pejuang Indonesia di Timor Timur sudah banyak berkorban. Maka, ketika Timor Timur menjadi Provinsi ke 27 saat itu, adalah hadiah indah. Maka, ketika ada referendum, mereka termasuk yang menolak.

Kedua, warga Timor Timur yang ingin merdeka jelas sangat mendukung referendum. Warga Timor Timur yang ingin merdeka itu memiliki cara pandang berbeda dengan kubu yang saya tulis di atas.

Gesekan secara politik tentu sangat keras sekali. Saya pikir waktu itu adalah ujian berat bagi Indonesia. Sebab, Indonesia sedang dalam suasana krisis dan ada keputusan politik untuk referendum Timor Timur. Namun, bagi saya Indonesia bisa melewati ujian tersebut.

Setelah 21 tahun berlalu, tentu ingatan tentang Timor Timur masih bisa terngiang. Khususnya bagi mereka yang pernah bertempur di Timor Timur. Maka ketika sudah 21 tahun berlaku, saya pikir pilu peperangan di masa lalu tak perlu diungkit lagi. Jika diungkit, maka akan memunculkan siapa lakon dan siapa musuh. Tak bagus.

Kini, setelah 21 tahun berlalu, apa yang pernah terjadi di masa lalu dijadikan pelajaran. Petik saja yang terbaik untuk perbaikan Indonesia dan Timor Leste di masa yang akan datang.

Bahwa peperangan atau pertempuran hanya akan membuat nestapa. Bahwa negara baik itu Indonesia dan Timor Leste wajib menyejahterakan rakyatnya. Jika negara makin jauh dari upaya menyejahterakan rakyatnya, riak-riak akan muncul dan bisa terus membesar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun