Surat keputusan Menteri Hukum dan HAM telah mengesahkan Partai Berkarya yang dipimpin Muchdi Pr. Artinya, berdasar SK Menkumham, Tommy Soeharto bukan lagi Ketua Umum Partai Berkarya.
Tapi dalam SK Menkumham itu, Muchdi tetap mengakomodir Tommy dengan dijadikan Ketua Dewan Pembina. Menarik ditunggu apakah Tommy akan melawan melalui pengadilan atau menerima jabatan "yang diberikan" Muchdi?
Jika mengacu pada marwah sebagai trah Cendana, sepertinya Tommy akan melawan. Caranya, bisa saja menggugat keputusan Menkumham itu melalui jalur pengadilan. Jika misalnya menang melalui jalur pengadilan, Tommy bisa kembali menjadi Ketua Umum Partai Berkarya.
Selain nama trah, posisi Tommy yang selama ini jadi ikon Partai Berkarya juga bisa jadi alasan dirinya menggugat SK Menkumham. Sangat tidak elok jika ikon partai kemudian tersingkir dari jabatan ketua umum.
Tapi, apakah masih mungkin Tommy menerima kepengurusan baru? Kalau bicara kemungkinan, tentu mungkin saja, apalagi ini soal politik. Politik memungkinkan seseorang jadi lawan hari ini dan jadi kawan pada esok hari.
Tapi, sekalipun mungkin, kemungkinannya sangat kecil. Apalagi perdebatan atau perbedaan pandangan antara Tommy dengan Muchdi terjadi sejak lama. Perbedaan itu terjadi jelang pilpres tahun lalu.
Saat itu, Tommy memutuskan mendukung pasangan Prabowo-Sandi. Namun, Muchdi yang juga dari Partai Berkarya memutuskan untuk mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin. Perbedaan pandangan politik sejak lama itulah yang menurut saya pertentangan antara dua kubu itu sangat kuat. Ketika pertentangan sudah sangat kuat, maka penyatuannya pun akan sulit terjadi.
Dampak ke Daerah
Partai Berkarya memang tak memiliki kursi di DPR. Sebab, Partai Berkarya memang tak lolos parliamentary treshold. Namun, Partai Berkarya memiliki kursi di beberapa DPRD. Tentu keberadaan Partai Berkarya di DPRD bisa penting dalam kontestasi pilkada.
Kursi di DPRD akan membuat Partai Berkarya bisa berkoalisi untuk mengusung calon dalam pilkada. Namun, tentu bisa jadi masalah jika anggota DPRD ternyata bukan dari kubu Muchdi. Misalnya, ternyata anggota DPRD di satu tempat yang akan pilkada adalah "kader" Tommy Soeharto.
Jadi, polemik yang terjadi di pusat jelas akan berdampak ke daerah. Saling sikut di daerah pun kemungkinan akan terjadi. Ya begitulah efek dari munculnya polemik di internal partai.