Artis Ruben Onsu dikenal dengan sebutan Bensu. Namun, ada pengusaha geprek bernama Benny Susilo yang juga bisa disingkat Bensu.
Keduanya saling mengklaim merek Bensu untuk bisnis ayam geprek. Ruben Onsu memiliki "Geprek Bensu" dan Benny Susilo memiliki "I Am Geprek Bensu". Kedua pihak mengklaim sebagai pemilik merek "Bensu".
Akhirnya klaim kedua pihak harus diselesaikan di ranah hukum. Kemudian, Mahkamah Agung menolak klaim Ruben Onsu atas merek "Bensu". Kasus ini sepertinya belum berhenti karena Ruben Onsu sepertinya akan melakukan upaya hukum luar biasa melalui peninjauan kembali.
Kira-kira seperti itulah kasusnya. Bagi saya, ini adalah kasus yang melibatkan selebritis dan "berkelas". Bukan kasus murahan. Sebab, kasus ini adalah kasus dengan polemik yang berbasis hukum.
Satu lagi yang pasti, bahwa kasus ini menjadi pelajaran bagi semua warga Indonesia terkait merek. Masalah merek ini memang bisa jadi bumerang bagi mereka yang awam. Karena tak tahu soal peraturan terkait merek, orang awam bisa kalah di ranah hukum.
Ini ilustrasinya. Misalnya ada orang awam yang membangun bisnis dengan nama XX. Awalnya bisnis mereka biasa saja. Namun, seiring berjalannya waktu, bisnis dengan nama XX itu melambung dan memberikan keuntungan luar biasa.
Di situlah celah biasanya akan muncul. Misalnya, si pengusaha awam ini tak mendaftarkan merek XX. Pendaftaran merek setahu saya ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual di Kementerian Hukum dan HAM. Karena si awam tak mendaftarkan mereknya, ada potensi orang lain mendaftarkan merek XX.
Dari situlah sengkarut mulai terjadi. Gugatan hukum pun bisa dilakukan soal siapa yang berhak memiliki merek XX. Kalau sudah gugatan hukum dan kalah, maka bisa berdampak pada bisnis. Misalnya disebut sebagai bisnis yang "mencuri merek".
Kalau bisnis sudah mendapatkan lebel negatif, maka untuk bangkit kembali membutuhkan kerja keras luar biasa. Maka, sebenarnya pemahaman soal nama merek atau hak kekayaan intelektual itu harus dimassifkan.
Saya menduga orang awam banyak yang tak terlalu peduli nama merek, padahal bisa menjadi masalah yang berlarut-larut. Menurut saya dinas terkait di daerah atau Ditjen HKI perlu menyosialisasikan dengan massif soal mereka dan hak kekayaan intelektual.
Sehingga, banyak orang awam yang paham. Zaman yang semakin maju ini, bisnis bukan hanya soal kerja keras dan strategi pemasaran, tapi juga terkait dengan hukum. Salah langkah sedikit saja bisa berujung panjang.