Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Berkarier Sesuai Passion Tak Jamin Kesuksesan

19 April 2020   14:40 Diperbarui: 19 April 2020   14:40 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi, sumber foto Unsplash.com/@marvelous, dipublikasikan Kompas.com

Beberapa pesohor bilang bahwa jika bekerja atau cari duit sesuai dengan sesuatu yang disukai akan berhasil. Istilahnya, kerja sesuai dengan passion. Kalau tidak salah seperti itu. Namun, ternyata pernyataan itu ada salahnya. 

Beberapa cerita imajiner di bawah ini dan fakta di dua paragraf terakhir bisa memberi gambaran bahwa kerja sesuai passion itu tak menjamun kesuksesan.

Berikut cerita tentang kegagalan seseorang yang cari uang sesuai dengan passionnya. Pertama, cerita seorang lelaki bernama Juma. Sejak beberapa tahun belakangan, Juma ini sangat suka dengan masak memasak setelah dia melihat acara kompetisi memasak di televisi.

Juma, mengidentifikasikan diri seperti Chef Juna, lelaki galak yang terkenal itu. Juma, kemudian memasang tindik di telinganya. Di lengannya, selalu dipasang kain bermotif tato. Dia tak bertato karena menurutnya, agamanya melarangnya. Sehari-harinya dia suka memasak. "Masak itu passion saya," katanya satu ketika.

Setelah mendapatkan modal yang cukup. Juma membuka warung makan dengan nama Warung Chef Juma. Di depan warung dia pampang fotonya yang dimirip-miripkan dengan Chef Juna. Ada sisiran rambut yang sama, tindik, dan tato kain yang menyelimuti lengannya. Cuma kulit hitamnya yang membuat dia mirip Chef Juna habis berjemur.

Warungnya, menjual nasi goreng. Di hari pertama buka, sudah banyak orang yang datang membeli. Penasaran dengan masakan Chef Juma. Oiya, nama lengkapnya Jumadi. Kebanyakan yang beli memilih dibungkus, dimakan di rumah. Sebagian kecil memilih makan di tempat. Tapi dari yang makan di tempat, banyak yang tak habis.

"Chef Juma pengin nikah ya? Kok nasi gorengnya asin," kata Siti, seorang pembeli sambil nyengir dengan kulit cabai merah yang nyangkut di sela-sela giginya. Dibilang seperti itu, Chef Juma belingsatan. Bingung tak keruan.

Martinah, pembeli yang lain bilang, "Chef, kok nasi gorengnya hitam seperti kulitmu. Ini nasi goreng apa aspal goreng?" kata Martinah yang sehari-hari sering memikul beban penderitaan. Chef Juma makin belingsatan.

Sepekan setelahnya, jualan Chef Juma tak laku. Tapi dia tetap bersikukuh. "Memasak adalah passionku, Ningsih," kata Juma pada mantan tunangannya yang memutuskan nikah dengan Pardi, pedagang nasi goreng dengan label 'Ketagihan'. 

Cerita kedua adalah Iwan. Sehari-hari dia mengamen. "Musik adalah kehidupanku," ujar Iwan ketika saya temui di pinggir selokan, kala kerja bakti di malam Satu Suro. Iwan, sangat terinspirasi dengan Iwan Fals. Iwan berharap satu ketika garis hidupnya seperti Iwan Fals, pengamen yang populer jadi penyanyi profesional. 

Setiap dia mengamen dari satu rumah ke rumah, pemilik rumah akan melongok. "Siapa pengamennya? Iwan... ah malesss," begitu kata salah seorang yang rumahnya didatangi Iwan. Si empunya rumah itu adalah seorang pejabat yang menjadi Kabid Pertamanan pada kabupaten di daerah saya. Omongan pak Kabid ini menjalar ke mana-mana. Akhirnya, bisikan dan bisikan meluas. Iwan ini kemudian disebut Iwan Males.

Para pemilik rumah malas mendengar Iwan bernyayi. Begitu tahu Iwan yang mengamen, langsung diberi duit. Tinggi rendah suaranya tak sesuai dengan nada gitarnya. Suaranya pernah melengking tinggi, kala ada azan Zuhur berkumandang. Iwan lalu dinilai menistakan agama. Dia kebingungan.

Pernah karena sudah senja, suaranya direndahkan dan cenderung lirih kala mengamen di depan rumah seorang warga, takut berbarengan dengan suara azan. 

Sembari menyanyi, Iwan menyipitkan mata guna merasakan bahwa suaranya sudah rendah. Kemudian... Iwan langsung dibopong warga, dikira sakit berat. Iwan teriak-teriak minta tolong. Tapi dia diguyur air oleh warga karena dinilai kesurupan.

Suara Iwan memang tak keruan. Tinggi rendah suaranya mirip celana yang kolornya sudah kendor, naik turun serampangan. Tapi dia tetap bersikeras bahwa musik adalah passionnya. "Jika kau melihat ombak lautan yang berkejaran, seperti itulah hasratku dengan musik, Nah," kata Iwan pada Minah, temannya kala masih di PAUD. 

Cerita lain adalah seorang bernama Nardi. Dia kesengsem dengan Lionel Messi. Namanya jadi Nardi Messi. Sukanya sepak bola, larinya kencang, jugglingnya aduhai. "Sepak bola adalah denyut nadi saya," ujarnya dengan keringat dingin saat di UGD karena ditabrak mobil ambulans.

Tapi Nardi tak bisa berpikir cepat ketika di lapangan hijau. Dia tak bisa berpikir cepat untuk memutuskan mengoper bola atau menahan bola. Dia bisa lari kencang tapi tak bisa berlari sambil sesekali melihat ke samping. Lari kencang sambil sesekali melihat ke samping ini diperlukan kalau sedang beroperasi di sayap. 

Nardi tak bisa seperti itu. Karena itu, walau sering masuk skuat tarkam untuk cari uang, tapi Nardi sering jadi cadangan. Nardi memang cepat, tapi berpikirnya lambat.

Saudara, pernyataan bahwa bekerja sesuai passion menjadikan orang sukses itu tak selamanya benar. Tahu kan Beniot Assou-Ekotto?  Dia bukan pemain sepak bola sangat terkenal. 

Namun, dia pernah bermain di Tottenham Hotspur dan Timnas Kamerun. Bermain di Liga Primer Inggris itu bukan pemain sepak bola sembarangan. Bermain di Timnas Kamerun itu juga bukan pemain sepak bola sembarangan.

Satu ketika Ekotto pernah mengatakan bahwa dia menjadi pemain sepak bola hanya untuk mencari uang. Dia tak punya passion di sepak bola, tapi Ekotto bisa kaya raya. 

Ada orang yang pandai menyanyi, tapi memilih menjadi anggota DPR dan kaya. Ada orang yang pandai berbohong tak memilih jadi pesulap, tapi memilih jadi pejabat dan kaya. Ada orang yang passionnya adalah mengujar kebencian tapi jadi pendakwah dan kaya. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun