Mohon tunggu...
Roman Krama Wijaya
Roman Krama Wijaya Mohon Tunggu... kuli panggul -

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setujukah Hukuman Kebiri Bagi Predator Anak?

22 Oktober 2015   12:47 Diperbarui: 22 Oktober 2015   12:47 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi"][/caption]

Kasus kekerasan terhadap anak sekarang ini kian massif. Khususnya kekerasan seksual. Kepolosan anak-anak kian mudah bagi mereka masuk ke perangkap predator anak, paedofil. Apalagi jika perlindungan kepada mereka lemah.

Paedofil akan mengincar siapa saja, tak kenal gender. Korban paedofil sekarang ini tak hanya anak perempuan, tapi juga anak laki-laki. Jika dulu orangtua yang memiliki anak laki-laki tidak sekhawatir punya anak perempuan, kini kekhawatiran itu hampir sama.

Sebut saja kasus lama seperti Robot Gedek, predator anak ini melakukan penyimpangan seks terhadap puluhan bocah laki-laki. Bocah A di sekolah bertaraf internasional juga bernasib sama. Pelakunya diduga pegawai sekolah tersebut.

Kasus terbaru kekerasan seksual A terhadap bocah F yang menggegerkan warga Kalideres, Jakarta Barat. Selain kekerasan seksual, bocah 12 tahun ini juga mengalami penganiayaan fisik.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat, kekerasan terhadap anak umumnya dilakukan orang-orang terdekat seperti kakak, saudara, tetangga, pengajar, hingga orangtua sekalipun.

Hal ini menandakan perlindungan terhadap anak sangat rentan. Orangtua atau saudara yang semestinya menjadi benteng pertama perlindungan anak, justru menjadi predator. Sementara korban yang masih anak-anak, umumnya tak berani melaporkan kepada pihak berwenang. Apalagi pelaku adalah orang terdekat.

Kepolosan anak-anak juga kerap menjadi celah bagi para predator anak, untuk masuk ke dalam jebakan mereka. Seperti kasus seorang kakek di Sumedang, Jawa Barat yang tega mencabuli bocah yang jumlahnya lebih dari 9 anak.

Dalam aksinya, kakek bernama Abah Aman itu mengiming-imingi jajanan gratis kepada anak-anak lantaran pekerjaan pelaku merupakan penjual jajanan anak. Ini jelas memanfaatkan kelemahan anak-anak.

UU perlindungan anak juga belum dapat diaplikasikan dengan baik ketika penegakan hukum lemah. Tak jarang para predator hanya diganjar ringan, atau bahkan bebas dari tuntutan hukum.
Lantas perlindungan model seperti apa yang bisa menjamin untuk melindungi anak? Agama? Pengawasan orangtua? Undang-undang? Lingkungan? Saya kira semua terintegrasi, saling terkait.

Trauma Seumur Hidup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun