hiperindividualisme
Byung-Chul Han menambahkan, dalam masyarakat yang terobsesi pada pencapaian, "teman" telah direduksi menjadi human resource sumber daya untuk proyek kehidupan, bukan sosok yang hadir karena rasa.
Dialektika yang Patah
Hegel membayangkan hubungan manusia berkembang melalui proses dialektika: tesis--antitesis--sintesis, menuju kesadaran yang lebih tinggi. Namun, dalam realitas pertemanan modern, pola itu tampak patah di tengah jalan.
1.Tesis: dimulai dengan klaim persahabatan kosong "Kita teman, kan?"
2.Antitesis: motif transaksional muncul "P mau curhat/tolong dong."
3.Sintesis: yang diharapkan jadi pemahaman justru berakhir pada penghindaran "Sorry, gue sibuk akhir-akhir ini" (terutama saat yang butuh adalah kamu).
Inilah parodi hubungan: hubungan yang seolah nyata, tetapi hanya simulasi sosial.
Ini bukan dialektika yang membebaskan, melainkan parodi hubungan di mana sintesis yang dihasilkan adalah pengakuan pahit bahwa yang kita anggap pertemanan ternyata hanya simulasi sosial.
Paradoks Modern
Kita mungkin punya seribu teman di media sosial, atau puluhan di dunia nyata. Namun, saat sakit atau terpuruk, kadang tak satu pun yang datang. Beginilah dialektika palsu itu bekerja:
*Tesis: "Kita saudara."
*Antitesis: "Kami butuh."
*Sintesis: Kehampaan.
Fenomena ini lahir dari logika transaksional: nilai seseorang naik-turun layaknya saham, tergantung daya gunanya pada saat tertentu.