Sungguh, sebagai warga lokal, saya merasa sungkan kepada turis asing tersebut. Meski mereka mengatakan "No problem" kala para penggila foto itu sudah pergi dari arca, tapi saya percaya, kesan kurang baiklah yang membekas di hati mereka.
Tangan saya refleks mengeluarkan sebuah notes kecil untuk mencatat hal-hal apa yang baru saya temui. Menurut saya hal ini wajar karena memang museum merupakan tempat untuk belajar semacam ini. Lucunya, saya kerap dipandang aneh oleh pengunjung museum lain yang lebih gemar melakukan pengambilan foto.
"Lagi ngerjakan tugas, Bang?" celetuk salah seorang pengujung sebuah museum di daerah Semarang.
Lha, gimana ini. Saya jadi heran. Namun, saya mencoba bersikap diplomatis saja. Bisa jadi, mereka merupakan tipe pengunjung museum yang berbeda dengan saya.
Jika saya lebih cenderung ke arah tipe observator, maka mereka bisa jadi tipe narsis nomer satu. Wajar-wajar saja menjadi tipe pengunjung museum ini yang penting bukan tipe memegang sembarangan. Tipe terakhir inilah yang harus diperangi lantaran sudah melanggar aturan museum.
Alangkah lebih baik, jika konten tersebut dibuat sekreatif mungkin dengan narasi yang mendalam terhadap koleksi museum sehingga para pemirsanya tertarik mengunjungi dan mempelajarinya. Lebih asyik lagi jika disisipkan pesan untuk menjaga koleksi musum dengan minimal tidak memegangnya secara langsung.
Rombongan ayah, ibu, dan anak mereka yang begitu antusias memotret, membaca, dan mendengarkan arahan petugas museum. Mengelaborasi berbagai sudut museum untuk mendapatkan sebuah pengalaman berharga. Dengan tidak menganggu kenyamanan museum lain serta tentunya menjaga koleksi museum yang ada di dalamnya.