Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Kebijakan Pembelian Tiket KA Lokal yang Perlu Dievaluasi

27 Oktober 2019   09:09 Diperbarui: 28 Oktober 2019   02:28 1643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana loket KA lokal di Stasiun Maguwo Yogyarakta. - Dokumen Pribadi

"Wah, kalau 18 D dan E di ujung sana, Pak. Di dekat toilet. Kalau 9 A dan B malah di ujung yang sana."

Sepasang suami istri dan kedua anaknya yang masih kecil tampak bingung dengan tempat duduk yang mereka dapat. Ini kali pertama mereka membeli tiket kereta lokal secara daring. Ini kali pertama pula mereka terpisah dalam jarak yang cukup jauh.

"Itu masih mending, Pak. Kemarin ada yang suaminya di gerbong 3 eh istrinya di gerbong 4" celetuk penumpang lain yang juga mengalami nasib yang sama. Terpisah dengan anggota keluarganya yang lain.

Walau terlihat tidak mengenakkan lantaran akan kesulitan jika sang penumpang tersebut turun, nyatanya itu belum seberapa. Ada beberapa lansia yang tidak kebagian tempat duduk karena baru membeli tiket di stasiun.

Mereka tetap membeli tiket karena sudah jauh-jauh datang ke stasiun pada hari sebelumnya tetapi tidak dapat dilayani oleh petugas tiket. Kebijakan baru ini memang cukup membuat miris. Penjualan tiket di stasiun hanya bisa dilayani 3 jam sebelum keberangkatan. Untuk pembelian mulai H-7, maka PT KAI hanya bisa melayaninya melalui aplikasi.

Twit yang menggambarkan seorang ibu yang gagal membeli tiket KA lokal. - @hanimuhammads. - Screenshoot pribadi
Twit yang menggambarkan seorang ibu yang gagal membeli tiket KA lokal. - @hanimuhammads. - Screenshoot pribadi

Walau calon penumpang  sudah jauh-jauh menuju stasiun dan berpanas-panas berjalan, ketika sampai di loket mereka akan ditolak. Mereka akan dilayani jika membeli tiket 3 jam sebelum keberangkatan. Jelas, kebijakan yang seakan semena-mena ini banyak menimbulkan pro kontra.

Banyak pihak yang merasa, PT KAI terlalu tergesa-gesa dalam melaksanakan kebijakan ini. Tidak semua masyarakat paham dengan adanya teknologi digital. Dan tidak semua paham mengenai penggunaan aplikasi KAI Acces dan dompet digital LinkAja.

Terutama, masyarakat golongan lansia dan dari kalangan menengah ke bawah. Yang mereka tahu, membeli tiket ya dengan mengantre di stasiun. Meski spanduk informasi mengenai kebijakan ini sudah terpasang di semua stasiun, tak semua tahu bagaimana cara menggunakannya. 

Padahal, langkah-langkah membeli tiket di aplikasi cukup sulit dipahami bagi orang yang jarang menggunakannya. Seperti, memilih stasiun asal dan tujuan, memilih jenis kereta dan jadwal perjalanan, melakukan pembayaran melalui LinkAja, hingga mengecek apakah transaksi yang mereka lakukan berhasil atau tidak.

Mau membantu tapi ada kebijakan pemesan harus bagian dari penumpang. Ya gimana ya. - Screenshot pribadi
Mau membantu tapi ada kebijakan pemesan harus bagian dari penumpang. Ya gimana ya. - Screenshot pribadi

Mirisnya, PT KAI seakan kurang tanggap dengan adanya kebijakan ini. Terbukti, tak banyak petugas yang tersedia untuk membantu penumpang yang telah datang ke stasiun dan tidak bisa terlayani. 

Tak ada petugas khusus yang membantu penumpang melakukan registrasi aplikasi KAI Acces dan membantu untuk melakukan transaksi pembelian tiket.

Akibatnya, sudah sering ditemukan kakek-kakek dan nenek-nenek yang harus kecewa karena tidak bisa membeli tiket. Ketika mereka membeli tiket pada 3 jam sebelum keberangkatan, ya secara otomatis tiket duduk habis atau bahkan tiket kereta sendiri habis karena sudah banyak yang memesannya lewat aplikasi. 

Kalau sudah begini, adagium KA lokal hanya untuk mereka yang memiliki aplikasi dan melek internet seakan benar adanya.

Beberapa orang yang kasihan melihat kakek-nenek yang tak mendapat tiket sebenarnya ingin membantu. Namun, mereka terkendala dengan tiket yang hanya ada di aplikasi. Tak mungkin juga pihak yang membantu ikut di dalam perjalanan kakek-nenek yang dibantu pembelian tiketnya.

Kalaupun misal pembelian tiket harus dilakukan melalui aplikasi tetapi tiketnya bisa dicetak seperti pada boarding pass KA jarak jauh, mungkin banyak penumpang lansia yang bisa terbantu. 

Makanya, satu-satunya cara untuk membantu pada mereka -- para lansia yang tak mendapatkan tiket -- adalah memberi mereka duduk jika mereka mendapatkan tiket berdiri.

Sosialisasi adanya aplikasi KAI Acces dan pembayaran digital rupanya juga belum maksimal. Ada beberapa rekan saya --yang masih muda- bahkan baru tahu kalau ada aplikasi semacam ini. Kala saya mengunggah ketersediaan tiket KA lokal melalui instastory mereka kaget kok bisa pesan tiket lewat aplikasi.

Banyak yang kurang tahu dengan adanya aplikasi KAI Acces. - Dokpri
Banyak yang kurang tahu dengan adanya aplikasi KAI Acces. - Dokpri

Selain itu, perbaikan sistem dalam pembelian tiket lokal juga sangat diperlukan agar calon penumpang bisa memilih kursi yang akan mereka gunakan. Layaknya pembelian pada KA jarak jauh, calon penumpang KA lokal semestinya mendapatkan hak yang sama.

Tidak bisa dibayangkan kan ibu-ibu yang memiliki bayi dan anak balita harus terpisah dengan suaminya. Apalagi, jika membawa barang bawaan yang cukup banyak. Sungguh, menaiki kereta yang harusnya menyenangkan malah jadi menyengsarakan.

Maka, ada baiknya proses pemesanan dikembalikan seperti sedia kala. Bisa melalui aplikasi dan melalui loket. Kalaupun masih menggunakan kebijakan seperti ini, ada baiknya ada pembatasan kuota bagi yang membeli di aplikasi. 

Ada pemberian kuota bagi mereka yang tidak memiliki aplikasi dan membeli di stasiun agar banyak para lansia yang tertampung. Jadi, tidak semua kuota diberikan kepada pembeli di aplikasi agar ada unsur keadilan.

Petugas LinkAja di Stasiun Wonokromo Surabaya. Perlu ada petugas yang membantu calon penumpang yang kesulitan mengakses KAI Acces. - Dokumen pribadi
Petugas LinkAja di Stasiun Wonokromo Surabaya. Perlu ada petugas yang membantu calon penumpang yang kesulitan mengakses KAI Acces. - Dokumen pribadi
Sebenarnya, jika penggunaan melalui aplikasi sudah mulai banyak, maka akan dengan sendirinya masyarakat akan beralih ke model ini. Kalau dipaksakan seperti sekarang, rasanya kok kasihan ya melihat kakek nenek yang sudah datang subuh berharap mengantre tiket di stasiun tetapi mereka pulang dengan tangan hampa. 

Apalagi jika tujuan mereka menaiki kereta untuk menghemat perjalanan menemui cucu atau keluarga yang lama tak bersua, rasanya kok semakin miris.

Semoga pihak terkait terketuk hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun