Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Belajar Legowo dari Kekalahan PSI

18 April 2019   08:38 Diperbarui: 18 April 2019   15:39 4587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketum PSI Grace Natalie mengakui kekalahan partainya. - Dokumentasi Tribunnews

Pemilu 2019 ini saya cukup antusias mengikuti
Bukan lantaran saya menjadi salah satu tim pemenangan di media sosial salah satu paslon capres-cawapres, namun antusiasme saya bermuara kepada hadirnya partai baru. 

Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Partai yang diisi anak-anak muda dan keterwakilan perempuan tinggi dengan segala kontroversi yang mengiringi. 

Berkat PSI, untuk pertama kalinya, saya tidak asal-asalan memilih calon anggota legislatif seperti yang saya lakukan pada 2 pemilu sebelumnya.

PSI memang beda. Kemunculan partai ini menyita banyak perhatian umum. Saya sendiri tertarik dengan PSI dari sebuah rekomendasi video di Youtube mengenai wawancara perekrutan calon anggota DPR RI. 

Berbagai kalangan, mulai artis, akademisi, profesional, karyawan, dan beberapa pekerjaan lain hadir mengisi ruang calon yang akan duduk di Senayan.

Bermula dari ketidaksepahaman dengan PSI
Awalnya memang saya cukup skeptis. Partai ini pasti sama dengan kebanyakan partai baru lain yang semangat di awal namun tak akan terdengar di akhir. 

Belum lagi, beberapa kali petinggi partai kerap memberikan pernyataan blunder. Semisal, keputusan mengenai penolakan terhadap perda syariah islam dan anti poligami. Jelas, dua hal ini bertentangan dengan apa yang saya yakini sebagai seorang muslim.

Namun, perlahan tapi pasti, saya mencoba menelaah kembali maksud dari pernyataan-pernyataan tersebut. Hati saya berkata bahwa keputusan PSI melakukan hal tersebut lantaran melindungi kaum wanita dan kelompok minoritas yang menjadi isu dan bahan jualan partai mereka. Anti intoleransi dan menjujung tinggi feminisme.

Saya mencoba menggunakan beberapa parameter untuk mencari tahu apa dan siapa PSI. Bagaimana saya meyakinkan bahwa partai ini berbeda dari partai lain. 

Berjalannya waktu membuat saya lebih menyelami kembali bahwa partai ini memang diisi dengan para kader militan yang masih berusia muda.

Entah apa yang ada dipikiran mereka, saya menemukan banyak dari para anggota maupun caleg dari PSI keluar dari zona nyaman mereka. 

Semua dilakukan demi memperbaiki bangsa ini. Beberapa kali, saya menemukan para karyawan yang memiliki posisi penting di perusahaannya harus bersedia resign dari pekerjaannya lantaran telah bergabung dengan PSI. 

Padahal, untuk bisa lolos memenuhi ambang batas parlemen, partai ini belumlah bisa dikatakan aman.

Beberapa poin yang menarik minat saya
Saya mencoba untuk menomorduakan masalah anti poligami dan perda syariah. Saya mencoba melihat lagi tujuan partai ini dalam memerangi korupsi. 

Walau belum bisa dikatakan sempurna dan masih ada celah yang ada, semisal belum jelasnya dana operasional partai, namun PSI bisa menjawab keraguan saya masalah korupsi.

Selain pola perekrutan caleg yang transparan, saya juga sepakat mengenai politik tanpa uang jika masuk PSI. Bagaimana warga biasa seperti saya bisa langsung duduk menjadi caleg dengan syarat yang mudah namun memberatkan. 

Menulis artikel tentang isu-isu terkait dan tidak pernah menjadi terdakwa korupsi barang sekalipun. Tentu, apa yang saya saksikan adalah sebuah keajaiban. Artinya, semua warga negara, apapun status sosialnya bisa menjadi anggota bahkan mewakili PSI di legislatif.

Munculnya tokoh-tokoh muda seperti Tsamara Amany dan Rian Ernest juga tak luput dari perhatian. Walau jujur, saya juga sering tidak sependapat dengan keduanya, namun dua politisi muda ini patut diapresiasi. 

Saya jadi sadar, sebagai anak muda yang masih memiliki idealisme tinggi, tidak ada alasan untuk takut berbicara. Terutama mengenai kasus korupsi. 

Poin penting ini saya garis bawahi ketika saya akan menayangkan artikel mengenai kasus korupsi di sekolah saya dulu. Berkat PSI, Tsamara dan Rian, saya jadi sadar untuk apa takut bersuara jika benar? Untuk apa takut vokal dan dicaci jika itu untuk tujuan kebaikan?

Di samping beberapa tokoh muda PSI lain, saya belajar bahwa apatisme anak-anak muda yang kini mulai merajalela harus disudahi. Politik praktis yang seakan jauh dari kami sesungguhnya bisa diakhiri. 

Terlebih, beberapa tahun mendatang kepemimpinan negeri ini justru berada di tangan kami. Jika sekarang dan seterusnya apatis dan memberikan kesempatan bagi orang tak baik, apa jadinya negara ini?

Sulitnya berkampanye untuk PSI
Malangnya, beberapa waktu belakangan, ketika saya mulai bersimpati dengan PSI, partai ini semakin melakukan manuver yang menurut saya berbahaya. 

Semisal, secara frontal menyerang partai lain. Manuver berbahaya lainnya adalah masalah kampanye audio visual di televisi. Guyonan garing dan kampanye lagu dangdut tanpa isi bagi saya benar-benar blunder berbahaya.

Maka, ketika saya mencoba berkampanye secara samar, penolakanlah yang saya dapat. Padahal, saya sudah memberikan beberapa poin untuk mendukung PSI dengan syarat. 

Hanya memberi kesempatan satu kali untuk bisa duduk di Senayan. Di dalam kampanye yang saya narasikan, saya juga akan menjadi orang pertama yang akan menghujat dan meminta tanggung jawab partai ini jikalau nanti ada anggota atau partai ini sendiri keluar dari tujuan awalnya.

Saya memang tidak cinta buta pada partai. Namun, untuk sementara ini, saya belum melihat ada partai lain yang begitu masuk dalam standar penilaian saya selain PSI. Saya juga tidak memutuskan untuk golput atau memilih sekenanya.

Apa yang saya dapat?
Penolakan dan hujatan. Padahal, saya hanya berkampanye melalui story WA yang saya atur hanya orang terdekat terpilh saja. Saya belum memutuskan berkampanye secara terang-terangan. 

Baru beberapa jam sebelum masa tenang, saya hanya mengunggah status sedang melihat kampanye PSI yang segera dibalas optimisme dari beberapa teman yang mendukung partai ini.

Penolakan yang terjadi memang saya prediksi. Dari hasil beberapa survei, PSI adalah partai baru yang ditolak oleh masyarakat. 

Survei Kompas beberapa waktu lalu menunjukkan, resistensi PSI bahkan mencapai 5,6%. Jauh melebihi Perindo sebesar 1,5%, Berkarya 1,3 %, dan Garuda 0,9%. Elektabilitas partai ini juga disebut masih di bawah 2% dan sering diolok-olok sebagai partai nol koma.

Isu-isu frontal seperti anti poligami dan perda syariah menjadi alasan kuat. Beberapa rekan yang sangat tidak sepaham dengan PSI bahkan lebih baik ia memilih partai lain walau pernah ada kader yang korupsi asal tidak memilih PSI. Titik. Saya juga kerap diserang pro LGBT karena mendukung PSI.

Penolakan juga datang dari keluarga besar. Saya sampai tidak lagi ikut serta dalam WAG keluarga lantaran ada caleg dari partai lain yang membagikan baju takwa dan baju muslimah. 

Bagaimana saya bisa mengenalkan PSI? Mereka saja sudah semangat 45 berfoto bersama dari hasil "sumbangan" tersebut. Antara sedih dan gemas, saya hanya bisa keluar dari WAG. Ini pertama kali saya berseteru masalah politik. Sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Dan.... PSI pun tidak lolos ke Senayan
Apa yang saya ramalkan benar-benar terjadi. PSI dan beberapa parpol lain tidak lolos ke senayan. Ambang batas 4% tidak mampu mereka lewati. 

Harapan untuk bisa memantau kinerja anggota DPR yang selama ini digembar-gemborkan PSI tak bisa menjadi kenyataan. Kecewa, tentu.

Hasil exit poll yang keluar beberapa hari lalu memang menujukkan PSI banyak dipilih di luar negeri. Komentar akun IG PSI, Grace Natalie, Tsamara Amany, dan lain-lain yang banjir dukungan di menit-menit akhir juga tak lantas menjadi bukti nyata kemenangan PSI. 

Gemuruh paling meriah di Stadion GBK saat Jokowi mengucapkan terima kasih untuk PSI pun tak lantas menjadi patokan 7 juta suara bisa diraih.

Walau gagal, saya sungguh salut dengan PSI. Beberapa saat setelah tahu partainya kalah, Ketum PSI Grace Natalie langsung mengucapkan permohonan maaf dan pengakuan kekalahan. 

Ia juga tak menyalahkan siapapun atas kekalahan ini. Ia juga mengapresiasi kerja keras kader dan simpatisan PSI selama 4 tahun ini. Sesuatu yang bagi saya sudah cukup menggambarkan kemenangan demokrasi bersama PSI.

Di antara ketidaksepahaman saya dengan PSI, saya masih menganggap PSI adalah partai politik yang terbaik untuk saat ini. Apa yang saya yakini juga diamini dari para pemilih PSI lain. 

Banjir komentar "bangga pilih PSI", "bangga jadi bagian 2%", atau "bangga dari 3 juta suara" langsung penuh di akun-akun pimpinan PSI. Rata-rata, gagasan berbeda yang ditawarkan PSI menjadi alasan dari kebanggaan pilihan itu.

PSI harus belajar banyak. Blunder yang dilakukan selama ini harus segera diakhiri. Fokus pembenahan internal, lebih sering turun ke lapangan, dan menyelesaikan masalah nyata yang dihadapi masyarakat adalah kunci meraih dukungan. 

Selama ini, kader PSI juga kurang turun di daerah. Aplikasi yang akan di-launching untuk mengawal kinerja anggota DPRD Provinsi dan Kota/Kabupaten harus segera disempurnakan. 

Paling tidak, dari caleg PSI yang lolos di dewan daerah, ada pembelajaran besar dari demokrasi Indonesia yang diinisiasi PSI. Saat rakyat bisa memecat wakilnya jika terbukti tidak bekerja dengan baik.

Saya berharap, PSI dalam lima tahun ke depan bisa memperbaiki kesalahan. Penolakan dari masyarakat harus diubah menjadi penerimaan untuk kebaikan bersama. 

Sebagai penutup, walau partai ini menuai banyak kontroversi dan banyak poin yang tidak saya sepakati, saya tidak menyesal memilih PSI. 

Suara saya tidak sia-sia dan menjadi awal untuk belajar demokrasi dengan legowo. Berani menyuarakan kebenaran dan bersedia mengakui kekalahan.

Maju terus bro dan sis. Salam solidaritas!

**

Sumber : (1) (2)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun