Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengurai Peliknya Proses Mutasi Kepala Sekolah Bermasalah

11 September 2018   09:56 Diperbarui: 12 September 2018   11:24 2367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi.- Tribun News.

Pokoknya, kami mau KS-nya dipindah!

Begitu pesan salah satu walimurid yang disampaikan lewat aplikasi FB Massager kepada saya. Pesan ini terkirim setelah ia menceritakan berbagai permasalahan di sekolah tempat saya pernah mengajar dengan Kepala Sekolah yang baru. 

Dalam pesannya, ia mengeluh tentang penghapusan berbagai ekstrakulikuler yang salah satunya diikuti putranya sejak kelas 1 hingga 4. 

Ekstrakulikuler yang ada hanya menyisakan Pramuka. Belum lagi, sikap Kepala Sekolah juga kurang menghargai wali murid. Baik ketika rapat, maupun kegiatan-kegiatan lainnya.

Beberapa waktu kemudian, saya mengontak rekan guru yang masih mengajar di sana. Dan benar, ternyata kondisi di sekolah sangat tidak kondusif untuk kegiatan pembelajaran. Guru-guru merasa tertekan. 

Pesan dari walimurid yang ingin ada pergantian KS. - Dokumen Pribadi,
Pesan dari walimurid yang ingin ada pergantian KS. - Dokumen Pribadi,
Mereka tidak bisa berkonsentrasi untuk mengajar lantaran dikejar target berjualan di kantin sekolah. Kewajiban berjualan di kantin ini dilakukan lantaran sang Kepala Sekolah tersebut mengusir dengan halus penjual kantin dengan menaikkan harga sewa kantin dengan nominal yang tak wajar.

Beberapa kali memang saya mencoba menulis mengenai permasalahan ini secara umum. Tidak langsung menunjuk kepada yang bersangkutan. Namun, setelah melihat perkembangan kondisi yang semakin tidak kondusif dan akan membuat siswa-siswi di sekolah saya dulu menjadi korban, maka satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah berjuang agar Kepala Sekolah tersebut diganti.

Chat salah satu guru yang merasa tertekan. Banyak bingung harus berbuat apa. - Dokumen Pribadi.
Chat salah satu guru yang merasa tertekan. Banyak bingung harus berbuat apa. - Dokumen Pribadi.
Surat elektronik kepada Pengawas Sekolah pun saya kirim. Di dalam surat itu, saya menceritakan mengenai permasalahan di sekolah. Sebagai orang luar, saya hanya bisa mengamati dari jauh mengenai apa yang terjadi di dalam sana. Meski membutuhkan waktu lama, akhirnya sang pengawas membalas surel saya.

Di dalam surel tersebut, beliau memohon kepada saya dan pihak yang dirugikan oleh oknum Kepala Sekolah tersebut untuk tetap bersabar. Beliau juga telah mendengar cerita dari guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut. 

Tindakan berupa usulan untuk memindahkan (mutasi) sang Kepala Sekolah bermasalah tersebut kepada Kepala Bidang Kepegawaian Dinas Pendidikan juga telah dilakukan. Saat ini, usul tersebut masih berproses untuk ditindaklanjuti oleh Kepala Dinas Pendidikan.

Pesan dari pengawas sekolah untuk menunggu pihak Dinas Pendidikan. - Dokumen Pribadi,
Pesan dari pengawas sekolah untuk menunggu pihak Dinas Pendidikan. - Dokumen Pribadi,
Beberapa kali, rekan guru juga dipanggil oleh pihak Dinas Pendidikan untuk menceritakan mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Dan, tentu karena mereka sudah tak kuat lagi menanggung beban mental yang mengganggu konsentrasinya mengajar. Pun demikian dengan beberapa wali murid yang akhirnya mengadu ke DPRD.

Namun, hingga berminggu-minggu, kasus ini masih berlarut-larut. Suasana di sekolah menjadi semakin tidak kondusif karena satu sama lain saling mencurigai. Belum ada tanggapan lagi dari Dinas Pendidikan. 

Lamanya tindakan kepada sang Kepala Sekolah ini memang murni bukan kesalahan pihak Dinas Pendidikan. Mekanisme kedinasan dalam pengangkatan dan pemberhentian Kepala Sekolah yang bermasalah, terutama yang berada di sekolah negeri yang menyebabkan proses ini berlarut-larut.

Mekanisme kedinasan dalam pengangkatan dan pemberhentian Kepala Sekolah yang terjadi selama ini memang menjadi salah satu kelemahan dunia pendidikan. Pengangkatan Kepala Sekolah memang menjadi kewenangan daerah. Hal ini sesuai dengan amanat Permendiknas No. 28 Tahun 2010 pasal 10 ayat 1.

Daerah diberikan kewenangan penuh untuk melakukan desentralisasi pendidikan. Salah satunya adalah pengangkatan Kepala Sekolah yang merupakan salah satu aspek manajemen personil. 

Daerah memiliki kewenangan untuk mengangkat kepala sekolah, pengangkatan dan pemecatan kepala sekolah, pengangkatan dan pemecatan guru, penentuan dan penambahan gaji guru, penentuan tanggung jawab guru, dan penentuan pemberian in-servicetraining.

Dalam proses pengangkatan Kepala Sekolah sendiri, setidaknya ada dua cara yang dilakukan. Cara pertama melalui mekanisme seleksi Kepala Sekolah. Cara kedua adalah melalui lomba guru berprestasi (gupres), baik tingkat kota/kabupaten, provinsi, dan nasional. 

Biasanya, guru yang telah memenangkan atau maju dalam ajang gupres tingkat nasional akan memiliki kans yang besar untuk menjadi kepala sekolah.

Pertanyaannya, apakah calon Kepala Sekolah yang diajukan untuk menjadi Kepala Sekolah benar-benar memenuhi kriteria yang diharapkan? Apakah ada standar yang tepat bagi daerah dalam menyeleksi kepala sekolah?

Inilah beberapa pertanyaan mendasar ketika di dalam perjalanannya, banyak masalah di sekolah yang justru dibuat oleh Kepala Sekolah. Sosok yang tepat menjadi Kepala Sekolah juga menjadi rahasia di balik proses pengangkatan ini karena tidak dilakukan secara terbuka. Pun dengan mutasi atau pemberhentian yang dilakukan.

Kendala mutasi dan pemberhentian juga sering terkendala periodisasi masa jabatan Kepala Sekolah. Berdasarkan peraturan Mendiknas tersebut, masa jabatan Kepala Sekolah adalah 4 tahun. Setelah satu kali masa jabatan berakhir, maka akan dilakukan Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS). 

Dari penilaian PKKS ini, maka akan dapat diputuskan apakah Kepala Sekolah tersebut dapat meneruskan masa jabatannya atau tidak. Jika tidak, KS tersebut harus bersiap untuk menjadi guru lagi. Penilaian PKKS pun juga seringkali tidak akurat karena lebih banyak mencakup penilaian administratif yang pada akhirnya dikerjakan oleh Tata Usaha sekolah.

Lantas, bagaimana jika dalam masa jabatan tersebut terjadi permasalahan yang menjerat sang Kepala Sekolah? 

Pembinaan. Itulah satu kata yang disematkan pada sang Kepala Sekolah bermasalah. Pembinaan ini juga menjadi jawaban dari pengawas sekolah yang saya kirimi surel. 

Menurut beliau, sang KS ini masih dalam tahap pembinaan namun tetap bisa menjalankan fungsinya sebagai Kepala Sekolah. Ia juga masih bisa melakukan kebijakan dalam kapasitasnya sebagai Kepala Sekolah. Meski, jika dilihat secara proporsional, kepemimpinan sang Kepala Sekolah ini sudah cacat.

Sebagai leader, ia gagal dalam memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas lantaran bawahannya telah banyak yang setengah hati dalam bertugas. 

Sebagai motivator, ia juga gagal mengatur suasana kerja yang berada dalam suasana diktator. 

Banyak guru-guru yang ingin melakukan pemberontakan dalam aneka kebijakan-kebijakan yang diputuskan. Walaupun pasti di dalam proses pembinaan ini akan ada perubahan ke arah yang lebih baik, namun tetap saja kepercayaan terhadap sang Kepala Sekolah telah berada dalam titik nadir. 

Jika sudah begini, bisakah organisasi sekolah berjalan efektif?

Sulitnya untuk melakukan tindakan kepada Kepala Sekolah yang bermasalah juga bermuara dari sikap daerah yang lebih patuh terhadap peraturan daerah, baik pergub, perwali, maupun perbup dibandingkan peraturan dari pemerintah pusat. 

Pihak Dinas tentu akan menunggu keputusan dari Wali Kota terkait mutasi atau pemberhentian Kepala Sekolah bermasalah ini. Kondisi semakin kritis lantaran belum ada pejabat tetap Walikota di kota saya. Maka, pihak Dinas akan menunggu Wali Kota yang baru dilantik agar bisa melakukan tindakan mutasi.

Dengan kasus semacam ini yang tidak hanya terjadi kota saya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebenarnya telah menerapkan aturan promosi degradasi bagi Kepala Sekolah. 

Nantinya, jabatan Kepala Sekolah akan menjadi sebuah kompetisi. Penilaian Kepala Sekolah tidak lagi dilakukan dalam siklus empat tahunan namun bergantung hasil penilaian uji kompetensi. 

Melalui sistem semacam ini, diharapkan tak ada lagi kasus Kepala Sekolah yang tanpa kontrol sewenang-wenang dan semakin merusak dunia pendidikan. Tak hanya itu, nantinya kebijakan pengangkatan Kepala Sekolah juga akan dilakukan oleh pemerintah pusat. Dilakukan secara terbuka dengan maksud untuk mengurangi tarik-menarik kepentingan darah yang sering membuat runyam.  

Semoga, di dalam peraturan baru ini nantinya tidak ada lagi cerita-cerita tentang Kepala Sekolah yang otoriter dan menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi. 

Jika boleh jujur, sebenarnya bukan teori A, B, C, atau D yang perlu dilakukan untuk mengatasi buruknya kualitas pendidikan di negeri ini. Tapi, proses seleksi, pengangkatan, pengawasan, mutasi, dan pemberhentian kepala sekolah adalah salah satu masalah utama yang harus segera diatasi. 

Pengawasan bukan hanya sekedar administrasi namun juga mencakup segala aspek yang menujang kinerja Kepala Sekolah.

Sekian, salam. 

***

Sumber  :

(1)(2)(3)(4) 

Rohmat. 2010. Kepemimpinan Pendidikan. Yogyakarta : Penerbit Buku Litera.

Wahjosumidjo. 2007. Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoretik dan Permasalahannya. Jakarta  Grafindo Persada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun