Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenang "Pentil Kecakot", Profesi Mulia Penghubung Suara

7 September 2018   09:30 Diperbarui: 8 September 2018   03:15 2519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Long Distance Operator di Omaha, 1959. - Sumber foto: telcomhistory.org

"Selamat datang di Call Center Bank YYY. Untuk info megenai produk layanan Bank YYY, tekan 1. Untuk berbicara dengan operator kami, tekan 2".

Kalau mendengar suara seperti itu, berarti Anda sedang mendapatkan masalah. Memencet nomor 2 pada layar ponsel/telepon akan Anda lakukan. Dan, tak lama kemudian, suara perempuan menyapa Anda.

Mendengarkan keluh kesah Anda mengenai transaksi perbankan, ia akan setia menerima keluhan. Tapi, Anda juga harus bersabar untuk menunggu proses pengecekan yang tengah dilakukan. Bisa satu menit, dua menit, atau bahkan Anda harus menutup telepon untuk menunggu dihubungi.

Ketika saya berada di posisi itu, seringkali saya diuji kesabaran. Selain menunggu dan menghabiskan pulsa, kadangkala hubungan telepon yang saya lakukan sering terputus tiba-tiba. Padahal, saya membutuhkan kepastian segera. Kalau sudah begini, timbulah keinginan untuk memarahi sang operator. Memaki dengan kata kasar, atau membuat sumpah serapah di media sosial.

Ketidaksabaran saya memang manusiawi. Tapi setidaknya, saya harus lebih bersyukur dan menerima keadaan. Apa pasal? Karena selama-lamanya saya menunggu operator bank yang saya komplain, tentu tak selama orang-orang zaman dahulu.

Pemikiran sederhana ini baru saja saya renungkan kala melayat salah seorang tetangga. Dari cerita yang terdengar, beliau memiliki tingkat kesabaran yang cukup tinggi. Bukan, beliau bukan menjadi operator bank atau perusahaan lain. Di masa hidupnya, beliau pernah berprofesi sebagai "Pentil Kecakot".

Kalau Anda orang Jawa, atau mengerti bahasa Jawa, pasti Anda akan tergelak. Konotasi negatif juga akan terbayang. Tapi sesungguhnya, profesi pentil kecakot adalah profesi mulia. Akronim dari Penjaga Tilpun Kecamatan Kota, ia sangat dibutuhkan. Ya, ialah garda terdepan dari saluran komunikasi telepon zaman dahulu.

Pentil kecakot biasanya berada di kantor pusat telekomunikasi sebuah kota atau kota kecamatan. Di tangan dan telinganyalah aneka hubungan komunikasi zaman dahulu bisa terjalin dengan rapi.

Tugas dari pentil kecakot adalah menghubungkan telekomunikasi telepon dari pengguna pesawat telekomunikasi ini. Jika sekarang hanya perlu satu sentuhan saja untuk mengirim pesan whatsapp kala ingin berkabar, maka pada zaman dulu kala kita harus melewati gerbang "pentil kecakot" terlebih dahulu.

Pentil kecakot di Indonesia. - Buku Malang Tempo Dulu
Pentil kecakot di Indonesia. - Buku Malang Tempo Dulu
Ketika orang yang akan menelepon selesai memutar nomor telepon, maka suara pentil kecakot akan terdengar. Seringkali, percakapan antara pengguna telepon dan pentil kecakot dilakukan dalam bahasa Belanda. 

Tak ayal, selain fasih berbahasa Indonesia dan Jawa, pentil kecakot pada zaman itu juga harus bisa berbahasa Belanda. Sebuah syarat mutlak untuk menjalani profesi ini. Dan uniknya, mereka berbicara langsung kala pengguna telepon pertama kali mendengar suara mereka. Bukan rekaman suara operator dalam dua bahasa yang sering kita dengarkan.

Semua sambungan telepon yang dilakukan harus melalui pentil kecakot. Baik lokal maupun interlokal. Nah untuk hubungan telekomunikasi interlokal, maka sang pengguna telepon harus benar-benar bersabar. Pasalnya, bukan semenit atau dua menit seperti layaknya menunggu oeprator bank, tapi bisa satu jam dua jam bahkan berjam-jam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun