Derasnya arus globalisasi di abad 21 menghantarkan generasi saat ini harus menghadapi banyak tantangan. Kemudahan teknologi informasi membawa banyak kemudahan, tetapi juga menggeser kondisi sosial masyarakat. Pendidikan bermutu sangat dibutuhkan hingga generasi muda saat ini siap hadapi tantangan abad 21.
Gonta-ganti Kurikulum
Sejak merdeka, setidaknya Indonesia sudah 11 kali mengganti kurikulum. Mulai dari Kurikulum 1947, 1964, 1975, Pendekatan Proses Belajar Siswa (PPBS, 1984), Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK, 2004), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006), Kurikulum 2013, dan Kurikulum Merdeka (2022).Â
Belum sempurna implementasi Kurikulum Merdeka, pemerintah kini mulai mengintegrasikan Kurikulum Cinta dari Kementerian Agama dengan pendekatan Deep Learning dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Miris, Isi modul ajar dari kurikulum lama belum tuntas dibahas dibuat modul ajar yang baru.
Gonta-ganti kurikulum tersebut ternyata tak cukup meninggalkan kesan positif. Sebaliknya, sebagian publik menilai pergantian kurikulum tak lebih dari sekadar alasan proyek pemerintah. Muncul penilaian, pada setiap kepemimpinan baru seolah-olah ingin meninggalkan 'jejak manis' dalam dunia pendidikan dengan menerbitkan kurikulum baru. Â
Muncul tanya, sejauh mana capaian pendidikan melalui pergantian kurikulum? Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyebutkan, pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Adapun tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kalau dilihat, kurikulum yang dibuat tampak menjauh dari tujuan menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa. Sebaliknya, kurikulum yang dibuat lebih condong pada target output yang mampu beradaptasi dengan transformasi industri, digitalisasi, dan persaingan global. Mirisnya, target tersebut pun belum tercapai maksimal.
Nyatanya, generasi muda yang saat ini dipenuhi Gen Z masih mendominasi pengangguran terbuka di Indonesia. Masuknya Gen Z dalam dunia kerja ternyata sangat problematik. Mereka menghadapi banyak masalah, seperti lemahnya etos kerja, ketrampilan berkomunikasi, interaksi sosial hingga masalah kesehatan mental.
Berita ribuan CPNS mengundurkan diri pada April 2025 sempat menyita perhatian publik. Profesi PNS yang identik dengan stabilitas, jaminan pensiun, dan status sosial ternyata tak dirindukan generasi muda saat ini. Mereka menjadikan gaji kecil dan ketidaksiapan ditempatkan di daerah terpencil sebagai alasan.