Mohon tunggu...
Ikhsan Ramadhan
Ikhsan Ramadhan Mohon Tunggu... mahasiswa

traveling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Api yang Menjaga Ingatan: Bakar Tongkang di Rokan Hilir

17 Oktober 2025   11:50 Diperbarui: 17 Oktober 2025   11:50 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.pesonaindo.com%2Ftours%2Ftour-upacara-bakar-tongkang%2F&psig=AOvVaw0863zERDdX-uIOSkU7k2Lz&ust=17

Di Bagansiapiapi, ibu kota Kabupaten Rokan Hilir, Riau, ribuan orang datang saban tahun menyaksikan replika kapal kayu (tongkang) diarak, lalu dilalap api. Di tengah kepulan asap hio, dentum genderang, dan hamparan kertas sembahyang, masyarakat Tionghoa Hokkien menutup ritual dengan menatap satu momen krusial: arah rebahnya tiang layar. Bagi warga, itu adalah penanda rezeki---ke laut atau ke darat---yang menuntun langkah ekonomi setahun ke depan. Ritual ini bukan sekadar tontonan; ia adalah ingatan yang dirawat, sekaligus mesin sosial-ekonomi yang menggerakkan daerah.

Dari Kisah Pelaut ke Festival Akbar

Asal-usul Bakar Tongkang berkelindan dengan kisah para perantau Hokkien dari pesisir Fujian pada akhir abad ke-19. Setelah diyakini menemukan daratan yang aman, mereka membakar tongkang---tanda tekad untuk menetap dan membangun kehidupan baru. Napas kisah itu bertahan dan kini dirayakan saban tahun di Bagansiapiapi pada hari ke-16 bulan kelima penanggalan Imlek (Go Ge Cap Lak).

Ritual, Iman, dan "Petunjuk" Tiang

Rangkaian upacara diawali dari kelenteng, berlanjut kirab---tongkang diusung puluhan orang---menuju lokasi pembakaran. Sesudah api berkobar, semua mata tertuju pada tiang layar. Kepercayaan setempat membaca arah jatuhnya sebagai penanda: jika mengarah ke laut, warga didorong mencari rezeki dari sektor kelautan; jika rebah ke darat, fokus ekonomi lebih cocok ke sektor darat. Keyakinan simbolik ini mengikat memori kolektif, tradisi, serta strategi nafkah komunitas.

Magnet Wisata dan Perputaran Ekonomi

Skala Bakar Tongkang menembus batas komunitas. Catatan pemerintah daerah dan sejumlah media menunjukkan lonjakan kunjungan sejak 2016 hingga 2019, lalu tertahan akibat pandemi dan kembali menggeliat pada 2023--2024. Pemerintah pusat melalui Kharisma Event Nusantara turut memasukkan Bakar Tongkang dalam kalender resmi pariwisata, mendorong promosi lintas daerah dan standardisasi layanan.

Menjaga yang Sakral, Mengelola yang Riuh

Skala besar membawa pekerjaan rumah: kemacetan saat prosesi, lonjakan harga penginapan, hingga timbulan sampah pasca-acara. Agar sakralitas terjaga sekaligus kenyamanan publik terpenuhi, kolaborasi panitia adat, pemerintah, pelaku usaha, dan relawan lingkungan perlu diperkuat. Beberapa langkah yang layak diprioritaskan: rekayasa lalu lintas dan shuttle, transparansi harga, program 'green event' (pengurangan plastik, bank sampah temporer, dan tim sapu bersih), serta penyediaan pos kesehatan dan informasi multibahasa.

Lebih dari Tontonan

Bakar Tongkang mengingatkan kita bahwa tradisi tidak membeku di masa lalu. Ia hidup dan diberi makna baru oleh warganya. Di Bagansiapiapi, api yang melahap replika tongkang justru menyalakan persaudaraan lintas identitas: warga Tionghoa yang setia merawat ritual, masyarakat Melayu pesisir yang menyambut tamu, hingga peziarah dan wisatawan yang datang dengan rasa ingin tahu. Dengan pengelolaan yang rapi dan berkelanjutan, Bakar Tongkang akan terus menjadi panggung kebudayaan yang mendamaikan dua arus besar Indonesia hari ini: pelestarian dan kemajuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun