Oleh Ikhlas
"Hei kalian! pergi dari sini," teriakku seraya menodongkan tombak besi tua ke arah anak buah abah.
Mereka tersentak seketika lari membiarkan harta rampasan yang baru saja mereka curi itu tergeletak di lantai.
"Hentikan, Abah!" Tombak itu sekarang mengarah tepat ke wajah abah, aku tak tahu apa yang membuatku jadi seberani ini.
"Abah, sadarlah ... Kau sudah tua, jangan berbuat kejahatan lagi, aku mohon ...."
Bulir-bulir panas jatuh tanpa sengaja dari mataku. Aku sedang marah dan sedang memegang tombak tapi air mata apa ini? Pikirku.
Abah hanya terdiam seakan tak percaya melihat keberanianku untuk melawannya. Wajar saja karena selama ini aku hanya bisa bungkam melihat kejahatan yang abah lakukan.
"Sampai kapan kau seperti ini? Sudah banyak penderitaan yang kau berikan pada mereka yang kau rampas hartanya. Berapa banyak lagi harta haram yang kau kumpulkan?" Abah masih dalam diamnya.
"Lihat!" Telunjukku mengarah ke mamak yang sejak tadi duduk mematung di kursi roda bersama adik-adikku disampingnya.
"Lihatlah mereka, lihatlah mamak yang selama ini paling menderita, mamak sakit itu semua karena ulahmu," ucapku terbata-bata menahan tangis.