Pagi ini, dimasa Work From Home, terbangun dipukul 02.35 Wita akan kutuliskan kisahku. Sebuah kisah yang akan melegenda, minimal bagi anak-anakku hehehe. Pikiranku menerawang jauh, kembali mengingat perjalanan getirnya hidupku. Suasana kamar yang sepi (maklum aku tidur dikamar sendirian "pisah ranjang sama istri" hehehe) turut mendukung ingatanku. Sebelum lanjut apakah sudah ada yang membaca Aku dan Dilan? Bagi yang sudah membaca angkat tangan hehehe.Â
Bagi yang belum silahkan itu dibaca dulu baru membaca kelanjutan cerita ini agar tahu bahwa aku ini masuk kelompok pria "perindu" cinta, bukan "penikmat" cinta. Iya terlalu banyak wanita yang aku cari, namun selalu lebih menginginkan menjadi "sahabat" dari pada "pacar". Zaman SMK seluruhnya ku jalani hanya sekolah dan bekerja, tidak ada kisah pacaran karena memang tidak pernah punya pacar.Â
Baru setelah kuliah, tepatnya diawal kuliah aku punya pacar anak SMA kelas satu, berkat kenalan disebuah bazzar namun itu hanya bertahan seminggu. Dia ngajak putus dengan alas an tidak dikasi izin sama orang tuanya.
Selepas itu aku berpetualang lagi mendekati teman-teman kuliah. Disebut tidak ya nama-namanya disini? Ah jangan dah ntar mereka kepedean lagi, merasa bangga pernah menolakku. Biarkan mereka menyesali keputusan salah mereka dulu "bahwa mereka sudah membuat keputusan fatal karena air itu harusnya dimasukkan ketanah, bukan dialirkan menggunakan gorong-gorong raksasa kelaut" ehhhh kok jadi begitu kalimatnya.Â
Masuk semester tiga aku ketemu dengan adik kelas di gor bulutangkis yang lokasinya di Pura Dalem Bungkeneng, namun ahhh dia juga sama setelah didekati beberapa hari hanya mau aku menjadi "kakaknya" saja dan mengatakan sudah punya pacar polisi, belakangan aku ketahui dia telah pacaran dengan kakak kelas.Â
Padahal cintaku tulus lho padanya. Sebenarnya aku jengah kok bisa aku tidak laku, padahal teman yang lain ada yang punya sampai dua pacar. Setiap ketemu mereka selalu bercerita dengan narasi yang berbunga-bunga disertai aktivitas-aktivitas (maaf tidak bisa saya sebutkan karena pembaca cerita ini belum tentu semua +17) yang membikin iri hati.
Setelah beberapa kali ketemu akhirnya kami bersepakat pacaran "yess akhirnya punya juga pacar" kataku dalam hati waktu itu. Namun ternyata kesepakatan itu berlaku hanya dua minggu saja, setelah itu dia malah minta putus dengan alasan katanya aku playboy dan tidak mau keluar kamar lagi jika aku kesana.Â
Ahhhh aku ini playboy dari mananya? Sampai disuatu masa, teman yang mempekerjakan dia memberitahu jika dialah yang bercerita kalau aku ini banyak nyari wanita dikampus (waktu itu aku sangat marah). Alasan dia itu katanya untuk menyelamatkan saya "masa ketut mahasiswa punya pacar pembantu" begitu alibinya.Â
"Kan lebih terhormat jika pacarnya juga mahasiswa" lanjutnya. Ahhhhh ini membuatku semakin kesal. "Sudah banyak nyari teman dikampus mbok, tapi selalu ditolak" jawabku waktu itu. "Pasti ada tut yang mau, cuma jangan nyari yang cantik nae kan pasti ditolak". Perkataan dia itu sungguh menghancurkan kepercayaan diriku ini, dan setelah itu aku tidak mau lagi berbicara sama dia. Permintaannya untuk dibuatkan tugas pun langsung aku tolak.