Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... Insinyur - Swasta

Orang biasa yang suka kemajuan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rekonsiliasi Bukan Dagang Sapi

18 Juni 2019   17:08 Diperbarui: 18 Juni 2019   17:19 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menarik mencermati pernyataan Menkeu, Sri Mulyani atas penolakannya pada kepemimpinan yang eksklusif, hanya mementingkan kelompok.

Bahkan lebih lugasnya Sri Mulyani menyatakan penolakannya bagi pegawai/pejabat Kementerian Keuangan yang menyuarakan kebencian (14/06/2019).

Dengan suara yang lantang dan tegas, Sri Mulyani mengaku tak akan memaafkan siapa saja di jajarannya yang melakukan pola kepemimpinan ekslusif, mementingkan kelompoknya sendiri.

"Atau bahkan menjadi penyuara kebencian terhadap mereka yang berbeda dengan kita. Itu tidak bisa dimaafkan dan tidak seharusnya ada di Kementerian Keuangan," Sri Mulyani.

"Karena Anda tidak hanya menjadi benalu, tetapi akan menjadi racun bagi institusi dan bagi negara. Karena institusi ini memiliki tugas untuk menjahit persatuan, menjaga persatuan," Sri Mulyani.

Pernyataan tersebut tentu menarik dicermati ditengah episode terakhir drama pilpres 2019. 

Sejumlah tokoh ada yang merasa kawatir kontentasi ini tanpa berkesudahan sehingga berdampak atas kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga menganjurkan segera mengupayakan rekonsiliasi kebangsaan yang dapat saja diinisiasi oleh ormas-ormas besar Islam. 

Di lain pihak sebagian besar masyarakat Indonesia kami pikir cenderung semakin rasional dalam menyikapinya. Mereka sudah lelah diajak tidak rasional. Mempercayakan sepenuhnya keputusan pada palu hakim Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai benteng terakhir keadilan demokrasi. 

Hal ini juga ditunjukkan dari hasil survey Litbang Kompas bahwa lebih dari 53% pendukung pasangan Capres Cawapres kalah yang telah ditetapkan oleh KPU menerima hasil keputusan KPU.

Dari sisi jaminan atas potensi gangguan kamtibmas, masyarakat juga telah mempercayakan kepada Polri yang dibackup TNI. Upaya penyidikan dan penyelidikan yang disangkakan kepada oknum pensiunan Jenderal TNI dan Polri terkait peristiwa kerusuhan 21 - 22 Mei 2019 dinilai sebagai terobosan dalam Penegakan hukum. 

Maka hasil pantauan media sosial menunjukkan bahwa memperbincangkan gugatan pilpres tidak lagi menjadi trending topic. Dengan kata lain, walaupun gugatan itu sebagai hak konstitusi, masyarakat menilai sesungguhnya hasil akhir pilpres telah selesai. Karena jikalaupun MK mengabulkan sebagian gugatan pemohon untuk dilaksanakan misalnya Pemungutan Suara Ulang (PSU) diyakini tidak akan mengubah hasil yang selisihnya lebih dari 16 juta suara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun