Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kader didifinisikan sebagai orang yang diharapkan akan memegang peran yang penting dalam pemerintahan, partai, dan sebagainya.Â
Untuk mengharapkan lahir seseorang yang diharapkan sesuai maksud tersebut maka dilakukan pengaderan, adalah proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader.Â
Pengaderan penting dilakukan dalam organisasi apapun untuk bertransformasi menjadi manusia baru yang berintegritas, memiliki kapabilitas, kapasitas, produktifitas, kreatifitas dan daya saing.Â
Dalam proses penggemblengan tersebutlah dinjeksi doktrin, ideologi, daya juang, internalisasi nilai-nilai sehingga kemudian terbangun sikap militansi, disiplin dan loyalitas.Â
Di era demokratisasi hari ini yang telah membuka ruang partisipasi publik dan keterbukaan informasi serta kesetaraan hak warga bangsa maka dalam rekrutmen sumber daya manusia di birokrasi, BUMN serta Lembaga Negara telah melalui sistem meritokrasi dengan passing grade tertentu untuk mendapatkan orang-orang pilihan yang kompeten, dapat bertugas secara profesional menduduki jabatan eselon 1 misalnya. Sehingga upaya dalam mewujudkan pemerintahan yang good governance, pelayanan publik yang optimal didukung oleh sumber daya manusia yang handal.Â
Maka kehadiran Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dalam Kabinet Kerja patut kita apresiasi karena tanpa kesungguhan melahirkan sumber daya manusia yang mempuni maka pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi tidak akan optimal.Â
Padahal tuntutan konstitusi jelas bahwa negara wajib berdaulat mengelola bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya untuk kemakmuran rakyat.
Di lain pihak partai politik sebagai aktor utama dalam pembangunan demokrasi harus terbebas dari oligarki. Jika partai politik bersifat terbuka, alat perjuangan rakyat dibangun sebagai instrumen demokrasi untuk pengaderan calon-calon pemimpin maka demokrasi mestinya melahirkan keteraturan, terstruktur dan sistemik sebagai sebuah sistem sehingga ketika kemudian ada kader partai yang tersangka kasus hukum tanggung jawab partai bukan hanya pemecatan. Harus diakui bahwa ada proses yang tidak cermat dalam rekrutmen, padahal di era digitalisasi sangat mudah melihat rekam jejak seseorang.Â
Diakui atau tidak, partai politik belum sepenuhnya ideal. Karena alasan dan pertimbangan tertentu mengorbankan ideologi dan cenderung pragmatis. Contoh misalnya rumor yang beredar bahwa karena persaingan ketat untuk dapat melampaui ambang batas parlemen (parliement thresshold) 4% dalam pileg 2019 ada indikasi "pembajakan" calon legislatif potensial layaknya transfer pemain bola. Belum lagi memasang sejumlah artis sebagai vote getter dan memberi karpet merah kepada para petualang politik yang berpindah-pindah partai.Â
Saya menjadi kehilangan nalar ketika partai politik hanya dijadikan alat meraih kekuasaan bahkan seperti bursa kerja (mendadak caleg?), bukan lagi alat perjuangan untuk cita-cita dan idealisme.Â
Coba perhatikan fenomena berikut, kakaknya sebagai bupati dari partai A lalu adiknya caleg dari partai B. Ada lagi misalnya istrinya jadi bupati dari partai C lalu suaminya nyaleg lewat partai D. Ada lagi misalnya seseorang rajin ke kantor partai hanya menjelang pilkada atau pileg tapi bisa mengambil haknya kader, lalu seberapa pentingkah kaderisasi?