Mohon tunggu...
Ike Soekarno
Ike Soekarno Mohon Tunggu... Lainnya - Anti riba

Berusaha untuk menjadi lebih baik dan berguna bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Biarkan Aku Dengan Pilihanku

21 November 2020   05:45 Diperbarui: 21 November 2020   08:16 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi : (Karya Ananda "Zhafirah")

      Suara azan subuh sayup-sayup terdengar, ketika Dini mulai membuka matanya. Masih dengan mata berat, dia mencoba beranjak dari tempat tidurnya, menuju kamar mandi, untuk segera mengambil wudhu. Hari ini dia sudah janji dengan Bunda untuk membantu menyelesaikan beberapa jahitan. Bundanya, semenjak kepergian Ayah, menghidupinya dan Dino adiknya, dengan menerima jahitan.

      “Sudah bangun Din?” rupanya Bunda sudah sibuk di dapur.

      Dini hanya mengangguk, dan terus melangkahkan kakinya ke kamar mandi. Masih dengan rasa kantuknya yang terus coba dilawannya. Pikirnya nanti kalau kena air saat wudhu, pasti langsung segar.

      Segelas susu dan sepiring nasi goreng sudah siap di meja makan. Dino juga sudah duduk manis dan bahkan sudah menyantap nasi gorengnya. Masih menggunakan kopiah dan sarung. Rupanya adiknya baru pulang dari musholla, ikut sholat subuh berjamaah. Kebiasaan ini sudah lama ditanamkan sang Ayah, sebelum beliau meninggal. Bahwa anak laki-laki itu, lebih baik sholat di masjid atau musholla.

      “Din, nanti kalau sudah selesai sarapannya, tolong segera diselesaikan ya pasang kancing baju Bu Yayu. Soalnya orangnya mau ambil jam 9 nanti.” Bunda sudah berdiri di samping Dini.

      “Siap bun.... Dini kan sudah janji, seharian ini akan bantuin Bunda menyelesaikan jahitan pesanan orang,” jawab Dini sambil tangannya memberi hormat kepada Bundanya. Dan Bundanya kemudian mengacak-acak rambutnya.

      “Kamu memang anak Bunda yang bisa diandalkan!”

      “Kok cuman mba Dini aja anak Bunda yang bisa diandalkan? Dino kan juga bisa Bun!” Dino protes mendengar ucapan Bunda barusan.

      “Hehehe....iya. Anak-anak Bunda semua bisa diandalkan! Sudah Bunda ralat kan?” sambil meraih tubuh Dini dan Dino ke dalam pelukannya. Bunda menciumi kening mereka. Kemesraan dan kebersamaan ini begitu indah. Pasti akan lebih indah seandainya Ayah masih ada. Jadi kangen Ayah....

      Sudah 5 tahun Ayah pergi meninggalkan mereka. Kepergian yang menyakitkan dan sangat mengoyak hatinya. Bagaimana tidak? Di saat dia menerima kabar gembira karena telah diterima di SMP favoritedia juga harus mendengar berita yang tidak ingin didengarkan. Ayahnya pergi untuk selama-lamanya. Meninggal karena kecelakaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun