Mohon tunggu...
Elok Ike Setiawati
Elok Ike Setiawati Mohon Tunggu... -

otak ini tak pernah berhenti untuk terus bekerja, memikirkan sesuatu yg layaknya untuk segera dituntaskan...beradu kata dan menjadi sepenggal kalimat yang ingin dituangkan dalam sebuah tulisan....*mencoba mengukir tintah*

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Potret Buram Buruh di Negeri Sendiri; Antara Ancaman dan Kecaman

7 Mei 2013   10:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:58 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih segar dalam ingatan kita minggu pekan kemarin, bahwa tanggal 1 Mei 2013 adalah hari buruh nasional (may day).  Di mana seluruh lapisan masyarakat yang tergabung dalam aliansi buruh ataupun serikat pekerja buruh membludak turun ke jalan dengan meneriakkan yel-yel perjuangan yang mereka bawa. Memprotes sikap dan tanduk pemerintah yang selama ini belum mereka rasakan akibat kepentingan-kepentingan pengusaha-pengusaha. Di tengah situasi global tak menentu dan kepemimpinan nasional yang lemah, peningkatan kualitas nasib buruh di Indonesia semakin lambat.

Di sisi lain, saat upah buruh masih rendah, harga kebutuhan pokok melejit naik. Belum lagi jika ada kenaikan BBM, maka harga makin terus meningkat, daya beli buruh berkurang. Reformasi politik di Indonesia tidak mengubah nasib buruh. Kekerasan dan represi masih menghantui kehidupan perburuhan. Kendati  zaman telah berganti, nasib buruh tidak menjadi lebih baik. Negara masih membiarkan buruh diperlakukan sewenang-wenang, bahkan ada yang diadili justru ketika sedang memperjuangkan nasibnya.

Setiap rentetan peristiwa yang dialami buruh banyak yang belum terungkap, dan kini terjadi lagi peristiwa memilukan yang dialami oleh puluhan buruh pabrik kuali di Tangerang yang disekap oleh majikannya (tempat mereka bekerja) dan disiksa layaknya budak menunjukkan bahwa perbudakan modern masih terus berlangsung hingga saat ini.  Sebanyak 34 orang buruh pabrik kuali disekap, penyekapan berlangsung selama 1 bulan dan ada yang mengalami penyekapan 3 bulan atau selama 1 tahun.

Selama penyekapan itu terjadi pada mereka, mereka dipaksa untuk bekerja 24 jam sehari atau bahkan melebihi jam kerja, tanpa harus mengenal lelah, jikapun mereka lelah dan ingin istirahat maka sebuah siksaan demi siksaan menghampirinya, mereka dipukul, disiram timah panas, disundut rokok, dan disekap.

Para buruh ini bekerja 16 jam sehari. Setiap hari mereka harus memulai pekerjaan pukul 05.30 WIB, dan baru boleh berhenti pada pukul 22.00 WIB, tanpa pernah mendapatkan bayaran serta dilarang bersosialisasi dengan lingkungan di sekitar tempat kerja. Bahkan mereka dilarang untuk membuang hajat, mandi ataupun berganti pakaian, pakaian yang mereka gunakan hanyalah setumpuk keringat mereka yang telah menempel selama berbulan-bulan yang telah bercampur dengan pengapnya udara dan debu.

Mereka ditempatkan di ruangan berukuran sekitar 40x40 meter persegi, 34 buruh tidur bersama. Ruangan tak memiliki jendela dan ventilasi, hanya memiliki satu kloset tanpa bak mandi, berbau, pengap, dan kotor. Kondisi tempat kerja itu kumuh, tertutup, panas, dan menyatu dengan tempat mengolah timah untuk bahan kuali. Para buruh hanya mendapatkan makan berlauk sambal dan tempe, dengan menu yang nyaris tak pernah berubah setiap hari. Disebutkan pula bahwa para buruh itu hanya bisa mandi menggunakan sabun cuci colek di satu kloset tanpa bak mandi yang ada di ruang tempat mereka disekap.

Kondisi sebagian besar buruh sangat memprihatinkan. Badan mereka kusam legam, efek dari pekerjaan mengolah limbah timah yang mereka jadikan kuali. Badan mereka rata-rata kurus, berambut kaku, mengalami luka karena air timah, menderita batuk atau asma, serta sakit kulit seperti gatal-gatal, kadas, dan kutu air.

Merekapun tak berani untuk melarikan diri karena takut, selalu diancam untuk ditembak ataupun ingin dibunuh. Penyekapan buruh pabrik panci di Tangerang, terkuak setelah dua buruh, Andi Gunawan, 20 tahun, dan Junaidi, 22 tahun, melarikan diri. Keduanya sudah bekerja selama tiga bulan di perusahaan milik Yuki Irawan itu. Junaidi kabur pada 22 April 2013.

Dari pukul 06.00-24.00, mereka bekerja di pabrik pengolahan limbah Dadap. Kala itulah Junaidi melompati tembok, menerobos semak-semak, lari ke jalan tol, dan menumpang kapal di Pelabuhan Merak, Banten, sampai di Lampung. Sesampai di kampung halaman, Junaidi melaporkan kasusnya kepada Sobri, Kepala Desa Blambangan, Lampung Utara. Sobri semakin yakin dengan cerita Junaidi setelah mendapatkan laporan serupa dari Andi Gunawan.

Perlakuan buruk pada puluhan buruh di sebuah pabrik kuali di Kampung Bayur Opak, Cadas, Tigaraksa, Tangerang, Banten menyisakan trauma dan tekanan psikis bagi mereka. Kendati mereka sudah kembali ke kampung halamannya, para buruh itu masih ketakutan jika bertemu orang tak dikenal. Dan butuh waktu lama bagi mereka untuk menghilangkan bekas luka siksaan mandor dan bintik bintik merah akibat disiram cairan kimia.

Haruskah peristiwa ini akan terulang lagi di negeri sendiri, kasus perbudakan ini mesti diusut tuntas. Dan sangat disesalkan kasus ini muncul di tengah penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kalangan buruh. Aparat penegak hukum telah mengambil langkah tepat memproses secara hukum pemilik pabrik yang berlokasi di Kampung Bayur Opak, RT 03 RW06, Lebak Wangi, Sepatan Timur, Tangerang itu, namun, pemerintah juga harus mengambil langkah lebih serius mencegah dan menindak kejahatan ini secara sistematis.

Perlu tingkatkan kewaspadaan masyarakat dan training bagi aparat penegak hukum. Modus perbudakan modern masih banyak di tengah globalisasi.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun