Mohon tunggu...
Muhammad Ikbal
Muhammad Ikbal Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Temui saya di http://ikbaldelima.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Pertalite dan Blue Core Yamaha, Kompak Dalam Keunggulan

2 September 2015   18:34 Diperbarui: 19 September 2015   10:48 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pertalite dan Teknologi Blue Core pada Yamaha (sumber: kompas.com & otosip.com)"][/caption]

Tepatnya dua minggu yang lalu, saya mendapat kabar kurang mengenakkan dari kawan lama. Ia didiagnosis menderita penyakit Diabetes empat hari setelah ulang tahunnya yang ke 24. Awalnya sempat kaget melihat dia yang dulunya bugar dan segar walaupun agak sedikit kelebihan berat badan bisa masuk rumah sakit. Namun, ketika si kawan menceritakan pola makannya beberapa tahun terakhir, segalanya menjadi lebih logis. Beberapa tahun ini, pola makannya selalu berlebihan sehingga kandungan lemak dan gula dalam tubuhnya tidak lagi normal. Bahkan Si Kawan yang berprofesi sebagai penulis memiliki kebiasaan ngopi tidak kurang 4 gelas sehari. Setidaknya begitulah katanya ketika saya datang berkunjung ke rumah sakit.

Kemudian, tiga hari yang lalu ketika dalam perjalanan kembali ke Banda Aceh dari Sigli (kabupaten Pidie), saya terpaksa memberi “minum” si Yamaha Jupiter MX di penjual bensin pinggir jalan di kawasan Seulimum, Aceh Besar. Awalnya saya berencana isi bensin di SPBU Saree. Namun sial, SPBU-nya tutup karena kehabisan Bensin Jenis Premium. Mau isi Pertamax agak ragu mengingat isi dompet yang tipis. Tambah sial lagi, sekitar 30 Km sebelum sampai ke Banda Aceh, si Jupiter MX mogok di tengah jalan. Walhasil, setelah keringetan dorong motor cari bengkel berkilo-kilo meter sendirian, ketemu juga bengkel kecil. Si Abang Montir pun bongkar-bongkar motor mencari apa yang salah. Ketika dia nyerah enggak tahu salahnya di mana,  saya baru ingat tentang bensin yang saya isi di pinggir jalan tadi. Ketika saya sampaikan, langsung aja Si Abang Montir nyengir kambing sambil bilang, “beberapa bulan yang lalu ada juga yang kasusnya gini, kayaknya bensinya di oplos sama air”. Ya ampun, jaman maju seperti ini masih ada aja yang main oplos-oplosan. Untung si Abang Montirnya tidak ambil bayaran mahal sehingga uang yang tersisa di dompet bisa cukup untuk beli bensin baru.

Lalu, apa kaitan antaranya sakit kawan lama saya dengan mogoknya si Jupiter MX?

Kaitannya terletak di sumber “asupan” ke duanya. Bahwa kualitas “makanan”/energi akan mempengaruhi bagaimana kinerja tubuh dan alat-alat yang mempermudah hidup. Apalagi pada zaman sekarang ketika ketergantungan terhadap alat cukup besar, perhatian terhadap kualitas energi sangatlah penting. Perhatian inipun menjadi lebih krusial ketika alat yang digunakan sangat penting bagi aktifitas sehari-hari seperti Sepeda Motor. Apalagi bagi masyarakat Indonesia, sepeda motor tidak hanya sebagai kebutuhan, tapi sudah menjadi gaya hidup. Hal ini bisa dilihat saat momen mudik lebaran. Bagi para pemudik, membawa pulang sepeda motor merupakan lambang tersendiri bahwa apa yang dikerjakannya di kota-kota besar membuahkan hasil.

Selama ini, masyarakat Indonesia mengenal dua jenis sumber energi atau “minuman” bagi sepeda motor, Pertamax dan Premium. Dua jenis bensin ini telah menjadi andalan utama rakyat Indonesia, terutama Premium yang bertahun-tahun sempat mendapat subsidi pemerintah. Bahkan, walaupun kini premium tidak lagi mendapat subsidi sejak tahun lalu, jenis bensin yang satu ini tetap menjadi pilihan bagi banyak orang karena harganya yang masih lebih murah dibandingkan dengan Pertamax dan Pertamax Plus. Perbedaan harga inilah yang menyebabkan banyak orang lebih memilih premium mesti kualitas Pertamax lebih baik. Padahal dengan nilai oktan 92 pada Pertamax dan nilai oktan 95 pada Pertamax Plus, maka sudah jelas jika Pertamax lebih baik daripada Premium yang beroktan 88.

Namun begitu, pertimbangan dalam menggunakan bensin ternyata tidak melulu mengenai harga. Hal ini bisa dilihat dari kasus pencabutan subsidi BBM tahun lalu. Waktu itu, pencabutan subsidi BBM menjadi Rp 8.500,- /liter pada Premium menyebabkan selisih harga dengan Pertamax menjadi lebih tipis. Jika awalnya selisih premium dengan pertamax bisa mencapai Rp 5.000 /liter, setelah kenaikan harga, perbedaannya hanya terpaut Rp 1.450 /liter. Ketika itu, perbedaan harga yang tipis ini menyebabkan banyak pengguna Premium beralih ke Pertamax. Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya, selain harga, masyarakat juga mempertimbangkan kualitas bensin bagi kendaraan mereka.

Melihat kasus di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat memiliki dilema tersendiri. Di satu sisi mereka ingin sepeda motornya bisa mendapat bensin yang lebih berkualitas. Namun di sisi lain, keinginan itu terdesak dengan harga pertamax yang lebih mahal.

Seolah menjawab dilema pada masyarakat tersebut, pada tanggal 24 Juli 2015, pemerintah meluncurkan bahan bakar baru yang diberi nama Pertalite. Bahan bakar yang satu ini seolah menjadi penengah dari perbedaan harga dan kualitas antara Premium dan Pertamax.

Dari segi harga misalnya, Pertalite RON 90 dibandrol dengan harga Rp 8.400/liter. Harga tersebut lebih mahal Rp 1.000 dari Premium Ron 88 dan lebih murah Rp 900 dari Pertamax RON 92. Artinya, dengan adanya Pertalite, masyarakat memiliki kesempatan untuk mendapatkan BBM yang lebih berkualitas dengan harga terjangkau.

Dari sisi ekonomi, harga Pertalite memang lebih mahal daripada Premium. Namun, masalah ini menjadi tidak penting karena kendaraan yang memakai pertalite mampu melaju lebih jauh dibandingkan kendaraan berbahan bakar Premium. Hal ini telah dibuktikan oleh Tri Yuswidjajanto selaku dosen Teknik Mesin ITB yang menjadi tim peneliti Pertalite sebelum diluncurkan. Secara ilmiah, Pertalite memang terbukti lebih hemat dan irit. Seperti dikutip oleh KompasOtomotif Yuswidjajanto berkata, “Tagline ‘Melaju Lebih Jauh’ bukan pepesan kosong. Kami sudah mencoba, dan memang bisa menghemat antara 10% hingga 16% dibandingkan pemium. Memang akan lebih mahal saat bertransaksi, namun coba hitunglah jarak yang bisa ditempuh, baru bisa merasakan manfaat tekno ekonominya”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun