Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Di Penghujung Senja (38) - Tamat

14 November 2017   16:40 Diperbarui: 14 November 2017   18:12 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : deviantart

Jed tidak habis pikir dengan tingkah laku Rein selama beberapa minggu ini. Sikap gadis itu mendadak berubah kepadanya.  Tidak ada senyuman hangat dan lambaian penuh semangat.

Bila ia bertemu dengannya secara tidak sengaja di jalanan kampus, Rein bergaya layaknya striker sepakbola, menghindar ke kanan dan ke kiri lapangan diantara gerombolan teman-temannya.  Bila Jed mencarinya di perpustakaan mendadak Rein bak di telan rak-rak buku yang tingginya mengawang atau langsung keluar ruangan. Lain halnya bila Jed menemuinya di kantin ketika jam istirahat, Rein dengan sigap memindahkan piringnya ke meja temannya, dan mulai bergerombol asik di sana.   

Dan semua tingkah laku Rein itu tak ayal membuat Jed merasa kesal. Baru beberapa minggu yang lalu Jed merasa senang karena Rein ikut merayakan hari jadinya, tapi kini semua hal yang kerap Rein lakukan bila bertemu dirinya telah hilang menguap tak berbekas walau setitik saja. Jed gusar bukan alang kepalang.

Tapi hari ini, ia merasa lega.  Setelah memperhatikan Rein bak seorang sniper dari dalam ruangan kuliahnya, tanpa aba aba ia pun melesat ibarat anak panah Robin Hood menuju ke tempat favorit gadis itu yaitu kantor pos.

Sesampainya disana, matanya mencari sosok gadis yang telah membuat hari-harinya terasa tak menentu, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaannya.  Tatapannya menyapu ke segala arah dan akhirnya ia menangkap sosok berkemeja flanel itu tengah berjalan sendirian di selasar belakang kantin lalu memotong ke jalan utama kampus. Jed berlari mengejar gadis yang terlihat berjalan tergesa-gesa itu.

"Rein kamu menghindari aku ya?" Jed berjalan mengikuti Rein.

Rein terkejut dan menengok ke belakang ada wajah Jed di sana dengan nafas yang terengah-engah.

"Ah enggak cuma perasaan kamu aja kali." Rein menjawab santai namun jantungnya berdebar tak normal.

"Perasaaan aku kata kamu? Ini bukan cuma perasaan tapi nyata di depan mata."  Jed setengah berteriak.

Rein terus melangkah di jalanan beraspal terjal yang sepi, sesekali kakinya menendangi kerikil kecil yang merintangi jalannya. Dengan sekuat tenaga, ia berusaha untuk menekan perasaannya yang tak menentu.

"Iya, aku sama sekali gak menghindari kamu, buktinya aku sekarang mau ngobrol sama kamu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun