Diketahui, persoalan promosi rokok sendiri sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Pasal 35 ayat (2) huruf b PP itu menyebutkan bahwa promosi tembakau "tidak menggunakan logo dan/atau merek Produk Tembakau pada suatu kegiatan lembaga dan/atau perorangan."
Kedua, lanjut Junaedi, yang perlu dicermati ialah pelaksana kegiatan; apakah dilakukan oleh perusahaan rokok Djarum atau yayasan dari Djarum tersebut.
Diketahui, Djarum Foundation sendiri merupakan yayasan yang mengurusi tanggung jawab sosial dan lingkungan serta tidak mengurusi jual beli rokok Djarum.Â
Djarum Foundation inilah yang biasanya mengadakan seleksi atlet bulutangkis. Ditambahkannya, kebermanfaatan dari program yang digelar yayasan ini juga menjadi penting untuk dipertimbangkan.
Ketiga, kata Junaedi, soal tudingan eksploitasi anak. Menurutnya, perlu dilihat apakah Djarum mengambil keuntungan materi dari kegiatan itu.Â
Misalnya, kata dia, KPAI perlu melihat apakah Djarum membuka booth penjualan di lokasi pendaftaran audisi. Di samping itu, ia juga menyebut kepentingan investigasi mengenai unsur pemaksaan terkait pemberian rokok maupun penggunaan kaos tersebut.
Dalam Penjelasan Pasal 66 UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, "dieksploitasi secara ekonomi" adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan Anak yang menjadi korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan Anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan materiil.Â
Terlepas dari proses pembuktiannya, Junaedi menganggap belum ada unsur eksploitasi ekonomi dari pelaksanaan audisi PB Djarum tersebut.
Dari penjelasan beliau mengartikan bahwa KPAI selain tidak bisa membedakan Djarum yang dipergunakan untuk perusahaan rokok dengan PB Djarum juga KPAI tidak bisa mengartikan peraturan yang menjadi dasar melakukan tudingan terhadap PB Djarum telah melakukan eksploitasi anak.
Lalu mengapa KPAI baru mengurusi hal seperti ini padahal UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak ?Â