Mohon tunggu...
I KADEK AGUS PASTIKE
I KADEK AGUS PASTIKE Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya adalah mahasiswa dari Universitas Tadulako, Palu,Sulawesi Tengah

saya ingin menulis konten terkait kegiatan modul nusantara dalam rangka kegiatan pertukaran pelajar merdeka di kota malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksplorasi Budaya dan Sejarah Malang: Pengalaman Berharga di Situs Patirtaan Ngawonggo

20 Mei 2024   12:12 Diperbarui: 20 Mei 2024   12:23 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situs Patirtaan Ngawonggo/dok. pri

Pada tanggal 30 Maret 2024, kelompok modul Nusantara Gajayana mengadakan kegiatan untuk mengenal kebudayaan Malang di Situs Patirtaan Ngawonggo. Acara berlangsung dari pukul 08.30 hingga 14.30 WIB di Jl. Rabidin, RT 04 - RW 03, Dusun Nanasan, Ngawonggo, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kegiatan ini dipandu oleh narasumber Mas Rahmad Yasin dan tim, dengan metode pembelajaran yang meliputi eksplorasi, ceramah, dan praktek.

Situs Patirtaan Ngawonggo adalah peninggalan bersejarah dari masa Pusindok yang masih dilestarikan oleh warga setempat sebagai tempat pemandian suci. Setibanya di situs ini, peserta diwajibkan melepas alas kaki untuk merasakan langsung menginjak bumi, sebuah pengalaman yang membawa mereka lebih dekat dengan alam dan sejarah situs tersebut.

Mas Rahmad Yasin, salah satu narasumber, memperkenalkan situs ini kepada para peserta. Ia menjelaskan bahwa meskipun kondisinya tidak terawat, situs ini memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Air dari Patirtaan Ngawonggo dipercaya sebagai air suci yang menghidupi dan memberikan kehidupan kepada masyarakat sekitarnya. Setelah penjelasan mengenai situs, peserta diajarkan cara memakai udeng oleh Mas Hanafi. Udeng adalah ikat kepala tradisional yang dipakai oleh kaum pria di Jawa Timur sejak masa lalu dan dipercaya dapat mengusir roh jahat.

Selanjutnya, Mas Hanafi menjelaskan tentang pawon wedang, yaitu dapur tradisional tempat pembuatan wedang. Peserta diperlihatkan bagaimana pembuatan wedang dilakukan, dimulai dari memilih bahan-bahan seperti daun serai, cengkeh, kapulaga, dan jeruk, hingga proses penyajiannya. Dalam sesi praktek, peserta diajarkan cara membuat wedang Ngawonggo. Bahan-bahan yang digunakan antara lain cengkeh, kapulaga, daun serai, dan jeruk. Setelah semua bahan dimasukkan dan tercampur dalam satu gelas, ditambahkan air panas untuk menyeduh wedang. Jeruk ditambahkan untuk memberikan rasa segar dan manfaat bagi tenggorokan dan pernafasan.

Selain wedang, peserta juga diperkenalkan dengan berbagai makanan daerah seperti apem pasung, ongol-ongol, getuk, dan pulut atau ketan. Setiap makanan memiliki simbolik tersendiri: apem pasung melambangkan pengampunan, ongol-ongol melambangkan keberagaman, dan pulut atau ketan melambangkan kedekatan.


Mas Haris kemudian menjelaskan denah dari situs Patirtaan Ngawonggo yang terdiri dari empat klaster. Klaster pertama (1A dan 1B) memiliki relief perwujudan Dewi-Dewi dan kolam dengan ukiran minder. Klaster kedua (2A dan 2B) terdiri dari dua kolam berjajar dengan relief pusat bumi dan minder. Klaster keempat menggambarkan makhluk gana atau penyangga alam semesta.

Peserta diajak untuk membasuh muka di salah satu kolam karena airnya yang sangat sejuk, memberikan pengalaman yang menyegarkan dan berkesan. Selain eksplorasi dan pengenalan makanan, peserta juga berkesempatan mencoba permainan tradisional daerah Malang seperti gasing dan engrang. Gasing terbuat dari kayu dan dimainkan dengan tali dari kulit pohon, sementara engrang adalah permainan menggunakan sepasang bambu untuk berjalan yang membutuhkan keseimbangan yang baik.

Kegiatan ini memberikan pengalaman berharga dalam mengenal dan melestarikan kebudayaan Malang. Dari sejarah situs Patirtaan Ngawonggo, cara membuat wedang tradisional, hingga mencoba permainan tradisional, peserta dapat merasakan langsung kekayaan budaya yang dimiliki Malang. Melalui kegiatan seperti ini, diharapkan generasi muda dapat lebih menghargai dan melestarikan warisan budaya nenek moyang mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun