Mohon tunggu...
Ika Kartika
Ika Kartika Mohon Tunggu... Communicating Life

PNS yang percaya bahwa literasi bukan cuma soal bisa baca, tapi soal mau paham. Kadang menulis serius, kadang agak nyeleneh. Yang penting: ada insight, disampaikan dengan cara yang asik, dan selalu dari kacamata ilmu komunikasi—karena di situlah saya belajar dan bekerja. Seperti kata pepatah (yang mungkin baru saja ditemukan): kalau hidup sudah terlalu birokratis, tulisan harus tetap punya nyawa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Unfollow Zaskia Adya Mecca: Ironi Artis yang Aktivis, di Era Endorsement

24 April 2025   13:47 Diperbarui: 29 April 2025   09:43 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kritik ini Bukan soal Benci, tapi Harapan

Saya tidak menulis ini karena membenci Zaskia. Justru karena saya menghargainya. Karena saya tahu suaranya didengar, pengaruhnya nyata. Karena saya tahu banyak ibu muda, muslimah, dan remaja menjadikannya panutan.

Dan justru karena itu saya berharap lebih. Harapan yang lahir dari rasa percaya, dari penghargaan terhadap kredibilitas yang ia bangun bertahun-tahun. Tapi harapan ini hari ini terasa dikhianati oleh keputusan endorsement yang, bagaimanapun alasannya, berseberangan dengan nilai yang selama ini ia perjuangkan di mata publik.

Kita bisa berdalih bahwa selebritas juga manusia, punya kebutuhan ekonomi, tanggungan keluarga, dan target bisnis. Tapi itu tidak menghapus fakta bahwa dengan kekuatan besar datang tanggung jawab besar. Setiap endorsement bukan sekadar iklan, tapi juga pernyataan posisi.

Ketika Palestina Hanya Jadi Feed, Bukan Komitmen

Isu Palestina bukan tren Instagram. Bukan pula sekadar momen repost dari akun aktivis atau lembaga kemanusiaan. Ini adalah luka kemanusiaan yang berdarah sejak puluhan tahun lalu, dan hingga hari ini belum menemukan penyembuh.

Ketika seorang figur publik menyuarakan dukungan terhadap Palestina, publik berharap itu lahir dari komitmen yang lebih dalam daripada sekadar feed media sosial. Harapan bahwa ketika mereka bilang "Free Palestine", mereka juga akan berhati-hati memilih siapa yang mereka dukung, siapa yang mereka wakili, dan dari mana mereka menerima upah.

Unfollow sebagai Bentuk Suara

Maka hari ini, saya unfollow Zaskia Adya Mecca. Bukan sebagai bentuk cancel culture yang brutal, tapi sebagai bentuk suara. Sebuah sinyal bahwa konsumen, followers, dan publik punya ekspektasi. Bahwa kami melihat, mendengar, dan menilai.

Saya tahu langkah saya kecil. Tapi seperti setiap donasi kecil untuk Palestina yang kita kumpulkan lewat kotak amal masjid atau transfer daring, setiap unfollow juga adalah pilihan. Pilihan untuk menjaga garis batas antara nilai dan bisnis. Antara suara dan langkah.

Saya masih percaya pada perubahan. Masih percaya bahwa kritik ini bisa menjadi cermin, bukan hanya bagi Zaskia, tapi bagi semua publik figur yang menjadikan Palestina sebagai bagian dari identitas moral mereka. Karena solidaritas sejati bukan hanya soal suara, tapi soal keberpihakan yang diterjemahkan dalam tindakan---sekecil apa pun itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun