Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mudik dan Islam Nusantara

11 Juni 2019   20:09 Diperbarui: 11 Juni 2019   20:13 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saban Ramadan dan Idul fitri, kita menyaksikan rupa-rupa tradisi khas umat Islam di Nusantara. Sebagiannya adalah ijtihad para ulama dan beberapa yang lainnya adalah kebiasaan muslim Nusantara yang akhirnya menjadi ajaran. 

Salah satu bentuk ijtihad ulama kita adalah adanya waktu imsak sepuluh menit sebelum fajar menyingsing. Anda cari di negeri muslim mana pun tak ada yang demikian, ini khas Islam di Nusantara (Indonesia).

Imsak artinya adalah menahan. Dalam konteks puasa pada bulan Ramadan maka imsak adalah waktu untuk menahan diri tidak makan, minum, berhubungan suami istri dan menahan diri dari larangan lainnya dalam berpuasa. 

Kata ini dari bahasa Arab, tetapi menjadi istilah tersendiri, murni hanya di Nusantara. Ulama Nusantaralah yang menemukan istilah tersebut dan menjadikan semacam tradisi bahkan ajaran.

Dalam aturan fikih, sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah saw, menahan diri untuk tidak makan dan minum, dimulai saat terbit fajar dan berakhir pada waktu terbenam matahari. Sejatinya itulah waktu imsak. Tetapi mengapa ulama nusantara memajukan 10 menit lebih awal? Apakah dengan demikian para ulama Nusantara telah menyelisihi ajaran Rasulullah?

Tentu saja tidak! Waktu imsak yang dimajukan 10 menit lebih awal sama sekali tidak diikuti larangan untuk makan dan minum. 10 menit lebih awal itu hanya waktu kehati-hatian. Jika saat itu Anda baru makan dan minum, maka silakan lanjutkan tapi dengan memperhatikan waktu, sebab 10 menit lagi fajar akan menyingsing. 

Waktu imsak menjadi semacam ajaran kehati-hatian dari ulama kita dalam melakukan salah satu ibadah yang penting. Dalam bahasa Bugis, sikap ini disebut manini, sikap hati-hati yang menjadi ciri khas ulama Bugis dan saya kira juga ciri dari seluruh ulama Nusantara.  

Adanya waktu imsak juga menunjukkan sebentuk perhatian dari ulama dan pemerintah Indonesia terhadap kesempurnaan ibadah puasa umat Islam.

Imsak pada akhirnya menjadi semacam aturan fikih yang khas Nusantara. Awalnya dari tradisi, kemudian berubah menjadi ajaran. Dalam hal ini ulama mendasarkan dirinya pada hadis Rasulullah saw riwayat Ibn Masd;

"Apa yang dipandang baik oleh umat Islam, maka di sisi Allah hal tersebut juga merupakan hal yang baik"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun