Mohon tunggu...
Nurul Istiqomah
Nurul Istiqomah Mohon Tunggu... Guru SD

Belajar melalui goresan tinta semoga sedikit bermakna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Selalu Pilu (Bimoku Sayang yang Malang)

7 September 2025   15:15 Diperbarui: 7 September 2025   15:11 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 (Tatapan anak yang menyimpan ribuan cerita(Sumber: Canva))

Di jaman sekarang ini, warna-warni pendidikan segalanya menjadi semakin beragam. Promosi yang ditawarkan sekolah, minat orang tua/wali  murid, karakter dan gaya belajar siswa, karakter dan kompetensi guru, bahkan apresiasi serta komentar tentang pendidikanpun turut beragam.

Suatu hari sebut saja bu Nala datang ke sekolah baru tempat ia mengabdi, bisa dikatakan bu Nala pindah tugas dari sekolah lamanya yang agak terpencil ke sekolah yang berada di lingkungan kecamatan tempat ia tinggal, dengan jarak yang dapat ditempuh sekitar 30 menit dari rumah, tidak terlalu dekat juga tidak terlalu jauh.

Tak disangka kehadiran bu Nala di sekolah itu ternyata sudah ditunggu-tunggu, bukan tanpa alasan bu Nala masih harus menyelesaikan beberapa urusan administrasi di sekolah lamanya, yang merupakan sekolah kecil dan sulit menemukan penggantinya, sehingga bu Nala tidak buru-buru untuk pindah.

“Selamat datang, bu Nala ya”, sambutan sederhana dari salah seorang guru yang kebetulan sedang membersihkan taman bunga tmepat di depan kelasnya, pak Andi namanya. “Betul pak, sehat pak, saya Nala pak guru bar”. Sambil tersenyum. “o… iya bu saya udah nunggu-nunggu ini mana guru barunya kok belum datang-datang”, dengan membalas senyum riang. “Mari bu ayo kita ke ruang guru”. Suasana di lapangan masih riuh terdengar, anak-anak dengan gembira bermain bola mini di sana karena memang belum waktunya masuk kelas. “Bu, ini pak Arman guru kelas 4 yang tahun lalu mengajar siswa kelas 5 ibu saat ini, silakan jika ingin ngobrol-ngobrol sebentar sebelum masuk kelas”. Bu Nala bersalaman dan bertanya-tanya keadaan siswa yang akan dibimbinya di kelas. Tak lama kemudian bel masuk berbunyi.

“Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh”. Siswa menjawab dengan riuh dan segera ingin tahu siapa guru baru mereka. “Selamat pagi teman-teman? Gimana kabarnya? Apakah di rumah sudah mandi? Sarapannya pake apa?”. Siswa dengan antusias menjawab pertanyaan-pertanyaan dari bu Nala. Dari riuhnya, bu Nala memperhatikan ada satu siswa yang tersenyum tipis tanpa kata, dengan perawakan yang tinggi berwajah polos tanpa dosa duduk di bangku nomor dua dari belakang sendirian. “Teman-teman yok kita kenalan, dimulai dari ibu ya…, lalu ikuti mulai dari yang duduk di depan pojok kanan sambal berdiri. Bisa ya?”. “Bisa bu”. Tibalah giliran Bimo nama panggilannya, dengan terbata-bata dan raut yang malu ia memperkenalkan diri. Dalam hati bu Nala, mungkin inilah siswa yang diceritakan oleh pak Arman di ruang guru beberapa waktu yang lalu.

Bel berbunyi tanda kelas berakhir dihari itu, sebelum pulang bu Nala menahan Bimo untuk mencari tahu keadaan muridnya.

“Bimo, sepertinya tangannya terluka ya? Tanya bu Nala penasaran. “Iya bu, kemarin pas nyari rumput tangannya kena arit bu. Jawab Bimo santai.

Mengulik singkat kisah Bimo sebut saja “Sang selalu pilu”. Dengan keadaan yang hanya dengan seorang kakek tua yang sudah hampir sakit setiap harinya masih saja harus berkeliling dengan motor bututnya untuk menjajakan jajanan siomay kukus, juga sosok bibinya yang ODGJ sejak usia remaja, sedangkan sang ayah sejak lahir tak mau mengakuinya, juga sang ibu dan nenek yang telah meninggalkannya 2 tahun lalu. Setiap hari Bimo harus buruh mencari rumput untuk pakan ternak kambing milik tetangga, alih-alih membantu kakeknya mencari uang tak jarang Bimo tak masuk sekolah, tidak belajar, jarang mengaji, apa lagi mengulas pelajaran di rumah. Si kecil Bimo menjawab pertanyaan bu Nala satu persatu, tanpa tau apa maksudnya. Hanya menjawab sekedarnya.

“Ya sudah sana pulang mas, besok sekolah ya” pesan bu Nala. Bimo mengangguk dengan senyum tipis disudut bibirnya dengan menggenggam 3 lembar uang berwarna ungu ditangan kanannya, kemudian melangkah pulang dengan tanpa kendaraan meski terbilang jukup jauh jarak rumah ke sekolah.

Bu Nala memandangi langkah kecil Bimo yang semakin menjauh, diam tanpa kata, namun hatinya bergemuruh menyaksikan kisah Bimo kecil pasca interogasi yang dilakukannya dengan tangan mengelus dada bahkan air mata tertahan dimatanya.

Anak sekecil ini, harus pilu setiap hari keadaanya di rumah, belum lagi bagaimana setiap hari ia melewati hari-harinya di sekolah yang tampak sedikit bergurau dengan teman sebayanya, sudah kelas 5 masih belum lancar membaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun