Mohon tunggu...
IgnatiaEndra K
IgnatiaEndra K Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bebas Bertanggung Jawab

19 November 2017   09:48 Diperbarui: 19 November 2017   09:59 1870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru-baru ini, marak tersebar ucapan-ucapan yang sering kali menyinggung pihak lain atau yang biasa kita sebut sebagai hate speech.

Hate speech sendiri sebenarnya merupakan kata-kata yang berisi tentang penghinaan atau kebencian terhadap pihak lain yang dapat berupa pencemaran nama baik, pelecehan, fitnah, provokasi, atau pun ancaman. Penghinaan tersebut bisa meliputi masalah ras, warna kulit, gender, miskomunikasi, etnis, kewarganegaraan, agama, dan lain-lain.

Pada 2015, jumlah laporan yang masuk berkaitan dengan hate speech sebanyak 671 laporan. Tahun 2016, jumlah laporan mengenai hal itu juga tinggi.

Salah satu contoh kasus hate speech yaitu kasus Florence Sihombing (29), mahasiswi S2 Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum UGM (Universitas Gajah Mada), yang menghina Daerah Istimewa Yogyakarta yang kemudian ditahan di Polda DIY (30/8/2014). Dilansir laman detikcom, Sabtu (30/8/2014), Florence Sihombing dikabarkan ditahan di ruang tahanan Direktorat Kriminal Khusus, Polda DIY, yang beralamat di Jalan Ringroad Utara, Sleman, Yogyakarta.

Kasus ini bermula saat Florence hendak mengisi bahan bakar minyak (BBM) di sebuah Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) di kawasan Lempuyangan. Meski mengendarai motor, dia mengantre di barisan mobil. Alasannya, Florence ingin mengisi BBM jenis Pertamax. Petugas SPBU menolak mengisi bensin itu ke motornya, dan Florence pun kesal. Dia kemudian mengunggah sebuah tulisan melalui akun jejaring sosial Path. Postingan itulah yang dianggap menghina warga Yogyakarta. Pengguna jejaring sosial kemudian bereaksi keras. Beberapa di antaranya bahkan balik menghujat mahasiswi ini.

Akhirnya, sebuah lembaga swadaya masyarakat melaporkan Florence ke polisi. Dia kemudian ditahan pada Sabtu 30 Agustus 2014 yang lalu. Dia dijerat dengan pasal 27 ayat 3 jo pasal 45 ayat 1, pasal 28 ayat 2 jo pasal 45 ayat 2 UU ITE Nomor 11 Tahun 2008. Selain itu juga Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP. Setelah mengajukan panangguhan penahanan, akhirnya Florence dibebaskan.

Memang, rakyat Indonesia merupakan rakyat negara yang berdemokrasi atau disebut juga  sebagai masyarakat madani (civil society), yang berarti masyarakat yang berperadaban. Masyarakat madani merupakan tiang utama kehidupan politik yang demokratis. Sebab masyarakat madani tidak saja melindungi warga negara dalam berhadapan dengan negara, tetapi juga merumuskan dan menyuarakan aspirasi masyarakat.

Secara keseluruhan, tampak bahwa Indonesia sebagai masyarakat madani yang demokratis,  jelas memiliki kebebasan bagi masing-masing individu untuk menyuarakan pendapat mereka. HAM pun dilindungi di negara Indonesia. Namun, bukan berarti masyarakat tersebut dapat semena-mena menyalahgunakan hak mereka untuk berpendapat tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Walau ada kebebasan, namun bukan berarti tidak ada batas, karena segala sesuatu yang tanpa batas akan berujung pada permasalahan, ketidakserasian, dan perpecahan (disintegrasi).

Dilihat dari kacamata ideologi, Indonesia berideologi Pancasila. Artinya, Indonesia pun seharusnya mampu untuk hidup dengan sikap-sikap yang mencerminkan kehidupan bangsa yang telah disepakati, misalnya persatuan dan musyawarah mufakat. Menyangkut soal musyawarah mufakat, rakyat Indonesia sudah semestinya memiliki kebebasan mereka secara perorangan. 

Kebebasan tersebut bisa meliputi kebebasan berbicara, berpendapat, atau pun bebas melakukan sesuatu untuk mengekspresikan atau mengungkapkan apa yang ada di hati dan pikiran mereka. Namun, kebebasan yang diberikan dalam hal ini adalah kebebasan yang bertanggung jawab, yang sering kali kata "tanggung jawab" tersebut dilupakan masyarakat. Nah hal inilah yang dapat berujung pada perihal hate speech, di mana masyarakat memang menggunakan kebebasan mereka, namun dengan hal yang kurang tepat, sehingga mencerminkan kurangnya tanggung jawab mereka dalam berekspresi.

Ideologi Indonesia juga menyatakan mengenai persatuan, sedangkan hate speech memicu perpecahan. Hal ini tampak sangat bertolak belakang. Apalagi rakyat Indonesia jumlahnya tidak sedikit dan terdiri beragam pikiraan, perasaan, golongan, etnis, dan lain-lain. Sehingga, kondisi yang tercipta yaitu semakin tingginya tingkat kesulitan untuk bersatu dan semakin banyaknya hal yang dapat memecah belah negara tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun