Mohon tunggu...
Musrifah Ips
Musrifah Ips Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Diam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mencoba Menjadi Orang Lain

22 April 2018   09:24 Diperbarui: 22 April 2018   09:48 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Demi Hari Berlalu, aku masih terbiasa dengan kata Aku Bukan Diriku lagi. Sebuah senyum tersinggung di Bibirku membuatku semakin percaya ini bukanlah aku. Kini aku sudah menjadi orang lain yang terbiasa dengan kata-kata orang lain. Ikut menjadi orang lain dan larut dalam pemikiran orang lain. Inilah tentang aku, tentang aku yang kini jauh dari rumah dan berada di kota orang.

Namaku Indri, Indriana Purnamasari tepatnya. Usiaku sekarang 19 tahun dan aku kini berada di kota orang. Jauh dari rumah dan keluarga. Disini aku sendiri hingga ku temukan mereka yang biasa disebut sebagai teman. Kini Aku adalah seorang mahasiswi di sebuah kampus di Jember. Aku mengambil sebuah jurusan yang terbilang cukup tidak disukai banyak orang. Prodi yang ku pilih adalah tentang sejarah peradaban Islam.

Aku senang dengan Prodi yang kupilih Mengapa, tentu saja karena aku suka sejarah dan aku sangat ingin melihat dunia dengan sejarahnya. Banyak hal yang tersembunyi dalam sejarah yang ingin aku gali. Misalnya, sejarah tentang perjalanan hidup Nabi Muhammad, kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, dan juga dinasti-dinasti setelahnya. Dan ada satu yang sangat ingin aku ketahui dan aku pelajari yaitu tentang sejarah dari Negeriku Indonesia.

Aku terlahir di negeri ini, Indonesia namanya. Negeri Elok, subur dan beragam. Negeriku kaya Meskipun tidak semua rakyatnya Sejahtera. Negeriku sempurna meskipun tidak semua yang dia miliki benar-benar menjadi miliknya. Suatu hari akan aku rubah Negeriku ini.

Untuk merubah negeri Tentu saja aku harus merubah diri menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Sering Aku berfikir menjadi lebih baik, Apakah aku harus berubah menjadi orang lain. Ya, aku pernah berpikir menjadi orang lain akan sangat menguntungkan ku. Bisa beradaptasi dengan sekitar tanpa harus peduli bahwa Aku tidak sama seperti mereka.

Pertama kali aku menginjakkan kaki di dunia perkuliahan. Aku berusaha tetap Teguh dengan prinsip yang aku pegang sejak aku masih di rumah. Kujalani hari-hari itu, hingga aku sadar ,aku sangatlah berbeda dengan mereka. Berbeda hingga aku harus selalu diam dan menyendiri di dalam ruang yang luas. Kukira dengan menjadi diri sendiri akan membantuku namun ternyata tidak.

Hari-hari berikutnya aku mencoba merubah diri dan aku berhasil berbaur bersama mereka. Menjadi bagian dari mereka sangat menyenangkan. Tersenyum dan tertawa bersama mereka meskipun tak seutuhnya yang bergabung itu adalah aku. Aku lupakan saja apa yang mendasari hati bagiku itu tidak ada gunanya. Asal aku bahagia dan bisa tertawa bersama mereka aku bisa menjadi siapa saja.

Menjadi seperti yang mereka fikirkan itu tidak mudah. Harus ada yang dikorbankan hal yang kita berharga, hal yang kita sebut sebagai Jatidiri harus kita hilangkan saat itu. Sejak saat itu aku mulai terbiasa dengan senyuman palsu, tawa palsu dan banyak lagi hal-hal yang palsu.

Banyak orang yang tidak akan mengerti Kepalsuan seperti apa yang aku lakukan. Mereka tidak pernah tahu seperti apa hal yang pasti itu. Mereka hanya tahu itulah aku, seperti itulah aku yang tertawa bersama mereka dan selalu ceria dengan tindakan konyolnya. Namun, Di balik semua itu ada awan hitam yang selalu bergelayut di dalam hati dan pikiranku.

Bahagia memang ketika bersama mereka namun kosong ketika aku sendiri dan bayangan tentang rumah menghampiri. Sering aku merasa kesepian ditengah keramaian. Sering aku merasa kosong saat tertawa bersama mereka. Membohongi perasaan itu tidaklah mudah, tidak semudah membalikan telapak tangan dan tidak semudah mengumbar senyuman di depan khalayak ramai. Terbiasa, aku menangis ditengah kesendirianku. Tanpa ada orang yang tahu dan tanpa ada orang yang mengerti.

Jarang dimengerti orang lain adalah resiko lain yang harus aku terima. Berpura-pura dan berbohong juga adalah resiko  harus aku tanggung. Namun, itu semua harus aku lakukan agar aku tidak sendirian. Di kota orang ini aku butuh teman yang mau mengerti diriku meskipun sangat sulit untuk aku dapatkan. Setiap saat aku selalu bermain dengan kata-kata, kata-kata yang pernah menjadi pertanyaan bagi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun