Pernahkah kita bertanya dalam hati, "Apa sebenarnya peran Komite Sekolah di sekolah kita?" Pertanyaan ini mungkin muncul bukan tanpa alasan. Di banyak tempat, komite sekolah hanya ada sebatas nama. Namanya dicantumkan di papan struktur organisasi, tapi keberadaannya nyaris tak terasa dalam kehidupan sekolah sehari-hari. Padahal, lembaga ini memiliki potensi besar jika dijalankan sebagaimana mestinya.
Komite Sekolah seharusnya menjadi mitra strategis sekolah. Lahir dari keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 014/U/2002 yang menggantikan BP3 (Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan), komite sekolah diharapkan menjadi wadah mandiri, nonhirarkis, dan nirlaba yang dibentuk secara demokratis oleh masyarakat. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 56 ayat 3 pun dijelaskan bahwa Komite Sekolah memiliki peran penting dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan dukungan moral, tenaga, sarana, hingga pengawasan.
Namun kenyataannya, tidak sedikit komite sekolah yang 'mati suri'. Tidak aktif, tidak berkontribusi, bahkan tidak tahu apa sebenarnya tugas dan tanggung jawab mereka. Ketika sekolah butuh dukungan dalam peningkatan mutu---baik dari sisi kebijakan, anggaran, hingga komunikasi dengan masyarakat---komite seringkali absen. Akhirnya, sekolah berjalan sendiri, tanpa dukungan strategis yang seharusnya bisa mereka dapatkan dari lembaga ini.
Jika Hanya Nama, Untuk Apa Dipertahankan?
Pertanyaan kritis pun muncul: jika komite sekolah tidak berfungsi sebagaimana mestinya, untuk apa dipertahankan?
Tentu ini bukan ajakan untuk membubarkan lembaga komite secara menyeluruh, melainkan sebuah refleksi. Komite sekolah harus kembali pada ruh pembentukannya: menjadi jembatan antara sekolah dan masyarakat. Mereka seharusnya mampu menjembatani kepentingan orang tua, dunia usaha, dan lingkungan sekitar agar semua pihak bergerak bersama demi pendidikan yang lebih baik.
Komite bukan hanya panitia sumbangan. Mereka punya peran strategis sebagai:
- Pemberi pertimbangan (advisory) untuk kebijakan sekolah,
- Pendukung (supporting) baik dari sisi pemikiran, tenaga, maupun dana,
- Pengontrol (controlling) terhadap pelaksanaan program pendidikan secara transparan, dan
- Mediator (mediating) antara sekolah dengan masyarakat atau pemerintah daerah.
Jika peran-peran ini tidak dijalankan, maka keberadaan komite hanya menjadi simbol tanpa substansi.
Perlu Reposisi dan Revitalisasi
Daripada dibubarkan, solusi terbaik tentu saja adalah reposisi dan revitalisasi. Komite sekolah perlu diremajakan. Susunan pengurus harus diisi oleh orang-orang yang benar-benar peduli dan siap bekerja, bukan sekadar memenuhi formalitas. Sekolah juga perlu membuka ruang kolaborasi yang nyata, bukan hanya melibatkan komite saat ada masalah atau saat penyusunan anggaran tahunan.