Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pesan Budaya dan Pendidikan dari Jembatan Akar

2 Mei 2016   10:26 Diperbarui: 3 Mei 2016   04:16 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jembatan Akar di Kecamatan Bayang Kab. Pesisir Selatan Sumatera Barat (Foto : http://www.mongabay.co.id/)

Minggu, 1 Mei 2016 Saya merasa berkesempatan berkunjung ke Jembatan Akar, sebuah jembatan yang bersejarah dan termasuk salah satu tujuan wisata. Jembatan ini membentang sepanjang 30 meter menghubungkan Nagari Puluik-Puluik dan kampung Lubuk Siliau Kecamatan Bayang Utara. Pengalaman tersebut terasa sangat istimewa karena Saya berkunjung tepat 100 tahun usia jembatan akar tersebut. Pada dinding tembok sebelum masuk ke jembatan tertulis sejarah singkat bahwa jembatan akar dibangun tahun 1916 oleh seorang tokoh yang bernama Pakiah Sokan dengan bantuan masyarakat setempat.

jembatan-akar-5726ca0d1693734c05b36224.jpg
jembatan-akar-5726ca0d1693734c05b36224.jpg
Sejarah singkat Jembatan Akat (Foto : Dok. Pribadi)

Disebut jembatan akar karena jembatan tersebut memang tersusun dari akar dari dua pohon beringin yang berada di dua batas sungai yang berseberangan. Akar-akarnya bersatu, bergabung saling terhubung menjadi sebuah anyaman yang kokoh. Proses bersatunya akar-akar tersebut tentunya membutuhkan waktu lama.

Walau pun tersusun dari akar-akar pohon beringin yang kokoh, tetapi pada bagian kanan dan kiri jembatan tersebut terbentang kawat beton yang berfungsi sebagai penahan akar-akar sekaligus dapat digunakan untuk pegangan orang menyeberang. Di bawah jembatan mengalir sungai airnya tampak kecokelatan karena saat itu memang kondisi setelah hujan mengguyur wilayah tersebut.

Untuk mengabadikan momen langka tersebut, Saya bersama beberapa orang teman yang juga berkunjung mengabadikannya melalui foto-foto selfie. Perasaan yang pertama kali Saya rasakan ketika melihat jembatan akar adalah takjub. Akar-akar bisa tersusun dengan kokoh menjadi sebuah jembatan sehingga dapat digunakan untuk menyeberang masyarakat sampai dengan saat ini.

Jembatan akar yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan ini mungkin satu-satunya jembatan akar yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Oleh karena itu, jembatan tersebut tentunya harus dilestarikan, karena jembatan tersebut disamping diperlukan untuk kepentingan menyeberang, juga merupakan “saksi sejarah” kehidupan masyarakat setempat mulai dari masa pra kemerdekaan hingga kini. Selain itu, jembatan akar menjadi icon nagari Piliuk-Piliuk, menjadi kearifan lokal, sekaligus andalan pariwisata masyarakat di sana.

jembatan-akar3-5726ca5f5a7b61cb0458dd7e.jpg
jembatan-akar3-5726ca5f5a7b61cb0458dd7e.jpg
Penulis sedang memandangi derasnya arus sungai dari atas jembatan akar (Foto : Dok. Pribadi)

Pesan Budaya dan Pendidikan

Kami mengunjungi jembatan akar terlalu sore, sehingga waktu kunjungan pun sangat singkat. Hari hampir gelap, adzan maghrib segera berkumandang, kami pun harus segera bergegas, sehingga kami tidak dapat terlalu banyak mengeksplorasi dan mengumpulkan informasi tentang jembatan akar tersebut. Kami hanya mengandalkan informasi dari teman yang mengantarkan kami, dan mengamati lingkungan setempat. Akibatnya tidak banyak cerita yang Saya dapatkan saat itu.

Walau demikian, menjelang pulang perhatian Saya tertuju kepada prasasti atau sejarah singkat yang menempel pada dinding tembok. Pada dinding tersebut tertulis bahwa jembatan akar dibangun oleh Pakiah Sokan, seorang ulama setempat tahun 1916. Jembatan tersebut dibangun selain sebagai sarana membangun silaturahmi antara warga kampung Puluik-puluik dan kampung Lubuk Siliau yang terpisah oleh sungai, juga agar warga dan anak-anak kedua kampung tersebut dapat memperdalam ilmu agama. Dan saat ini, jembatan tersebut menjadi sarana vital untuk penyeberangan warga dua kampung tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun