Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mari Realisasikan Ujian Nasional yang Berintegritas

30 Maret 2016   06:33 Diperbarui: 5 April 2016   16:21 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kejujuran dan integritas diharapkan dijunjung tinggi dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN). (Ilustrasi: kalteng.kemenag.go.id/)"][/caption]Prestasi Penting, Jujur yang Utama
Itulah motto penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) Tahun Pelajaran 2015/2016. Pesan utama dari motto tersebut adalah mencapai prestasi adalah penting, tetapi perlu diraih dengan kejujuran, karena adalah segalanya. UN akan diselenggarakan tanggal 4 sampai dengan 6 April 2016 pada jenjang SMA/MA, 4 sampai dengan 7 April 2016 pada jenjang SMK/MAK, dan 9 sampai dengan 12 Mei 2016 untuk jenjang SMP/MTs.

Beberapa tahun yang lalu, UN menjadi horor yang dihadapi baik oleh peserta UN, sekolah, dan orangtua siswa, karena UN menjadi salah satu penentu kelulusan siswa dari satuan pendidikan. UN menjadi semacam pertaruhan harga diri guru, kepala sekolah, dan kepala daerah. UN yang pada awalnya untuk kepentingan akademik, yaitu untuk mengukur ketercapaian kompetensi siswa, bergeser menjadi kepentingan politis, yaitu menjaga citra sekolah dan citra bupati/wali kota.

Beberapa intrik dilakukan untuk memuluskan jalan agar seluruh peserta UN lulus. Antara lain, dibentuknya tim sukses,  panitia UN “main mata” dengan pengawas silang UN, mengelabui Tim Pemantau Independen (TPI), menyebarkan jawaban UN yang entah berasal dari mana, dan praktek jual beli jawaban UN dimana banyak juga peserta UN yang tertipu. Praktek yang demikian tentunya telah mencederai nilai-nilai kejujuran. Kejujuran telah digadaikan, bahkan telah dikorbankan demi mencapai ambisi. UN telah kehilangan substansinya, ternodai oleh praktik-pratik tidak terpuji.

Untuk meminimalisasi kecurangan pada saat UN, maka Kemdikbud menindaklanjutinya dengan meminta bantuan polisi, di mana polisi ikut menjaga proses pencetakan soal, pendistribusian soal, memantau ke sekolah pada saat penyelenggaraan UN, dan mengawal penyerahan dan pemeriksaan LJUN. Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan dan semakin menambah ketegangan, baik bagi penyelenggara maupun peserta UN. Selain itu, juga ada variasi dan paket-paket soal UN yang ternyata tetap tidak bisa menghilangkan kecurangan UN.

Prihatin atas masalah tersebut, maka Mendikbud Anies Baswedan memutuskan sejak Tahun Pel. 2014/2015, UN tidak lagi menjadi syarat kelulusan seorang peserta didik dari satuan pendidikan, tetapi hanya sebagai alat evaluasi bagi satuan pendidikan dan pemerintah untuk melakukan pemetaan dan meningkatkan mutu dan layanan pendidikan. Hal ini tentunya menjadi berita gembira bagi peserta UN karena mereka tidak terlalu tertekan, dan tingkat kecurangan pun relatif bisa ditekan. Walau UN tidak lagi menjadi syarat kelulusan, tetapi Mas Menteri mengharapkan agar para peserta UN belajar dengan tekun dan sungguh-sungguh dalam menghadapi UN.

Mas Menteri menekankan agar penyelenggaraan UN menjunjung tinggi kejujuran dan integritas. UN bermakna jika proses menggambarkan kejujuran. Presiden Jokowi pun berpesan bahwa kejujuran adalah nilai fundamental dalam membangun karakter bangsa. Harga diri, harkat, martabat, dan integritas seseorang terletak pada kejujurannya. Tahun 2015 Kemdikbud memberikan penghargaan kepada 503 orang kepala sekolah dengan indeks integritas UN tertinggi.

Kejujuran adalah kepercayaan, kejujuran adalah kekuataan. Kejujuran, hal yang mudah diucapkan, tapi sangat sulit untuk dilakukan. Kejujuran sudah menjadi barang sangat langka di negeri ini. Ketidakjujuran sudah mewabah di hampir setiap lapisan masyarakat. Saat ini, orang yang jujur, justru dinilai orang yang “aneh” dan “sok bersih” di tengah semakin masifnya korupsi dan berbagai penyimpangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Tahun 2012 muncul Komunitas Air Mata Guru (KAMG) di Medan, yaitu guru-guru yang diintimidasi dan diberhentikan karena membongkar praktek kecurangan UN. Sebelumnya, tahun 2011 seorang pelajar bernama Muhammad Abrary Pulungan yang dimusuhi teman-temannya karena melaporkan kecurangan UN di SD Negeri 06 Petang, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Lalu ada Alif dan ibunya Siami yang diusir warga karena melaporkan kecurangan UN di SDN Gadel 2, Tandes, Surabaya. (Kompas, 08/04/2013).

Kita sering mendengar orang jujur pasti hancur, mencari rezeki yang haram saja susah, apalagi yang halal lebih susah. Praktik korupsi, manipulasi, dan tipu-menipu telah menjadi praktek yang telah menjadi rahasia umum. Mahasiswa, guru, dosen melakukan penjiplakan (plagiarisme) Karya Tulis Ilmiah (KTI) untuk naik pangkat atau lulus kuliah. Hal tersebut perlu dikikis sedikit demi sedikit, dan salah satu upayanya adalah dengan menyelenggakan UN yang jujur dan berintegritas.

UN yang jujur dan berintegritas merupakan political will Kemdikbud yang perlu didukung oleh semua pihak terkait mulai dari tingkat pusat, daerah, hingga satuan pendidikan. Dengan UN jujur dan berintegritas, kita berharap tidak ada lagi kecurangan, dan meraih prestasi dengan cara yang jujur. Semoga...

Oleh:
IDRIS APANDI
Penulis dari Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun