Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keteladanan dari Renggo

6 Mei 2014   23:55 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:47 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Ikhlas ya Mi, Renggo sayang Mami, tapi Sy (pelaku) jangan dipenjara ya Mi, kasihan Mi”

Kalimat tersebut keluar dari mulut Renggo sebelum dirinya meninggal. Renggo adalah siswa kelas V SD di Jakarta Timur yang dianiaya hingga tewas oleh kakak kelasnya, Sy gara-gara masalah yang sepele. Renggo menjatuhkan jajanan milik pelaku. Korban sudah meminta maaf dan mengganti jajanan yang dijatuhkan terebut, tapi pelaku tetap tidak terima kemudian menganiayanya. Renggo pun akhirnya tewas setelah beberapa hari dirawat di Rumah Sakit. Pada tubuhnya terdapat memar bekas pukulan benda tumpul.

Duka mendalam dirasakan Orang tua Renggo karena anak yang mereka pelihara dan kasihi tewas dengan cara yang tragis. Renggo dianiaya kakak kelasnya di sekolah tempat dia mencari ilmu. Tempat dimana orang tuanya menyimpan harapan besar padanya. Tentunya orang tua Renggo berharap anaknya kelak menjadi anak yang berprestasi, sukses, dan bisa membahagiakan kepada kedua orang tua, tapi harapan itu pupus karena Renggo telah tiada.

Selain berduka, adalah hal yang manusiawi juga ketika keluarga Renggo marah kepada pelaku. Walau kabarnya keluarga juga sudah meminta maaf kepada keluarga Renggo. Tapi alangkah mulianya pribadi seorang Renggo, menjelang kematiannya Renggo justru berwasiat kepada kedua orang tuanya agar mereka ikhlas menerima takdir, dan jangan memenjarakan Sy, kakak kelas yang telah menganiayanya. Ketika seseorang yang telah dianiaya, biasanya tidak menerima perlakuan terhadapnya, menuntut balik, atau bahkan dendam, Renggo tidak seperti itu. Dengan kebersihan hatinya Renggo mau memaafkan pelaku dan berpesan agar pelaku tidak dipenjarakan.

Pelajaran lain juga datang dari Saroto dan Elisabeth, orang tua Ade Sara, seorang mahasiswi korban pembunuhan sadis dua orang temannya, HA dan AR. Orang tua almarhumah Ade Sara yang memaafkan kedua pelaku. Justru mereka balik meminta maaf kepada pelaku jika korban pernah melakukan suatu kesalahan kepada para pelaku.

Walau secara hukum kasus tersebut telah ditangani oleh aparat kepolisan, tapi Suroto dan Elisabeth menganggap apa yang terjadi kepada anaknya semata wayangnya tersebut sebagai musibah, takdir yang harus diterima dengan ikhlas. Ketika bertemu dengan keluarga para pelaku, mereka tampak tidak menyimpan dendam kepada meraka. Mereka tidak menuntut pelaku supaya dihukum seberat-beratnya. Mereka menyerahkan sepenuhnya kasus pembunuhan anaknya kepada aturan hukum yang berlaku.

Kekuatan Memaafkan

Renggo, Suroto, dan Elisabeth telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita yaitu keteladanan. Keteladanan untuk memaafkan kesalahan orang lain, memiliki sifat ikhlas, tidak suka dendam kepada orang lain. Ketiga sifat inilah yang saat ini justru sudah banyak hilang di kalangan masyarakat. Yang banyak muncul saat ini jusru sifat mudah tersulut emosi, melakukan tindak kekerasan untuk menyelesaikan masalah, saling dendam, memilih untuk konflik, sulit untuk berdamai.

Para pemimpin dan tokoh banyak yang tidak akur karena pernah mengalami konflik atau perbedaan visi politik. Apalagi menjelang dan setelah pemilu, banyak terjadi konflik antarelit politik. Dengan belajar kepada keteladanan Renggo, Suroto, dan Elisabeth, semoga para elit politik mau bersatu, mau melakukan rekonsilisasi, saling memaafkan, lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dibandingkan dengan kepentingan pribadi atau kelompok.

Tawuran antarpelajar, mahasiswa, bahkan antar kampung sulit dihilangkan. Tawuran tersebut seolah menjadi tradisi, sudah terjadi selama bertahun-tahun, diwariskan dari generasi ke generasi. Hal tersebut kadang disebabkan oleh hal yang sepele bahkan tidak jelas penyebabnya. Viking kelompok suporter Persib dan The Jak kelompok suporter Persija berselisih gara-gara saling ejek. Saling ejek tersebut merembet kepada saling serang hingga mengakibatkan korban tewas. Disebabkan ego masing-masing kelompok suporter, perselisihan tersebut terus berlanjut, sulit untuk didamaikan. Upaya-upaya damai yang telah beberapa kali dilakukan menemui jalan buntu. Akibatnya, kedua kelompok suporter ini dilarang datang ke stadion ketika kedua tim ini bertanding. Bahkan polisi tidak memberikan izin pertandingan kedua tim karena khawatir kedua. Baru-baru ini aparat kepolisian berupaya untuk meng-ishlah-kan kedua kelompok tersebut. Mudah-mudahan saja kedua belah pihak bisa saling mengendalikan diri, mau mengakhiri permusuhan yang selama ini terjadi, bisa bersama-sama hadir di stadion menyaksikan tim yang mereka dukung bertanding. Bisa menikmati sepak bola sebagai sebuah hiburan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun