Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Guru Berprestasi, Apa Indikatornya?

3 Juli 2015   07:56 Diperbarui: 3 Juli 2015   08:51 1052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu hari, Penulis mendapatkan inbox dari seorang teman yang profesinya seorang guru. Isi inbox tersebut adalah, dia menanyakan pendapat Penulis tentang kegiatan pemilihan Guru Berprestasi (Gupres) yang biasa dilakukan oleh pemerintah. Penulis menjawab bahwa pada dasarnya acara pemilihan Guru Berprestasi adalah hal yang baik dengan catatan bahwa guru-guru yang mengikuti acara tersebut merupakan guru-guru yang memang benar-benar layak mengikutinya dan penilainnya berjalan secara fair dan objektif.

Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk memberikan penghargaan sekaligus motivasi kepada guru untuk terus meningkatkan profesionalismenya. Mekanisme pemilihan Gupres biasanya dimulai dari seleksi pada tingkat Gugus, Kabupaten/Kota, Provinsi, hingga ke tingkat nasional.

Setiap guru tentunya berkeinginan untuk mendapat predikat sebagai Guru Berprestasi, karena hal tersebut disamping sebagai sebuah kebanggan bagi dirinya, juga mendapatkan hadiah dalam bentuk uang, diberikan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan, studi banding ke luar negeri, diberangkatkan umrah.

Seorang guru yang diajukan mengikuti Gupres biasanya adalah guru yang aktif berorganisasi, langganan menjadi peserta pelatihan di sana-sini, banyak terlibat menjadi fasilitator pada berbagai pelatihan, memiliki setumpuk sertifikat atau piagam penghargaan, dan memiliki portofolio yang tebal. Dengan kata lain, hal-hal yang ditonjolkan adalah hal-hal yang bersifat administratif.

Dalam realitanya, ajang pemilihan Gupres kadang suka diwarnai “kegaduhan” diantara sesama guru berkaitan dengan kriteria dan kelayakan seseorang diajukan menjadi peserta Gupres. Kadang di mata teman-temannya sendiri, ada guru yang ikut ajang pemilihan Gupres dinilai kurang layak mewakili sekolah dengan berbagai alasan, baik alasan yang bersifat objektif maupun objektif. Masa guru yang jarang masuk kelas ikut pemilihan Gupres? Celetuk seorang guru yang penasaran menanyakan alasan seseorang diajukan mengikuti seleksi Gupres.

Proses penilaiannya pun disamping wawancara yang waktunya relatif singkat, juga lebih menonjolkan hal-hal yang bersifat administratif, yaitu berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, penilaian hasil belajar peserta didik, dan program tindak lanjut, plus Karya Tulis Ilmiah (KTI) dan atau karya inovatif yang pernah dibuat. Sementara aktivitasnya sehari-hari dalam mengajar kurang mendapatkan penilaian secara komprehensif. Tidak ada uji petik menilai kegiatan pembelajaran riil di dalam kelas. Penilaian kompetensi spiritual dan kompetensi sosialnya pun masih kurang diperhatikan. Dengan kata lain, aspek penilaian Gurpres kurang komprehensif dan holistik karena lebih tidak menilai keseluruhan dimensi kompetensi guru, yaitu (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi kepribadian.

Sebenarnya pihak-pihak yang paling mengetahui kondisi riil seorang guru yang dicalonkan mengikuti ajang pemilihan Gupres adalah Kepala Sekolah, Guru, tenaga kependidikan, dan peserta didiknya. Oleh karena itu, penilaian utama justru harus bersumber dari mereka. Juri-juri Gupres pun kalau perlu melakukan uji petik ke lapangan atau mengundang mereka untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan calon gupres tersebut. Adalah benar ada lembar penilaian dari atasan atau rekan sejawat, tetapi kadang nilai yang diberikan kurang objektif, lebih bersifat “kekeluargaan”.

Menurut Penulis, seorang guru yang berprestasi adalah seorang guru yang mampu menjadi “rahmat” di sekolahnya. Sosok yang mampu menjadi teladan dan inspirasi bagi rekan sejawat dan anak-anak didiknya. Dia pun tidak pelit berbagi ilmu dan pengalamannya kepada rekan-rekan sejawat agar semuanya bisa maju dan berkembang. Dengan kata lain, kebermanfaatannya di sekolah benar-benar di rasakan. Jangan sampai dia banyak terlibat pada kegiatan-kegiatan di luar, sementara tugas pokoknya mengajar di kelas ditinggalkan atau terabaikan alias cul dog-dog tinggal igel (Peribahasa Sunda, artinya waktu mengerjakan tugas pokok banyak tersita oleh pekerjaan yang bukan tugas pokok).

Pemilhan Gupres jangan hanya menjadi ajang gagah-gagahan dan menciptakan kelas-kelas sosial guru, tetapi memang benar-benar menjadi ajang untuk memberikan apresiasi dan penghargaan kepada guru yang benar-benar layak, jangan sampai menjadi cibiran di kalangan guru sendiri. Beban psikologis sebagai guru berprestasi itu berat, karena disamping harus memiliki kompetensi di atas guru-guru yang lain, juga harus mampu memberikan keteladanan, dan mampu membuktikannya melalui kinerja nyata dalam mengajar di kelas.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun