Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Literasi untuk Kesejahteraan Masyarakat

1 April 2021   00:19 Diperbarui: 1 April 2021   00:25 1230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Membaca selama ini diidentikkan dengan aktivitas kaum akademisi, kaum intelektual, pelajar, dan mahasiswa. Oleh karena itu, aktivitas membaca terkesan menjadi sebuah aktivitas yang "ekslusif". Padahal, membaca adalah kewajiban setiap manusia dengan tidak mempersoalkan apa pun latar belakangnya. Tetapi nampaknya hal tersebut masih jauh dari harapan jika memperhatikan masih rendahnya minat baca masyarakat. 

Perlu strategi yang jitu dan efektif untuk semakin meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membaca. Pemerintah dan para pegiat literasi sudah mengampanyekan membaca melalui berbagai program dan kegiatan, tetapi memang hasilnya belum optimal. Kegiatan membaca belum benar-benar membumi di tengah-tengah masyarakat.

Negara-negara yang ekonominya maju penduduknya rata-rata gemar membaca. Tahun 2018 World Economic Forum merilis data 12 kota di dunia yang memiliki jumlah peminjam buku di perpustakaan paling tinggi.

Data ini dikumpulkan oleh World Cities Culture Forum. Ke-12 kota tersebut antara lain: (1) Tokyo, Jepang. Setiap tahunnya, 111,9 juta buku di perpustakaan Tokyo dipinjam oleh penduduk padahal penduduknya hanya 14,1 juta jiwa.  (2) Shanghai, China. Setiap tahunnya, 86.2 juta buku di perpustakaan Shanghai dipinjam oleh penduduk. Perpustakaan tersebut meraih predikat sebagai perpustakaan tertinggi d dunia, tingginya mencapai 106 meter.

(3) New York, Amerika Serikat. Setiap tahunnya, 56.3 juta buku di perpustakaan New York dipinjam oleh penduduk. (4) Hongkong. Sebanyak 49,8 juta buku di perpustakaan Hongkong dipinjam oleh penduduk. (5) Los Angeles, Amerika Serikat. Setiap tahunnya, 44,2 juta buku di perpustakaan Los Angeles telah dipinjam oleh penduduk.

(6) Singapura. Sebanyak 33 juta buku di berbagai perpustakaan berhasil dipinjam oleh penduduk setiap tahunnya. Padahal penduduk kota Singapura hanya 3,5 juta jiwa. Artinya, hampir setiap orang meminjam 10 buku per tahunnya. (7) Moskow, Rusia. Di kota ini 30,3 juta buku setiap tahunnya dipinjam oleh penduduk setempat. (8) Toronto, Kanada. Setiap tahun 30,2 juta buku dipinjam oleh penduduk.

(9) Melbourne, Australia. Setiap tahunnya 29,1 juta buku dipinjam oleh penduduk setempat. (10) Paris, Perancis. setiap tahunnya terdapat 28,3 juta buku yang dipinjam oleh penduduk setempat. (11) Seoul, Korea Selatan. Terdapat 26 juta buku setiap tahun yang dipinjam penduduk Seoul dari berbagai perpustakaan. (12) London, Inggris. Setiap tahunnya sebanyak 25,8 juta buku dipinjam oleh penduduk setempat.

Bagaimana dengan Indonesia? Silakan para pegiat dan pemerhati literasi mengamati perpustakaan-perpustakaan yang ada di sekitar tempat tinggal masing-masing, perpustakaan desa/kelurahan, perpustakaan kantor, atau perpustakaan yang ada di fasilitas publik. Bagaimana situasinya? Apakah ramai dengan orang yang membaca atau meminjam buku? Lebih ramai mana dibandingkan dengan tempat-tempat keramaian lainnya yang fokusnya untuk hiburan dan kesenangan?

Sebenarnya sudah banyak perpustakaan yang ditata dengan baik, nyaman, dan memiliki koleksi buku yang sangat banyak, tetapi belum mampu menarik atau belum mampu meningkatkan minat baca masyarakat. Mengapa demikian? Menurut saya, karena seperti yang saya sampaikan di atas bahwa membaca merupakan aktivitas yang masih dianggap "ekslusif". Hanya kelompok tertentu saja yang wajib membaca, sedangkan bagi masyarakat umum kurang penting bahkan dianggap buang-buang waktu.

Selain itu, budaya lisan atau budaya bicara masih lebih dominan dibandingkan dengan budaya baca. Ada orang yang pandai bicara tapi hal yang disampaikannya kurang atau bahkan tidak bermutu. Mengapa? Karena dia tidak mau atau tidak rajin membaca. Dia tidak mengakses informasi terbaru. 

Model orang seperti ini justru berpotensi menyebarkan hoaks karena dia kalaupun membaca tetapi tidak membaca secara kritis terhadap sebuah informasi. Faktor media khususnya hiburan yang ditampilkan di TV dan gawai berdampak terhadap masih rendahnya minat baca masyarakat karena lebih menarik acara TV dan memainkan gawai dibandingkan dengan membaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun