Mohon tunggu...
Mh Firdaus
Mh Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis dan Traveller amatir. klick: www.nyambi-traveller.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Ramadan di Port Elliot, Australia Selatan

8 Juni 2018   17:41 Diperbarui: 8 Juni 2018   21:15 2512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Batu-batu menjadi bagian tak terpisah dari pantai

Kini sudah tanggal 25 Mei 2018. Artinya bulan Ramadhan berlalu 10 hari kujalani di bumi Kangguru Selatan. Ramadhan di Australia, kini beriringan dengan kehadiran awal musim dingin. 

Di setiap pagi, suhu dingin berangsur turun meski perlahan. Bila malam menjelang, suhunya merendah drastis, hingga 8 derajat celsius. Pernah satu kali, saya berdiri di teras apartemen untuk melihat kondisi, ternyata kaki bagai menginjak balok es. Dingin. 

Mak cess.. Jemari tanganku membeku dan mengkerut tanpa kusadari. Malam pun sepi. Sunyi bagai tak berpenduduk. Kota Adeladie laksana kota "mati", bila malam menjelang. Sesekali bila suhu tak begitu dingin, dan itu pas Jum'at malam, warga berhamburan di kota. Kafe, restaurant, dan kedai makanan yang berjejer di "central market" dipenuhi warga kota sehabis kerja. Riuh tawa dan senyum warga memenuhi pojok-pojok kota. Malam pun berseri....

Balik ke suasana awal musim dingin. Karena akan memasuki musim dingin, badan pun tidak gampang lelah. Tidak mudah pula hausan. Ramadhan di sini mengasyikkkan, meski tidak terasa "aura" puasanya -- seperti di Indonesia. Tak ada suara adzan. Suara ramai anak-anak dgn berbagai tabuhan untuk membangunkan saur. Pun Sholawat sebelum adzan subuh. 

Semua tidak berubah. Aktiftas berjalan seperti biasa. Hanya ada tulisan "Happy Ramadhan", digantung di salah satu supermarket. Kita lah yang berpuasa menyesuaikan situasi. Siklus sahur dan buka menyesuaikan. Imsak biasanya pukul 05.30 dan Shubuh jatuh jam 05.40 (atau sepuluh menit kemudian). 

Lumayan, ada diskon waktu dibanding Indonesia. (hi..hi...). Rasa lapar tetap kami rasakan sesekali. Apalagi sebagai mahasiswa yang kuliah setiap hari. Bila materi kuliah membutuhkan energy berfikir kuat, rasa nyeri perut di jam 12.00 AM, terkadang sulit dibendung. Lama-kelamaan badan ini beradaptasi dengan situasi. Alhamdulillah...

Sabtu dan Minggu bagi warga Adelaide, Australia Selatan, menjelang musim "winter", menurunkan derajat suasana "weekend" di banding musim lainnya. Lokasi wisata dan objek indah -- yang biasanya ramai -- kini memudar. Antusiasme pengunjung berkurang. Tidak seramai biasanya. Itulah yang saya alami kala menghabiskan weekend Ramadhan kali ini di Port Elliot. Apa itu Port Elliot ???

Port Elliot merupakan kota kecil di Australia Selatan. Ia berposisi di teluk Horseshoe yang teduh. Yaitu teluk kecil dari bagian teluk Encounter (cek di Wikipedia). Jumlah penduduknya hanya 1.754. 

Dalam sejarahnya teluk Horseshoe yang berada di kota ini diproklmasikan sebagai pelabuhan pada tahun 1851 yang kemudian Charles Elliot sebagai Gevenor Bermuda yang merupakan teman dekat Sir Henry Young, Gubernur Australia Selatan, menamakan pelabuhan itu menjadi "Port Elliot" pada tahun 1852. Intinya tempat ini pelabuhan yang menyimpan sejarah panjang Australia Selatan. 

Karena penuh sajarah dan tenang, serta keindahan pantainya, Port Elliot dipenuhi beberapa hotel dan penginapan. Menurut informasi wisata, tempat ini menjadi salah satu tempat favorit penduduk SA (south Australia) untuk menghabiskan liburan akhir pekannya. Saya pun berkesempatan menghabiskan salah satu libur akhir pecan disana, meski di bulan Ramadhan.

Berangkat jum'at, 25 Mei 2018, saya pergi ke daerah Goolwa untuk sebuah acara. Di sini, saya membeli berbagai makanan persiapan buka puasa di Port Elliot. Pusat grosir Woolword berdiri megah tak jauh dari halte bus. 

Secukupnya saya membeli bahan makanan seperti; roti, telur, buah, dsb. Goolwa berjarak hampir 60 an kilo dari kota Adelaide. Karen jauh, maka kartu metro card -- kartu bus kota -- tak berlaku. Beberapa menit bus datang. Kami bertanya kepada sopir arah tujuan ke Port Elliot dan harganya. Ia berujar bahwa tiket bus berharga 3 $ ausi dengan discount (karena kami pelajar).  Dengan ramah, sopir menunjukan pemberhentian bus di Port Elliot.

Port Elliot Beach House, itulah tempat kami menginap di sana. Dari pemberhentian bus, ada sekitar 300 meter dengan kaki. Begitu masuk di kawasan wisata dermaga, aroma wisata terasa. 

Deretan kafe, restaurant dan berbagai toko peralatan bahan dapur (sayuran, buah-buahan) serta "second hand shope" (toko barang second) berjejer ke arah pantai. Meski udara panas, namun angin musim dingin "membekukan" badan. Jaket yang dari tadi aku pegang segera kukenakan. Jam di hp telah menunjukan pukul 17.00 sore. Waktu buka puasa yang kali ini jam 17.25, sebentar lagi tiba.

Vila dan hotel memandang tenggelamnya matahari
Vila dan hotel memandang tenggelamnya matahari
Kira-kiran 10 menit berjalan, penginapan sudah didepan mata. Udara pantai sore hari terasa. Terlihat bagungan tua (yang dilindungi pemeritah) megah berdiri di beberapa pojok. Sisa-sasa peninggalan sebagai bangunan pelabuhan perang masih terlihat. 

Panorama pantai dari jauh di depan penginapan seolah-olah memanggilku. Indah sekali pendandangan sore itu. Maghrib segera menjemput. Waktu buka segera tiba. Hasratku untuk berjalan menikmati sore itu kutangguhkan. Angin dingin sore menyengat tubuhku.

Setelah masuk penginapan dan memasukan perlengkapan ke kamar, aku berbuka puasa di ruang makan. Penginapan ini simple. Namun autentik dan hangat. Penginapan ini cocok bagi backpeker. Terdapat rak-rak bagi pengunjung yang dikasih nama. Ada juga makanan bagi backpacker. Gratis. Ruang makan menyatu sehingga membuat penginap bisa saling tukar komunikasi. 

Ada tipe kamar berbagi dimana satu ruang berisi 3 ranjang bertingkat alias 6 orang. Di ruang tengah yang merangkap ruang makan terdapat meja kerja, perpustakaan kecil, aneka permainan, serta penghangat dengan kursi dan sofa melingkarinya. 

Selesai makan, piring, gelas, dan peralatan makanan lainnya harus dicuci sendiri penginap hingga bersih. Cctv menempel di sejumlah pojok tembok. Pengunjung yang malas tidak mencuci peralatan makannya akan ketahuan...ha...ha...

Udara dan angin malam itu dingin sekali. Remang-remang dari kaca jendela penginapan, kesunyian pantai terlihat. Makan malam di ruang makan ramai. Semua pengunjung hotel keluar dan hadir di ruang tengah. 

Beberapanya mendekat alat penghangat. Ada gitar sebagai pengantar lagu telah dimainkan seseorang pengunjung. Teman di sampingnya mendendangkan lagu sebisanya. Kelompok pengunjung lain bermain scramble, kartu remi, ular tangga, dsb. Di pojok lainnya, beberapa orang bercakap-cakap tentang berbagai hal termasuk situasi negaranya masing-masing. 

Warga Indonesia, Vietnam, Australia dan lainnya yang menginap hotel berkumpul malam itu di ruang tengah. Hotel mungil ini terasa hangat nan bersahaja. Tak terasa jam menunjukan 10.30 malam. Rasa kantuk pelan-pelan menyergap mataku. Perjalanan kaki selama seharian melelahkan kaki dan badan. Satu persatu pengunjung hotel mundur ke kamar masing-masing untuk beristirahat.    

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Pagi menjelang. Matahari terbit terlihat malu-malu di ujung barat. Angin musim winter menghalangi perlahan. Sunrise (kemunculan) nya pun tertimpa kabut di beberapa sinarnya. Bersama teman penginapan yang berasal dari Indonesia, saya berjalan di sekitar pantai. Satu kata. Indah. Menankjubkan. Meski pantai tidak bergitu ramai -- karena musim dingin -- beberapa warga ausi asyik berjogging. 

Berbagai batuan -- kecil dan besar -- menghiasi tepi pantai. Kekar dan megah. Beberapa batu kecil berdiri di sampingnya. Panorama yang indah sepertinya cocok untuk foto pre-wedding. Ha..ha.... Bila berdiri di batu besar di samping pantai, dan melihat ke tengah laut, serasa kita berdiri di alam bebas dengan pemandangan luas. Alahkah luas dan indah bumi ini....

Di tengah semilir angin laut yang tidak pernah menyusut dinginnya, aku menggerak-gerakan kaki. Biar tidak kaku. Bangku-bangku cantik berjejer di tepi pantai. Pengunjung pasti nyaman bila menudukinya sambil melihat keluasan laut. 

Uniknya, pantai ini memiliki bukit pinggir pantai yang curam ke arahnya. Laksana bukit batu landai ke pantai. Sehingga akan terasa indah bila duduk dikursi yang terletak seperti di lereng antara bukit dan pantai. Asyiiik sekali. Melihat matahari terbit dan berbagai burung-burung terbang, seperti kita sedang memandang lukisan pemandangan indah di kanvas nyata.

Pelan-pelan aku menyusuri pantai. Di sela-sela berbatuan itu, aku berhenti sebentar. Terlihat anjing laut atau lumba-lumba timbul tenggelam di laut. Ia sedang berenang dan menari. 

Bila beruntung kata penduduk setempat, kita bisa melihat binatang itu di laut Australia. Beberapa pantai Australia terkenal dengan lumba-lumba dan anjing laut. Pagi itu saya beruntung. Menyaksikan binatang laut beratraksi bersama kawan-kawannya.

Binatang laut menari di pagi yang gerimis
Binatang laut menari di pagi yang gerimis
Banyak spot pemandangan indah sepanjang pantai. Vila, hotel dan penginapan berdiri di lereng, dan depan pantai. Bersih pantainya. Areal sekitarnya juga asri. Di sudut lain, saya melihat lapangan tenis dan mini golf serta mungkin footsal persis di tepi pantai. 

Ada juga kafe yang menyediakan menu breakfast mejeng disampingnya dengan pemandangan laut. Burung-burung laut yang indah bebas terbang di sampingaku. Di sudut lain, aneka pohon dan tumbuhan hijau menyemut di lereng. Panorama yang fantastik.

Dengan emandangan seperti itu, saya teringat panorama pantai kota Luwuk, kab. Banggai Kepaulaian, Sulawesi Tengah. Di sana menurutku tak kalah menariknya. Bahkan pantainya jernih sekali. Kalau urusan jernih, pantai di Port Elliot kalah jauh dengan Luwuk. Sayang, pemberian dari Mahakuasa belum dikelola baik dan nyaman. Pengelolaan pantai dan arena sekitar Luwuk kalau jauh dari Port Elliot. 

Dalam lamunanku, muncul gumanaku, "Kapan ya.. pemerintah daerah dan nasional Indonesia serta swasta mengelola pantai indahnya dengan menyegarkan dan rapi serta nyaman bagi warga?".

 Tanpa sadar, rintik hujan turun. Awalnya saya asyik memandangi panorama sekitar pantai dan laut yang tenang. Seolah kakiku sulit diajak beranjak darinya. Namun lama-lama rintik hujan makin terasa. 

Dengan berat hati, saya bergegas menuju ke penginapan. Angin musim dingin merangsek badan kembali. Pelan-pelan membekukan badan. Sesampai di hotel, tak terasa jam menunjukkan pukul 12.00 siang. Rasa haus dan lapar bulan Ramadhan terasa absen hari itu. Ahamadulillah... Selamat berpuasa...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun