Mohon tunggu...
Mh Firdaus
Mh Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis dan Traveler amatir. Menggali pengetahuan dari pengalaman terus membaginya agar bermanfaat bagi banyak khalayak..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bau Anyir di Kaki Rinjani

13 Agustus 2015   12:01 Diperbarui: 13 Agustus 2015   12:01 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Susana jalan selain diramaikan sepeda motor dan kaki anak sekolah, kereta berkuda atau dokar juga berseliweran. Dokar masih menjadi salah satu transportasi tradisional yang masih eksis di sana. Lombok memang terkenal dengan kekuatan binatang kudanya. Kendaraan dokar berjejer di depan pasar di seberang masjid. Pengunjung yang kebanyakan kaum ibu di pasar tradisonal menjadi pelanggan favorit dokar.

[caption caption="Pasar rakyat menjadi nadi kelurahan Pancor"]

[/caption]

Tiba-tiba pikiranku melayang dan berujar dalam hati bahwa pasar tradisonal biasanya tempat mangkalnya sejumlah penjual sarapan pagi dan aneka jajanan. Aku bergegas semangat menuju pasar tradisional. Namun sesampai disana, saya tidak mendapatkan penjual makanan di realnya. Yang ada hanya dokar dan aneka pejual sayur serta makanan tradisional lainnya. Mereka menjual makanan untuk di bawah pulang pembelinya. Warung yang mangkal dan menyediakan aneka sarapan tidak tersedia. Mungkin, selama ini tidak ada pelanggan yang membeli dan makan di tempat.

Kekesanalanku pagi itu tidak hanya tidak mendapat sarapan pagi, namun juga mencium bau anyir. Pelan-pelan aku susuri asal bau berawal. Ternyata bau itu berasal dari hembusan angin bau sampah yang berserakan di banyak tepi jalan raya. Pagi itu, sampah-sampah berserakan di samping jalan raya. Tidak ada tempat atau bak sampah yang menampung rimbunannya. “Madi” atau air sampah yang biasa menghiasinya, berceceran di mana-mana. Secara otomatis tanganku menutup hidung dari bau tak sedap itu. Penumpukan sampah ternyata berada di banyak tempat. Penduduk kota itu juga sudah terbiasa membuang sampah di samping jalan. Mereka beranggapan bahwa akan datang truk pengangkut sampah beberapa jam kemudian. Menurut penuturan salah sorang penduduk kota, pemerintah daerah akan mengerahkan mobil truk sampah setiap pagi guna mengangkut sampah tersebut. Namun yang jadi pertanyaan, kenapa tidak ada bak sampah yang menampung tumpukan sampah sebelum diangkut ke truk? Karena tumpukan sampah yang diletakan begitu saja tanpa tempat, air madi dan baunya menyebar ke segala penjuru. Bau kota pun tak sedap. Apakah memang bau anyir pagi hari kota tersebut menjadi wajah aslinya ? aku tak tahu.

[caption caption="Sampah menumpuk di pinggiran jalan tanpa bak sampah"]

[/caption]

Dengan terpaksa, akhirnya aku pulang ke penginapan setelah beberapa jam menyusuri kota kecil di Lotim. Kota Pancur ini memang tidak terlalu jauh dari terminal yang bisa membawa ke arah kec ”Sembalun”. Daerah dimana kaki gunung Rinjani berada. Udara pagi yang segar dan dingin dari Rinjani sudah terasa di badanku. Samar-samar kemegahan gunung Rinjani juga terlihat jelas dari Pancor, kec. Selong, Lombok Timur. Suatu saat, aku berjanji bila datang kembali ke Lombok Timur, maka Sembalun menjadi singgahan berikutnya. Meski, angin Rinjani sudah kudapat walau di Pancor, Selong, Lombok Timur. Itupun diganggu dengan bau anyir sampah pagi hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun