Mohon tunggu...
Idik Saeful Bahri
Idik Saeful Bahri Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang rakyat yang selalu menggugat

Saya merupakan lulusan Fakultas Hukum, S1 ditempuh di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sementara S2 dituntaskan di UGM Yogyakarta. Jadi, percayalah dalam masalah hukum, saya siap bertanggung jawab untuk setiap tulisan saya. Adapun tulisan saya diluar hukum, anggap saja hiburan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Singkat Mengapa Islam Bisa Terjadi Perpecahan

1 Februari 2020   14:06 Diperbarui: 16 Juni 2021   11:26 16084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejarah Singkat Mengapa Islam Bisa Terjadi Perpecahan. | freepik

Masalah politik merupakan sumber perpecahan umat Islam yang terbesar, sehingga Al-Syahrastani (wafat th. 548 H) dalam bukunya Al-Milal wa al-Nihal mengatakan: wa azhamu khilafin bayna al-ummah khilafu al-immah, iz ma sulla sayfun fi al-Islam ala qaidah diniyyah misla ma sulla ala al-immah fi kulli zaman. ( Dan perselisihan terbesar di antara umat adalah perselisihan mengenai imamah (kepemimpinan), kerana tidak pernah pedang dihunus dalam Islam dengan alasan agama sebagaimana (sesering) dihunus karena imamah pada setiap zaman).

Masalah imamah adalah masalah politik, masalah menentukan siapa yang akan memimpin umat. Walaupun sebenarnya perselisihan mengenai imamah itu sudah bermula sejak Rasulullah s.a.w. wafat, terutama antara golongan Muhajirin dan golongan Anshar, tetapi ianya dapat diselesaikan dengan damai, iaitu dengan mengangkat  Abu Bakar menjadi khalifah. Sejak terbunuhnya Usman bin Affan (tahun 35 H) sehingga ke hari ini umat Islam tidak lagi memiliki pemimpin yang diakui oleh semua pihak.

Setiap kelompok mempunyai pemimpinnya tersendiri dan tidak mengakui pemimpin dari kelompok lain. Terbunuhnya Usman itu sendiri sebenarnya disebabkan oleh masalah politik juga. Kelompok pemberontak yang tidak senang dengan  para gabenor yang diangkat oleh Usman dan kebijaksanaannya menuntut agar khalifah ketiga itu meletakkan jawatan, tetapi Usman enggan melakukannya. Keengganan Usman melakukan tuntutan kelompok tersebut membuat mereka marah dan akhirnya Usman terbunuh di rumah ketika sedang membaca Al-Qur`an.

Kematian Usman menjadi titik tolak bagi perpecahan umat Islam. Al-Baghdadi (wafat th. 429 H) dalam bukunya  Al-Farq bayna al Firaq mengatakan: Tsumma ikhtalafu bada qatlihi fi qotilihi wa khozilihi ikhtilafan baqiyan ila yawmina hadza . (Kemudian mereka (para shahabat) berselisih setelah terbunuhnya (Usman) dalam masalah orang-orang yang telah membunuhnya dan orang-orang yang membiarkannya terbunuh, perselisihan yang kekal (berbekas) sampai hari (zaman) kita ini).

Baca juga: Sejarah Peradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah

Perang saudara pun mulai bersemangat.  Perang pertama yang terjadi adalah perang unta (perang jamal) tahun 36H. Antara kelompok yang dipimpin oleh Aisyah r.a, isteri Rasul saw,  yang menuntut bela atas kematian Usman, dengan kelompok Ali bin Abi Talib yang diangkat menjadi khalifah sesudah Usman. 


Kelompok pemberontak setelah membunuh Usman bergabung dengan Ali, itulah sebabnya kelompok Aisyah dan kelompok Muawiyah bin Abi Sufyan menuntut agar Ali menegakkan hukum terhadap mereka. Tetapi Ali tidak dapat melaksanakan tuntutan itu. Hal ini menyebabkan krisis politik yang berpanjangan.

Masalah politik merupakan punca yang disebut dengan al-Fitnah al-Kubra (bencana besar) di kalangan umat Islam. Umat Islam berpecah kepada tiga kelompok:

Pertama: kelompok Ali, kedua: kelompok Muawiyah, dan ketiga: kelompok moderat/neutral yang tidak memihak kepada salah satu dari dua kelompok tersebut.  Dua kelompok pertama memiliki pengikut yang banyak, sedangkan kelompok moderat kerana tidak ikut campur dalam masalah politik maka jumlahnya tidak diketahui, tetapi kelompok ini merupakan majoriti umat, di antara para sahabat yang bergabung di dalam kelompok moderat ini adalah: Abdullah bin Umar (Ibnu Umar), Saad bin Malik, Saad bin Abi Waqqas, Muhammad bin Maslamah, Usamah bin Zaid, dan lain-lain.

Pertentangan antara kelompok Muawiyah dan Ali semakin meruncing dan membawa kepada terjadinya perang Siffin. Setelah kelompok Muawiyah hampir kalah, mereka mengajak untuk bertahkim (arbitrate) bagi menyelesaikan konflik yang terjadi. Perundingan (tahkim) dilaksanakan di Daumatul Jandal pada bulan Ramadhan tahun 37 H. 

Kelompok Muawiyah diwakili oleh Amru bin Ash (wafat th.43 H) dan kelompok Ali diwakili oleh Abu Musa Al-Asy'ari (wafat th. 44 H). Kedua-duanya  bertindak sebagai hakim dari kelompok masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun