Mohon tunggu...
UNZURNA
UNZURNA Mohon Tunggu... Konsultan - Hamba Allah

Tentang Apapun Yang Sedang Kamu Perjuangkan Saat Ini, Semoga Allah SWT Memudahkan dan Melancarkan Usahamu Untuk Mencapainya. Amin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Habis Gelap Terbitlah Terang Pengelolaan Keuangan Haji

28 Juli 2017   19:01 Diperbarui: 28 Juli 2017   19:30 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada tahun 2014, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan Kementerian Agama (Kemenag) agar melakukan pembenahan sistem terkait penggelolaan keuangan haji, dan bersama itu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menilai pengelolaan keuangan haji tidak transparan dan ada beberapa transaksi yang tidak wajar (Kompas, 03 Januari 2013). Kemudian pada tahun 2014, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat melakukan pembenahan praktik buram pengelolaan keuangan haji dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor: 34 Tahun 2014 pada tanggal 17 Oktober 2014, dengan maksud agar pengelolaan keuangan haji kedepan dapat dilaksanakan secara efektif, efesien, transparan, dan akuntabel.

Tonggak Perubahan

Maka sejak berlakunya Undang-Undang Nomor: 34 Tahun 2014, pengelolaan keuangan haji sudah tidak lagi dikelola oleh Kemenag melainkan oleh Dewan Pengawas dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Namun, Pemerintah saat itu lupa menetapkan anggota Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana BPKH. Lalu, dua tahun kemudian atau tepatnya pada tanggal tanggal 26 Juli 2017, Pemerintah barulah menetapkan anggota Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana BPKH (Kompas, 27 Juli 2017). Dengan telah dibentuknya anggota Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana BPKH tersebut, Pemerintah berharap pelaksanaan pengelolaan keuangan haji dapat dikelola dengan baik untuk mengatasi praktik buram yang pernah terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia.

Namun dalam waktu bersamaan, Pemerintah menyampaikan pula kalau dana haji dapat dimanfaatkan untuk investasi infrastruktur misalnya jalan tol dan pelabuhan, dari keuntungannya dapat digunakan untuk mensubsidi ongkos dan biaya haji sehingga lebih terjangkau oleh masyarakat. Jika ditelisik gagasan Pemerintah tersebut, maka penetapan anggota Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana BPKH tersebut disyarati dengan nuansa politik yang mau tidak mau anggota Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana BPKH mempertimbangkan jenis investasi yang digagas oleh Pemeritah.

Pro dan Kontra

Jenis investasi infrastruktur dimaksud merupakan tindak lanjut Pemerintah untuk mencari pembiayaan pembangunan infrastruktur dari sumber lain yang sebelumnya diperoleh melalui perolehan pajak dan uang tebusan dari kebijakan politik tax amnesty, dan sekarang mendekatkan pada pengelolaan keuangan haji. Tentunya ini akan menjadi pekerjaan rumah bagi anggota Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana BPKH, sebab anggota Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana BPKH berwenang menempatkan dan menginvestasikan keuangan haji. Pertanyaan, apakah jenis investasi yang digagas Pemerintah kepada anggota Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana BPKH dapat sesuai menurut hukum yang berlaku?

Jawaban sederhana atas pertanyaan mungkin tidak, karena dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor: 34 Tahun 2014 setidaknya menyebutkan pengelolaan keuangan haji dilakukan dalam bentuk investasi yang nilai manfaatnya digunakan untuk kemaslahatan umat Islam, sedangkan pembangunan jalan tol atau pelabuhan dapat bermanfaat pula untuk non muslim di Indonesia.

Frase kemaslahatan umat Islam akan menjadi pedoman oleh anggota Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana BPKH dalam melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut. Namun jawaban sederhana tersebut bisa saja berubah menjadi dinamis jika hal itu dipahami secara universal, karena Islam sesungguhnya adalah agama rahmatan lil'alamin yang membawa kesejahteraan negara Indonesia. Sehingga jenis investasi yang ditawarkan Pemerintah dimaksud dapat pula ditafsirkan untuk kemaslahatan umat Islam yang memberikan berkah dalam pembangunan Indonesia.

Hal tersebut dapat ditafsirkan demikian, karena keuntungan investasi di infrastruktur dapat digunakan untuk mensubsidi ongkos dan biaya haji, sehingga biaya haji dapat mudah dijangkau oleh umat Islam Indonesia tanpa mengenyampingkan pembangunan Indonesia. Gagasan Pemerintah tersebut tentunya sangat masuk akal, mengingat kegagalan kemenag sebelumnya dalam mengelola imbal hasil dari manfaat pengelolaan keuangan haji.

Namun, mempelajari peluang dimaksud, patut pula dipertimbangkan mengenai manajemen resikonya. Sebab, beban yang akan dipikul para anggota Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana BPKH tidaklah mudah, karena para anggota Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana BPKH bertanggungjawab secara tanggung renteng terhadap kerugian yang terjadi akibat kesalahan dan/atau kelalaian dalam pengelolaan keuangan haji.

Tetap Menegakan Prinsip Kehati-Hatian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun