Mohon tunggu...
idaayuanggun
idaayuanggun Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pura dan Toleransi

25 April 2023   13:42 Diperbarui: 25 April 2023   13:46 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama: IDA AYU GEDE ANGGUN SAWITRI
NPM:  6052201152
Kelas:  KC

Tema: TOLERANSI

PURA DAN TOLERANSI
Oleh: Ida Ayu Gede Anggun Sawitri

PURA DAN TOLERANSI

Pura adalah istilah bagi tempat Suci atau tempat beribadah bagi Umat Hindu di Indonesia, Pura terdapat banya di Bali, dan bali merupakan daerah pariwisata yang terkenal bukan hanya di Indonesia tetapi juga Mancanegara.Pura adalah salahsatu dayatarik bagi turis atau pelancong entah dari dalam negeri ataupun luar negeri, dengan demikian terkadang banyak sekali hal yang harusnya di larang untuk di lakukan di dalam pura, tetapi malah di langgar karena nilai pariwisatanya dan meninggalkan nilai Sakral dan Suci dari pura tersebut, serta melanggar nilai Norma kesopanan. Hal ini terkadang bukan dilakukan hanya oleh pengunjung Luar negeri tetepai juga di lakukan oleh pengunjung dalam negeri, dimana seharusnya sesama masyarakat dalam negeri lebih memahami nilai yang tertanam di dalam negerinya.

Sila yang berkaitan dengan Pura ini adalah Ke Tuhanan yang Maha Esa ini merupakan bunyi Sila-1 Pancaila. Salah satu pelanggaran yang sering terjadi adalah etik berpakaian kedalam pura yang masih sering kurang di perhatikan, seperti berpakaian yang kurang sopan bercelana pendek dan sebagainya, serta salahsatu yang di lakukan oleh wisatawan luar negeri yang amat sangat tercela adalah dimana seorang wisatawan Asing menduduki salah satu pelinggih yang di sebut dengan Padmasana . Ada juga permasalahan mengenai penolakan adanya pura di Bekasi.   Contoh hal-hal tersebut yang membuat melemahnya atau kurangnya kesadaran Masyarakat bahwa toleransi itu penting, dan juga fakta bahwa Pura memang berada di Bali tapi Bali merupakan salah satu bagian dari negeri ini Indonesia, sehingga kewajiban menjaga bukan hanya Masyarakat Bali tapi juga Masyarakat Indonesia.

Toleransi menjadi nilai yang paling penting untuk tertanam di dalam diri manusia, menyadari akan adanya keberagaman di negeri ini, baik agama, ras, suku, dan Bahasa serta budaya yang ada di Indonesia, dengan menanamkan nialai sila pertama Pancasila yaitu "Ketuhanan yang Maha Esa", adalah salah satu tindakan atau wujudnyata dari toleransi antar warga negara mengenai keberagaman kepercayaan atau agama yang ada di Indonesia. Menghargai dan melaksanakan peraturan-peraturan yang ada dan di terapkan masyarakat mengenai pura adalah salah satu hal penting yang harus di lakukan masyarakat Indonesia.

PURA DAN TOLERANSI
Wisatawan mancanegara (wisman) yang datang langsung ke Provinsi Bali pada bulan Desember 2022 tercatat sebanyak 377.276 kunjungan, naik 31,27 persen dibandingkan periode bulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 287.398 kunjungan.Bila di gabungkan jumlah wisatawan baik local maupun mancnegara yang datang kebali pada tahun  2022 hampir mencapai 10 juta orang, salah satu daya tarik dari bali selain budaya dan pantainya adalah Pura . Pura Besakih adalah pura terbesar di bali, selain dengan fungsi sebagai tempat beribadah Pura Besakih juga menjadi salah satu destinasi wisata, yang bukan hanya menarik wisatawan asing tapi juga wisatawan local. Jumlah wisatawan yang mengunjungi pura Besakih juga meningkat setiap tahunnya, jumlah pengunjung di pura besakih sempat mengalami penurunan yang derastis pada masa Covid-19 tetapi sekarang mengalami kenaikan jumlah pengunjung kembali, dilansir dari Tribun Bali  jumlah pengunjung pura Besakih meningkat semenjak tahun 2022 yang saat masa Pandemi hampir tidak ada pengunjung tetapi meningkat menjadi 560 orang pada agustus, walau tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya yang mencapai angka ribuan, tetapi ini juga merupakan angka yang cukup baik. Bukan hanya pura Besakih yang merupakan pura tetapi juga memiliki nilai destinasi Wisata bagi para pelacong, ada juga Pura Uluwatu, Tanah Lot dan masih banyak lagi, tetapi dengan memiliki nilai destinasi Wisata, terkadang juga menyebabkan nilai kesucian dan sakral dari pura ini mengalami penurunan. Hal tersebut dapat dilihat dari aturan-aturan kesopanan atau aturan-aturan lain yang di terapkan untuk pura tidak di laksanakan dan terealisasikan dengan baik karena adanya wisatawan luar yang mengunjungi pura tersebut dengan alasan  wisata tetapi tidak mematuhi aturan- aturan yang telah di terapkan sebelumnya.

Menjadikan pura sebagai objek wisata bukanlah hal yang buruk, tetapi bagaimana menegaskan kepada wistawan mengenai larangan-larangan dan aturan-aturan adalah hal yang harus di lakukan pula, ada beberapa pengunjung yang mengetahui mengenai larangan-larangan dan aturan-aturan tersebut, tetapi memilih untuk tidak mematuhi dan melakukan hal-hal tersebut, merasa bahwa mereka tidak harus mematuhinya karena bukanlah orang-orang asli tempat aturan-aturan itu di tetapkan, padahal seharusnya itu juga di patuhi oleh orang-orang yang memijakkan kakinya di tempat itu atau yang spesifiknya adalah Pura.  Wakil Gubernur Bali membuat dan menegasakan aturan-aturan mengenai norma kesopanan para wisatawan asing maupun wisatawan lokal mengenai syarat-syarat untuk datang ke pura, seperti harus membawa pemandu wisata saat datang kepura atau tempat suci, harus menggunakan pakaian yang sopan dan tidak terbuka, jika telah terlanjur mengguhnakan pakaian yang terbuka dapat meminjam kamen, atau sarana pakaian yang telah di sediakan oleh pihak pura yang memang juga di fungsikan sebagai tempat wisata.

 Bagi para pelanggar aturan akan dikenakan sanksi, yaitu sanksi adat yang di tetapkan oleh desa Adat masing-masing tempat adanya pura tersebut. Salah satu perbuatan wisatawan yang memperlihaktan kurangnyan kesadaran mengenai pentingnya menghargai adat budaya dan aturan yang telah di tetapkan oleh tempat tersebut, dimana  memperlihaktan wisatawan asing yang naik dan duduk di atas padmasana atau salahsatu pelinggih yang di sucikan dan di skralkan oleh umat hindu,  dimana adalah sebuah symbol dari Sang Hyang Widhi dan juga menggambarkan Makrokosmos atau alam semesta ini menurut agama hindu, pelinggih ini adalah yang utama, sehingga sudah jelas bahwa bangunan pelinggih padmasana ini adalah bangunan yang di sucikan dan sudah pasti sakral. Ada juga yang prilaku masyarakat lokal yang tidak beragama hindu berbondong-bondong keluar rumah pada saat nyepi, dimana seharusnya saat nyepi dilarang untuk keluar rumah dan berkegiatan, kejadiaan ini memperlihatkan  beberapa warga yang menembus portal pecalang(petugas keamanan adat di bali) dan memaksa untuk keluar dan berkeliling menggunakan sepeda motor,dengan demikian orang-orang yang melakukan pelanggaran itu di hukum dengan sanksi yang di berikan oleh adat hal ini memperlihatkan kurangnya rasa toleransi yang tertanam di dalam diri masyarakat Indonesia mengenaim keaneka ragaman yang di miliki bangsa ini.
PURA DAN TOLERANSI
Kesimpulan:
Dengan adanya sila pertama Pancasila dengan bunyi "ketuhanan yang Maha Esa" , yang dengan tersirat memiliki nilai bahwa masyarakat Indonesia tidak di larang untuk memeluk agama atau kepercayaan manapun, masyarakata Indonesia memiliki kebebasan memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing, dan di pertegas juga di dalam UUD 1945  Pasal 28E ayat (1) "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Pasal 29 ayat 2 Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu, dengan demikian masyarakat Indonesia hanya memerlukan kesadaran akan pentingnya rasa toleransi mengenai keberagaman kepercayaan atau agama yang ada di Indonesia serta keberagaaman kebudayaannya, khususnya Bali dimana Agama dan kebudayaan yang ada telah berbaur menjadi satu Kesadaran akan pentingnya toleransi yang ada di Indonesia haruslah di miliki oleh seluruh anggota masyarakatnya baik dari tua, muda, remaja, dewasa, dan dari seluruh daerah yang berbeda- beda pula. Dengan adanya keberagaman di Indonesia ini juga adalah salahsatu kekayaan yang di miliki negeri kita. Norma kesopanan kedaalam pura saat ini telah di terapkan dan di umumkan di sepanjang jalan ke dalam Pura besakih, dengan media sound yang di pasang di sepanjang jalan yang menjadi satu dengan tiang lamp, dengan media yang
begitu membantun tersebut diharapkan semakin mudah pula penyampaian dan tersampaikannya pesan dan aturan-aturan mengenai pura tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun