Mohon tunggu...
ibs
ibs Mohon Tunggu... Editor - ibs

Jika non-A maka A, maka A

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Berbuka Puasa Sesuai Anjuran, Bukan Iklan

21 Mei 2019   18:04 Diperbarui: 21 Mei 2019   18:27 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh bridgesward dari Pixabay

Saban menjalani puasa, saya punya kendala menahun: susah buang air besar, alias boker.

Saat menjalani ibadah puasa persoalan susah boker selalu bikin saya khawatir, selain menahan lapar dan haus kalau siang, ikut tarawih berjamaah di musala, tidak tidur setelah sahur. Walah, kok banyak amat persoalannya.

Maklum, gaya hidup saya dulu lebih mirip zaman pra-jahiliyah, yang jahiliyah saja belum. Lebih jahiliyah dari jahiliyah.

Saya sudah merasakan ini sejak menjalani puasa secara serius beberapa tahun terakhir. Anehnya, kalau saya tidak berpuasa waktu boker saya baik-baik saja.

Secara normal, waktu boker saya paling tidak satu kali dalam sehari. Atau paling lama dua kali sehari. Tapi saat berpuasa, tiga kali sehari saya sudah prestasi. Itu pun hanya secuil.

Usut punya usut, rupanya ada beberapa hal yang saya langgar. Terutama adalah menu berbuka puasa.

Menu berbuka puasa saya tak pernah jauh dari lontong dan sambel kacang. Sialnya saya tak kuasa menahan godaan itu. Rasanya kufur nikmat kalau menu berbuka itu saya tinggalkan barang satu hari saja.

Menu berbuka puasa semacam ini jauh dari kata sehat, apalagi sesuai anjuran. Padahal, ketika berpuasa seharian tubuh saya tidak memiliki kandungan cukup gizi dan serat. Dan saya harus menggantinya saat berbuka. Setidaknya begitu kacamata medis mengatakan.

Soal anjuran. Ini yang kerap saya abaikan. Selain lontong dan sambal kacang, mengonsumsi yang manis-manis ternyata menjadi penyebab lain saya selalu sulit boker di bulan puasa.

Dan usut punya usut, rupanya tidak ada hadis yang mengatakan berbuka dengan yang manis.

Kalau pun ingin berbuka dengan yang manis, berbukalah dengan yang manis asli, bukan buatan, buah-buahan misalnya. Selain itu juga berbukalah dengan makanan yang tidak tersentuh oleh api, alias bukan olahan. Begitu kata riwayat yang saya temui, dan masuk akal bagi saya.

Kalau tidak ada buah-buahan, bagaimana? Air putih pun cukup.

Bagiamana dengan teh manis? Kembali pada sebelumnya: bukan manis buatan.

Pun setahu saya kalau mengonsumsi manis buatan ketika berpuasa, akan membatalkan puasa itu sendiri. Ya iyalah. Maksudnya, ketika berbuka puasa mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung menis buatan justru akan menambah kalori dalam tubuh terlalu banyak dan berakibat berat badan bertambah. Padahal, berpuasa bisa menjadi cara menurunkan berat badan secara alami. Ini cocok buat kamu yang tak kuasa menahan berat badan. Termasuk saya.

Lalu, siapa yang mengatakan berbuka dengan yang manis? Entah. Saya duga itu iklan produsen minuman.

Sejak serius mendalami puasa saya benar-benar merasakan mafaatnya. Selain masalah rohani, sosial, budaya, ekonomi, dan politik, salah satunya ya ini, bisa boker. Hanya dengan mengikuti anjuran, yang menurut saya amat sangat sederhana.

Maka jangan heran, kalau saat puasa saya selalu was-was tentang hal ini.

Bagi saya bulan puasa adalah momentum penting untuk restart ulang diri saya, termasuk soal kesehatan. Meski, berpuasa menajdi bukan satu-satunya kunci kesehatan tubuh saya, juga hidup saya. Sebab, saya tak ingin salah konsep tentang kesehatan: kalau sehat sama dengan hidup lama, dan bila sakit artinya kita sebentar lagi mati. Tidak begitu.

Sejak dulu saya sangsi kalau kesehatan adalah syarat hidup lebih lama. Sedang sakit adalah sebuah pertanda kematian. Dan saya agak meragukan kalau kesehatan amat sangat berhubungan dengan kematian.

Kalau menjaga kesehatan itu penting, memang iya. Menjaga kesehatan adalah bentuk syukur kita atas nikmat Tuhan. Namun bukan berarti tubuh sehat tak bisa mati.

Sudah jamak kita dengar atau temui, kalau ada seseorang yang tidak mati-mati meski dia sakit keras. Ada juga yang mati meski dia sehat-sehat saja. Ada juga orang yang mati lebih dulu setelah bertahun-tahun lamanya menjaga orang sakit.

Sebab, kunci sehatnya seseorang, menurut saya, ada pada sinergi antara jasmani, jiwa, dan hubungan dengan Tuhannya.

Tuhan Mahasegala. Ia yang menciptakan, ia juga yang menghancurkan. Suka-suka Tuhan, kapan saya harus sehat, kapan saya harus sakit. Dan tentu kapan saya masih akan hidup dan kapan harus mati. Ia pemiliknya. Terserah dia saja.

Kita hanya bisa menjaga kesehatan dengan sebaik-baiknya. Salah satunya, dengan berpuasa. Dan berbuka puasa sesuai anjuran, bukan iklan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun