Mohon tunggu...
ian sancin
ian sancin Mohon Tunggu... Seniman

Penulis Novel Sejarah Yin Galema.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menggalorkan Tanah Adat Urang Belitong

17 Mei 2025   03:50 Diperbarui: 17 Mei 2025   03:34 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di peta Geologi  oleh de Groot, tampak jelas  tanah  yang dikuasai secara adat oleh Raja Belitong dan para Ngabehi (Sumber: foto dari Buku Kerajaan Ba

Seorang Parong langsung dibawah pengangkatan raja, selain bertugas mengarongkan pelintas, yang besangkutan juga memiliki pasukan atau laskar untuk mengamankan atau mengahadang para musuh yang masuk mengarungi sungai. Di masa lampau jalur lalu lintas adalah lewat sungai.

Tanah Adat Parong yang diberikan oleh raja memiliki aturan yang mengikat yaitu tak seorang pun boleh tinggal di tanah itu selain parong beserta laskar serta keluarganya. Di kemudian waktu, tanah tanah adat parong itu dengan sendirinya hilang ketika kerajaan sudah tak ada. Dan saat ini wilayah pelintasan itu banyak yang sudah menjadi perkampungan.

Di satu sungai bisa saja ada beberapa parong, namun tak semua memliki laskar, misalnya sungai sungai yang hanya jadi penghubung antar orang orang kampong. Parong yang memiliki laskar sering disebut "Kepalak Parong". Kepala atau ketua parong ini tentunya bukanlah sembarang orang, pada masanya yang bersangkutan oleh raja dibolehkan untuk membunuh siapa saja yang dianggapnya sebagai musuh negeri.

Parong bisa diangkat dari kalangan mana saja tergantung kebijakan raja dengan berbagai pertimbangan misalnya pada ada Parong yang diangkat dari orang Johor karena kebetulan para pemukim di pinggir sungai itu adalah kalangan orang yang berasal dari Johor. Atau dari kalangan orang Sawang jika pemukim tersebut dari orang Sawang, dan berbagai orang lainnya. Namun sungai sungai yang di pedalaman parongnya diangkat dari penduduk setempat yang terdekat dari kampong sekitar. Sungai di pedalaman yang menghubungkan antar kampong ini disebut "Aik Arongan".

Dari semua tanah adat urang Belitong itu, nampaknya saat ini sudah tumpangtindih dengan berundangan-undangan yang berlaku di NKRI ini. Wilayah usaha pertambangan timah dan perkebunan kelapa sawit yang luas itu sudah tak mengenal lagi tanah tanah adat dengan segala aturan tradisi lokalnya itu. Kepentingan ekonomi tak mengenal apa itu hutan riding, hutan amau, tanah pusaka raja, hutan peramun, dan berbagai hutan yang terlindungi secara adat guna kepentingan masyarakat.

________________________________________________________Babel, Mei 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun