Mohon tunggu...
Nurdiansyah Sopian Adi Pratama
Nurdiansyah Sopian Adi Pratama Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Legalkah UKNI?

27 Maret 2014   04:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:25 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Oleh: Nurdiansyah, S.Kep*

Orientasi UKNI

Saat ini sudah akhir bulan Maret 2014. UKNI yang merupakan kepanjangan dari uji kompetensi ners Indonesia, sekilas mirip dengan kata UKDI. UKDI dan UKNI tidak jauh berbeda, keduanya adalah uji kompetensi dan yang membedakan keduanya hanyalah sasarannya. UKDI untuk dokter muda sedangkan UKNI untuk Ners/perawat muda. Kemudian UKDI sudah tahun 2007 dilaksanakan dan UKNI mulai diwajibkan secara nasional tahun 2013.

UKNI diwajibkan ke setiap institusi pendidikan keperawatan sejak terbitnya surat edaran (SE) dari direktorat pendidikan tinggi (DIKTI) kementrian pendidikan dan kebudayaan dengan nomor 704 tentang uji kompetensi bidan dan perawat tertanggal 24 Juli 2013. Pada surat itu menjelaskan bahwa UKNI merupakan exit exam. Exit exam artinya adalah mahasiswa dinyatakan lulus menyelesaikan pendidikan Ners/keperawatannya jika mahasiswa dinyatakan lulus UKNI. Analogi exit exam pada UKNI, kita misalkan seperti ujian akhir nasionalnya (UAN-nya) mahasiswa keperawatan.

Hukum yang Lemah Pada UKNI

Pada surat edaran DIKTI terkait uji kompetensi, tidak berdasarkan peraturan menteri atau pemerintah yang kuat apalagi undang-undang. Dalam surat edaran tersebut tidak dicantumkan landasan hukum diedarkannya surat tersebut, hal ini yang mungkin cukup jelas secara muka.

Mari kita lihat UKDI, UKDI memiliki landasan hukum yang kuat ketika mulai diedarkan sebagai exit exam yang terbit berdasarkan surat edaran dari DIKTI dengan nomor88/E/DT/20l3 tanggal 1 Februari 2013 tentang Uji Kompetensi Dokter Indonesia sebagai exit exam. Pada lembaran petunjuk teknis tindak lanjut surat edaran DIRJEN DIKTI No.88/E/DT/2013 menyatakan bahwa Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) dilakukan berdasarkan amanat Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang kemudian secara khusus diatur dalam Undang Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Peraturan Konsil Kedokteran No. 1 Tahun 2005 tentang Registrasi Dokter dan Dokter Gigi. UKDI juga dilaksanakan berdasarkan kebutuhan pemenuhan Standar Pendidikan Profesi Dokter yang ditetapkan melalui Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia No. 20/KKI/KEP/IX/2006.

Kita lihat kembali pada UU no 29 tahun 2004, pada bab VI (enam) yang intinya setiap dokter yang praktik harus mempunyai surat registrasi, dan surat registrasi tersebut didapati dengan salah satu syarat memiliki sertifikat kompetensi, kemudian pada UU no. 20 tahun 2013 tentang pendidikan kedokteran pada bagian kedua belas pasal 36 menjelaskan kewajiban uji kompetensi bagi mahasiswa kedokteran yang bersifat nasional sebelum diangkat sebagai dokter. Ini semua yang menjadi landasan kuat UKDI sebagai exit exam.

Lalu apa yang menjadi landasan adanya UKNI? Jawaban ini perlu dicari. Jawaban yang ditemukan saat ini tidak jelas. Pada proses pencarian, uji kompetensi perawat dilindungi PMK no46 tahun 2013 tentang Registrasi tenaga kesehatan pada pasal 3 yang isinya bahwa sertifikat kompetensi diberikan kepada peserta didik (mahasiswa) yang telah lulus uji kompetensi, dan uji kompetensi diselanggarakan oleh perguruan tinggi bekerjasama dengan MTKI (majelis tenaga kesehatan Indonesia). Pada peraturan tersebut tidak ada wewenang DIKTI dan kewajiban sebagai exit exam. Kemudian kita lihat UU 36 tahun 2009 tentang kesehatan pada pasal 22, disana menyatakan tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum, bagaimana ketentuan kualifikasi minimum kemudian diatur oleh peraturan menteri, sekali lagi tidak secara jelas menyatakan kewajiban uji kompetensi sebagai exit exam.

Kelayakan UKNI dalam surat edaran DIKTI akhirnya harus dipertanyakan kekuatan hukum dan kejelasannya, dan jika tidak jelas maka perlu ditarik surat edaran tersebut dan tidak wajib dilaksanakan oleh pihak institusi manapun.

Masalah UKNI sebagai exit exam

Setelah surat edaran DIKTI tentang UKNI sebagai exit exam, ada beberapa masalah pada prosesnya. Masalah tersebut mulai dari penerimaan surat yang lambat diterima institusi.

Sebetulnya pada surat tersebut, UKNI mulai berlaku pada angkatan yang lulus di atas bulan agustus 2013. Artinya untuk angkatan 2013 kebawah mendapatkan pemutihan (lulus dan mendapat STR tanpa harus UKNI). Kemudian, UKNI pada bulan November telah dilaksanakan, namun sosialisasi UKNI ini hanya ke institusi negeri saja, sehingga cukup banyak institusi swasta yang mahasiswa lulus di tahun 2013 sudah mendapat ijasah namun belum UKNI, padahal UKNI sebagai exit exam artinya tidak boleh mendapatkan ijasah apalagi wisuda sebelum UKNI.

Pada peserta UKNI dibulan November 2013, masih banyak yang belum mendapatkan sertifikat kelulusan UKNI. Sehinnga mereka masih banyak yang belum mendapatkan surat tanda registrasi untuk praktik. Kesulitan ini diyakini karena adanya surat edaran UKNI sebagai exit exam namun segala perangkat sistemnya belum disiapkan, dan terkesan ada yang dipaksakan.

Data dari Asosiasi pendidikan ners Indonesia (AIPNI), anggota AIPNI berjumlah 266 institusi, jika dirata-ratakan mahasiswa program ners saja yang lulus per-institusi ada 50 orang maka 13000 lebih mahasiswa yang harus melaksanakan UKNI secara serentak, dimana tempat hanya dibagi per-wilayah.

Kemudian, sistem pendidikan keperawatan ners di Indonesia masih belum serentak dalam melaksanakan masa pendidikannya, meskipun 36 SKS namun masa studi beragam ada yang 10 bulan, 12 bulan dan 15 bulan.

Pada surat edaran tersebut, UKNI dijadwalkan bulan Maret, Juli dan November. Hal ini berarti jika UKNI sebagai exit exam, dan mahasiswa selesai pendidikan ners bulan desember maka akan menunggu cukup lama sekitar 3 bulan, ini jika tepat waktu dilaksanakan. Akhirnya, karena kesan yang dipaksakan dan ketikdakjelasan hukum UKNI yang ada, sedangkan institusi masih banyak yang menuruti surat edaran tersebut banyak mahasiswa yang menjadi korban UKNI. Mahasiswa tersebut sampai saat ini belum bisa dinyatakan lulus kuliah, karena jadwal UKNI yang sampai akhir maret 2014 belum dilaksanakan dan ketidakpastian jadwal yang ada, bahkan hanya harapan semu jadwal UKNI yang diberikan.

Ini bisa terus menjadi masalah, mengganggu sistem pendidikan institusi yang ada dan mengganggu proses percepatan pembangunan kesehatan karena produksi sumberdaya yang lambat.

Maka sebenarnya perlu untuk setiap institusi mengadvokasi mahasiswanya untuk mendesak pencabutan surat edaran tersebut karena hukum yang lemah, kemudian ketidakjelasan sistem yang ada.

Mahasiswa keperawatan pun perlu mendesak setiap kampusnya untuk melakukan advokasi tersebut, karena berimbas pada kesejahteraan mahasiswa yang diakibatkan lulus tertunda lantaran sistem UKNI sebagai exit exam yang tidak jelas aturannya bukan kesalahan mahasiswa secara pribadi.

Wallahu ‘Alam Bishowab

*Ners Muda UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun