Mohon tunggu...
iamliaa 01
iamliaa 01 Mohon Tunggu... Akuntan - Mengkhayal dan bermimpi adalah kesenanganku

Ora Et Labora

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jelata Membisu, Jelita Memburu

18 September 2018   00:13 Diperbarui: 18 September 2018   00:57 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kesenjangan sosial sampai saat ini masih menjadi masalah umum bagi masyarakat. Perbedaan antara si kaya dan si miskin semakin membentang lebar. Penstrataan seolah menjadi hal yang tidak asing lagi.

Jika dahulu, penstrataan terjadi pada saat zaman kolonial belanda. Para penjajah tersebut tentu tidak sudi jika disamakan dengan penduduk Indonesia yang menjadi jajahan nya kala itu. Golongan oang-orang Eropa menempati tingkat pertama yang artinya mereka adalah ras tertinggi. Selanjutnya ada juga yang disebut kasta yang diterapkan pada saat zaman kerajaan di Indonesia. 

Salah satu kerajaan yang menerapkan sistem kasta adalah Kerajaan Majapahit. Ukuran yang digunakan dalam pembagian golongan sosial masyarkat ketika itu ditentukan berdasarkan pada kuat tidaknya keterikatan seseorang dengan materi dan keduniawian. Semakin jauh keterikatan seseorang dengan materi dan keduniawian, maka semakin tinggi martabatnya di tengah masyarakat, dan sebaliknya.

Tingkatan dalam kasta tersebut juga berdasarkan pada pengaruh atau pekerjaan seseorang (hal yang dilakoninya). Tingkatan kasta tersebut dimulai dari tingkatan pertama yaitu;

  • Brahmana
    Kasta ini merupakan yang paling tinggi di seluruh wilayah Majapahit yang diduduki oleh para rohaniawan dan budayawan yang hidup di gunung, hutan, gua, dan lembah yang jauh dari keramaian dan hiruk pikuk. Golongan ini dianggap yang paling mulia karena tugasnya membimbing semua orang (sebagai guru) pada kebenaran.
  • Ksatria
    Sesuai namanya, golongan ini bertugas sebagai negara. Mereka tidak memiliki kekayaan pribadi, mereka mengabdi dari negara dan hidup dari negara. Termasuk golongan ini adalah raja dan keluarganya, para menteri dan pembesar kerajaan, para raja bawahan atau adipati, juga termasuk didalamnya adalah kalangan perwira tentara kerajaan. Jika memperoleh harta rampasan hasil perang, maka diserahkan kepada negara. Apabila ada ksatria yang kedapatan memiliki rumah pribadi megah, maka dia akan disebut ksatria panten, yang artinya harys dikucilkan.
  • Waisya
    Golongan ini mencakup kaum petani, seniman, tukang bangunan/arsitek, dan nelayan. Kaum ini dimasukkan pada tingkatan yang lebih rendah karena dianggap sudah memiliki keterikatan dengan duniawi, yaitu kepemilikan atas tanah, rumah, sawah, dan ladang. Walaupun demikian, mereka yang menjamin kehidupan selurus warga soal ketersediaan pangan, sehinggan mereka tetap menjadi kelas yang cukup terhormat.
  • Sudra
    Termasuk didalamnya yaitu para saudagar, rentenir, para tuan tanah, atau mereka yang memiliki kekayaan berlebihan. Mereka tidak boleh berbicara mengenai agama, membahas kitab suci karena memupuk kekayaan merupakan manifestasi nafsu atau hasrat keinginan duniawi dan hal ini bertentangan dengan ajaran agama.
  • Candala
    Termasuk didalmnya yang berprofesi sebagai jagal (pembunuh) dan juga petugas negara yang tugasnya emmbunuh terpidana mati seperti algojo. Mereka dianggap lebih rendah karena walaupun disahkan oleh negara pekerjaannya, tetap saja mereka makan dan bertahan hidup dari hasil membunuh orang.
  • Mleccha
    Golongan yang masuk dalam jenis ini adalah orang asing yang tinggal di Majapahit dan dimasukkan ke dalam golongan wong kiwahan, yang artinya orang rendahan atau pelayan. Karena penduduk asli diberi kedudukan sebagai wong yekti, wong mulia atau  wong agung.
  • Tuccha
    Golongan terakhir dan terendah ini termasuk didalamnya kalangan pecinta matei duniawi dan tidak mau memahami hak orang lain. Yang termasuk dalam golongan ini adalah para penipu, penjudi, pelacur, dan mucikari, begal, dan perompak (termasuk mereka yang melakukan tindakan korupsi). Mereka dianggap paling rendah dan hina martabatnya.

Berikut adalah pembagian kasta pada zaman kerajaan Majapahit, yang tentunya saya kutip dari  salah satu sumber terpercaya, karena saya belum lahir di zaman itu, jadi gak mungkin saya yang menelitinya, hehe, kidding.

Nah, dari kutipan diatas, bisa gak dibayangin bagaimana jelasnya perbedaan tiap individu? Kayak ada jurang pemisah yang dalem banget diantara mereka. Kejadian itu sih terjadinya saat abad ke-15, jauh sebelum sekarang ini. Tapi tampaknya penstrataan masih bisa kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari kita. Contohnya, saat di kantor, di sekolah, di lingkungan masyarakat, bahkan ada yang terjadi di keluarga, gile bener ini mah.

Seperti apa perbedaan itu terjadi? Jika di kantor, bawahan dan karyawan baru terkadang menerima perlakuan tidak pantas dari atasan dan sesama karyawan kantor. Atasan yang bersifat individualis dan karyawan lama yang sering bertindak semena dan meremehkan karyawan baru atau yang lainnya dapat menimbulkan tekanan yang mungkin memunculkan rasa tidak nyaman saat bekerja, dan akhirnya tidak dapat bekerja dengan maksimal.

Di sekolah sebagai contohnya adalah tindakan bullying atau kekerasan yang di lakukan oleh guru atau sesama siswa. Guru sebagai tenaga pendidik seharusnya membimbing para murid dengan cara yang bijak dan profesional, bukannya dengan cara memaki apalagi sampai bertindak kasar terhadap murid. Selain itu, guru juga harus menumbuhkan rasa peduli dan menghargai kepada sesama dan lingkungan, dengan tujuan untuk meminimalisir terjadinya tindak bullying yang belakangan ini santer terdengar terjadi di sekolah. Efek dari tindakan ini tidak main-main, bisa berujung pada kematian.

Penggolongan yang terjadi di lingkungan masyarakat merupakan contoh yang paling sering kita jumpai. Perbedaan cara berpikir dan menalar sesuatu juga bisa menjadi indikator terjadinya penstrataan ini. Contoh paling banyak yang bisa kita temui itu biasanya dari kelompok ibu-ibu tukang gosip atau arisan. Mereka membuang banyak waktu hanya untuk menceritakan  keburukan orang lain dan memamerkan kelebihan atau barang berharga nya. Setiap orang berusaha menonjolkan diri dengan cara menjatuhkan yang lainnya.

Yang paling membuat miris itu saat dalam keluarga pun terjadi yang namanya penstrataan. Walaupun memiliki keterikatan hubungan darah satu sama lain tidak menutup kemungkinan terjadi nya hal ini. 

Peran orang tua sangat diperlukan disini, tapi terkadang justru orang tua yang menjadi penyebab. Ada orang tua yang pilih kasih terhadap anak-anaknya. Anak yang lebih sukses dan mandiri akan mendapat kasih sayang, perhatian dan pujian yang lebih daripada yang masih merintis dari bawah, padahal sebenarnya yang seperti inilah yang memerlukan perhatian lebih untuk mendongkrak semangatnya.

Disini saya juga akan menyinggung sedikit mengenai publik figur, entah itu yang berkecimpung dalam dunia entertaintment atau yang berkecimpung dalam dunia politik. Menurut saya, publik figur itu bisa diartikan sebagai seorang, baik itu individu ataupun kelompok yang menjadi contoh atau teladan dalam bersikap. 

Hal ini didasari oleh karena segala cara bertindak, bersikap, dan bertutur mereka sering dijadikan panutan atau contoh bagi masyarakat yang melihat terlebih jika mempunyai fans, mereka akan berusaha agar terlihat sama dengan idolanya.

Seperti yang baru-baru ini hangat diperbincangkan adalah Almira Tunggadewi Yudhoyono, putri dari Agus Harimurti Yudhoyono dan Annisa Pohan yang terekam kamera sedang menanti dan berlari memeluk kedua orang tua nya yang baru saja kembali dari pergi menunaikan ibadah haji umroh. 

Memang sah-sah saja jika seorang anak bertindak demikian, mengingat Almira biasanya selalu didampingi oleh kedua orang tuanya. Namun yang menjadi fokus perbincangan adalah Almira berlari sampai masuk ke dalam garbarata (jembatan berdinding penghubung ruang tunggu pesawat ke pintu pesawat terbang).

Tidak semua orang boleh menjemput sanak saudara atau seseorang sampai ke area garbarata. Banyak opini lahir karena peristiwa ini, pro dan kontra tak bisa dihindari. Bapak Digdo, selaku humas otoritas bandara Soekarno-Hatta, menyatakan bahwa untuk memasuki garbarata pesawat harus mengantongi izin dari pihak otoritas bandara. Tidak semua permohonan izin diterima karena mempertimbangkan segala kemungkinan dan kepentingan pemohon.

Alvin lie juga menyatakan hal yang senada. Beliau mengatakan bahwa garbarata hanya bisa dimasuki bila memiliki izin dari otoritas bandara. Tapi dalam kasus Almira ini, tampaknya dia tidak meminta izin terlebih dahulu karena tidak terlihat Almira mengenakan pass/izin masuk daerah bandara tersebut. Sedangkan menurut Kadis Advokasi dan Hukum Dpp Partai Demorkat, Ferdinand Hutahaean, sangat sah jika Almira bertindak demikian, itu hanya ekspresi dari rasa kangen dan senangnya saat melihat orang tuanya.

Karena hal tersebut, muncul berbagai opini dan argumen di kalangan masyarakat. Masalah itu mencuat di media sosial dan menjadi viral. Banyak netizen yang merasa kecewa, kesal, marah, bahkan sampai ada yang mengumpat keluarga Agus H. Yudhoyono. Mereka juga kecewa terhadap pihak bandara karena bersikap tidak adil, padahal derajat setiap masyarakat itu sama.

Namun tak sedikit yang justru membela keluarga Agus H. Yudhoyono dengan alasan bahwa mereka adalah keluarga dari mantan presiden Indonesia, Bapak SBY. Dan juga ada aturan yang mengatakan bahwa keluarga presiden dan mantan presiden mendapat fasilitas VIP dalam hal pelayanan yang diterima nya dari publik.

Dan kalau menurut saya pribadi, saya kurang simpati terhadap tindakan keluarga Agus H. Yudhoyono. Mengapa? Karena bisa dikatakan, kehidupan mereka tidak bisa lepas dari sorotan media dan yang pasti nya menjadi konsumsi publik, dan akhirnya mrnjadi panutan dalam hal bertindak. 

Dan saat yang lain melakukan hal yang sama dan menerima teguran, maka keributan pasti tak bisa di hindari. Jadi ada baiknya jika semua masyarakat mendapat perlakuan yang sama saja (dalam hal sepele semacam ini). Kalau menurut kalian bagaimana? Isi kolom komentar untuk menyampaikan pendapat kalian. Hehe..

Sekian artikel dari saya, semoga dapat bermanfaat dan memuaskan bagi pembaca. Mohon maaf bila ada kesalahan baik dalam penyampaian tutur kata dan lainnya. Dan saya juga berharap pendapat dari para pembaca untuk dijadikan referensi dan koreksi dalam penulisan artikel ke depannya. Terimakasih.

SELAMAT MEMBACA J

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun