Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Freelance Writer

Saat ini, selain tertarik mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat, ia terus belajar menulis serta sangat terpikat pada jurnalisme dan sastra. Perspektifnya sangat dipengaruhi oleh agama dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Belajar dari Singapura dan Korea Selatan: Membangun Industri Musik dan Budaya melalui Strategi Konser dan Promosi yang Tepat

7 Maret 2024   12:06 Diperbarui: 8 Maret 2024   11:17 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konser Taylor Swift The Eras Tour di Singapura (TIM MEDSOS KOMPAS/JORDY PRAYOGA)

Beberapa hari terakhir, layar gawai dan explore media sosial saya dipenuhi oleh 'pembelaan' Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong terkait tuduhan monopoli konser "Eras Tour" Taylor Swift.

Perdana Menteri Thailand, Srettha Thavisin, menukas bahwa Singapura menawarkan subsidi hingga 3 juta dolar Singapura per konser kepada Taylor Swift.


Sebagai imbalannya, bintang pop berusia 34 tahun diduga tidak akan tampil di negara lain di Asia Tenggara selama turnya. Rumor ini diperkuat oleh anggota parlemen Filipina, Joey Salceda.

Terlepas dari kontroversi yang beredar, langkah Singapura dalam mengamankan konser eksklusif dan premium ini patut diacungi jempol.

Keputusan Singapura untuk mengadakan kesepakatan eksklusif dengan Taylor Swift terbukti menarik jutaan penggemar penyanyi tersebut ke negeri singa.

Ini berpotensi meningkatkan pariwisata dan mendorong perekonomian Singapura melalui efek domino yang ditimbulkan, seperti peningkatan permintaan hotel, transportasi, dan konsumsi.

Singapura, dengan keterbatasan sumber daya alam dan budaya, telah lama menerapkan strategi serupa. Mereka mengimpor sumber daya dan budaya dari luar negeri untuk menunjang kemajuan negara.

Kondisi Singapura dengan keterbatasan sumber daya alam dan budaya seharusnya dapat menjadi bahan evaluasi bagi Indonesia yang kaya akan budaya. Kita memiliki ratusan atau mungkin ribuan jenis musik dan seni yang seharusnya bisa kita kembangkan.

Kita seharusnya juga bisa belajar dari Korea Selatan yang telah berhasil mencapai "soft power" di dunia melalui upaya pemerintahnya yang aktif mempromosikan drama Korea, film, dan musik pop yang dicanangkan lebih dari 23 tahun lalu.

Pada tahun 1998, pemerintah Korea Selatan aktif mempromosikan drama Korea, film, dan musik pop sebagai salah satu solusi krisis ekonomi.

Hal ini menghasilkan gelombang budaya pop Hallyu yang menarik minat masyarakat dunia untuk mencoba makanan khas Korea, mengunjungi negaranya, dan membeli produk-produknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun