Mohon tunggu...
I Gede Sutarya
I Gede Sutarya Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan akademisi pada Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Lahir di Bangli, 8 November 1972 dari keluarga guru. Pendidikan SD sampai SMA di tempat kelahirannya Bangli. Menempuh Diploma 4 Pariwisata di Universitas Udayana selesai tahun 1997, S2 pada Teologi Hindu di IHDN Denpasar selesai tahun 2007, dan S3 (Doktor Pariwisata) di Universitas Udayana selesai tahun 2016.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Human Trafficking dan Nasib Pekerja Pariwisata Bali

22 April 2022   21:01 Diperbarui: 26 April 2022   07:22 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerja pariwisata. Sumber: Shutterstock/Dragon Images via Kompas.com

Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Bali membantu memulangkan lima tenaga kerja asal Bali dari Srilanka (Nusa, 21/4/2022).  Kasus ini merupakan kasus lanjutan setelah 29 tenaga kerja Bali terlunta-lunta di Turki (Sindonews.com, 15/3/2022). Berita-berita ini adalah gunung es dari nasib tenaga kerja Bali di luar negeri. 

BP2MI Bali mencatat tenaga kerja Bali  di luar negeri berjumlah 4.181 tahun 2018, 3.323 tahun 2019, dan 895 tahun 2020. Data ini merupakan data resmi, sedangkan data tak resmi mengumumkan sekitar 22 ribu tenaga kerja Bali di luar negeri. Tribune Bali.com (2/8/2020) memberitakan ada sekitar 22 ribu tenaga kerja Bali yang kehilangan pekerjaan di luar negeri karena virus corana.

Kebanyakan pekerja Bali ini bekerja sebagai spa therapis dan waiters di luar negeri. Negara-negara yang menjadi tujuan tenaga kerja Bali ini adalah Italia, Polandia, Turki dan Maldives. Jenis pekerjaan dan negara tujuan pekerja Bali ini menunjukkan basic keterampilan pariwisata. Keterampilan spa herapis dan waiters adalah keterampilan-keterampilan yang muncul dari perkembangan pariwisata Bali. 

Keterampilan ini terbangun sejak pengembangan resort wisata di Nusa Dua sekitar tahun 1982, dengan dibangunnya Badan Pendidikan dan Latihan Pariwisata (BPLP) Bali pada 18 Desember 1981. Setelah tahun 1981 ini,lembaga pendidikan pariwisata di Bali terus bermunculan untuk menciptakan tenaga terampil pada bidang pariwisata.

Sebagian tenaga-tenaga terampil ini tertampung bekerja di luar negeri, sehingga menyambung persebaran penduduk Bali ke seluruh dunia yang terjadi sejak zaman kolonial. Pardi (2018) mencatat pada abad ke-17-18 Masehi, budak-budak Bali telah dijual ke Batavia, kepulauan Nusantara lainnya dan Afrika. Persebaran penduduk Bali pada abad ke 17 dan 18 Masehi terjadi karena kolonialisme, sedangkan pada abad ke-21 Masehi ini, persebaran penduduk Bali terjadi karena pariwisata.

Nasib budak Bali pada abad ke-17 dan 18 Masehi adalah tidak pernah kembali lagi, bahkan keberadaannya sulit dilacak. Jakarta (dulu Batavia) menyisakan nama Kampung Bali, yang ketika kini ditelusuri tidak menemukan orang Bali tinggal di wilayahnya. 

Nama-nama Komeng (Komang di Bali) dan Ade (Made di Bali) masih terdengar di kampung itu, tetapi mereka mengaku sebagai orang Batawi (bukan orang Bali). Nasib pekerja Bali kini mungkin kembali ke tanah leluhurnya karena kemajuan teknologi transportasi dan komunikasi pada abad ke-21 ini. Akan tetapi bagaimana nasib pekerja pariwisata Bali ini?

Pada sekitar tahun 2000 - 2010, banyak desa di Bali menjadi berbunga dengan rumah-rumah bagus, karena pemuda-pemudanya bekerja di kapal pesiar. Mereka bahkan berbondong-bondong membeli tanah di Kota Denpasar untuk investasi sehingga harga tanah melambung tinggi. 

Daya tarik ini mengundang minat penyalur-penyalur tenaga kerja Bali ke kapal pesiar. Penawaran tenaga kerja Bali pun semakin banyak, sehingga penghasilan yang diberikan menurun. Sebagian juga dipotong untuk biaya pelatihan, asuransi, dan pengurusan berbagai surat izin untuk bekerja di luar negeri. Karena itu, tenaga-tenaga kerja Bali ini tak lagi bisa menghasilkan seperti pada masa jayanya.

Penghasilan yang menyurut ini, tak membuat tenaga kerja Bali berkurang ke luar negeri. Mereka terus bekerja ke luar negeri, karena pekerjaan di dalam negeri tidak begitu menjanjikan. Pekerjaan pada dunia pariwisata sempat menjadi primadona tahun 1990 - 1997, tetapi kemudian tenggelam karena berbagai krisis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun