Mohon tunggu...
Anshor Kombor
Anshor Kombor Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang terus belajar

Menulis menulis dan menulis hehehe...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Rona ”Terowongan Ijo” di Pesisir Selatan Jembatan Suramadu

15 November 2015   18:19 Diperbarui: 15 November 2015   18:27 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akses jalan tol lintas perairan antara wilayah Surabaya dan Madura –berdasar Perpres No.27 Tahun 2008– bernama ”Jembatan Nasional Suramadu” dan populer dengan sebutan Jembatan Suramadu kemudian. Eksistensinya menjadi ikon Kabupaten Bangkalan, sekalian jujukan wisata baru di Madura kini.

Sejak dibuka secara resmi oleh mantan Presiden SBY pada 10 Juni 2009, dengan peresmian awal pembangunannya oleh mantan Presiden Megawati SP pada 20 Agustus 2003, atas gagasan mantan wakil Bupati Bangkalan periode 1950 sekaligus mantan Gubernur Jatim era 1967; almarhum Eyang Moh. Noer pertama kali, masyarakat luas bisa merasakan faedahnya. Bukan hanya warga Pulau Garam, tapi juga bagi para sedulur dari pelbagai daerah. Entah dalam rangka sekadar plesiran, mengunjungi kerabat, tugas dinas, urusan bisnis dan sebagainya.

Beroperasinya jembatan terpanjang di Indonesia untuk saat ini tersebut, juga dengan sendirinya menampakkan sejumlah daerah yang ”terhalang” sebelumnya. Antara lain rute transportasi darat sejauh pesisir selatan-timur kawasan terdekatnya, alternatif lain dari jalur tengah Bangkalan hingga Sumenep kaprahnya selama ini, yang mulanya terbilang ”jalur mati” namun terasa lebih hidup lantaran semakin kerap dilewati pengendara sekarang.

Jalur itu hanya dimanfaatkan oleh masyarakat daerah setempat yang hendak ke Surabaya atau sepulangnya, lewat pelabuhan Kamal dengan jasa penyeberangan kapal Ferry dulu. Biasanya orang-orang menggunakan angkutan umum, cenderung hanya saat hari-hari pasaran. Itu pun menjadi susah bingit pada jam-jam tertentu, utamanya menjelang sore. Tapi, rute tersebut kian ramai, serta denyut perekonomian lapisan sosialnya perlahan ikut kian bergeliat mutakhir.

Dengan bertambah sering dilalui sebagai jalan alternatif, tampak objek-objek alam sepanjang ruasnya yang menarik untuk dieksplorasi ke depan. Baik pesona tepian laut, bebukitan (kapur), tempat pembuatan garam, maupun potensi lainnya. Saya pun baru menyadari, perlintasan itu ternyata memendam sederet lanskap yang cukup asyik dipandang. Semisal rona terowongan alami sebut saja ”Terowongan Ijo” namanya. Cecabang pohon-pohonnya yang rindang di kedua sisi jalan, saling bergelayut seakan menaut pada bagian atas, membentuk lorong panjang dari kejauhan.

Ceritanya, saya pulang kampung untuk mendampingi ibu selama masa operasi mata dan kontrol lanjutan beberapa bulan lalu. Setelah kerap melewati jalur itu, saya lantas terbetik untuk memotret dengan kamera ponsel. Buru-buru saya menepikan kendaraan, sempat membuat ibu yang sedang bersama saya jadi bertanya-tanya kala itu. Sayangnya, saya baru mengambil dua gambar pilihan, ibu meminta saya agar melanjutkan perjalanan (sejam berikutnya untuk tiba di rumah). Ketika matahari segera menuju ambang senja.

Lokasinya berada di antara perbatasan barat desa Kabenyar (Kwanyar) dan Klelah (Sukolilo). Di wilayah terakhir sendiri terdapat gudang mesiu yang beroperasi semasa perang dulu. Kalau dari arah Surabaya hendak menuju terowongan itu, setelah keluar dari Jembatan Suramadu naik ke jembatan layang pertama, lalu menuju timur (kiri) selanjutnya. Bisa pula lewat jembatan layang kedua yang berada sekitar tiga ratusan meter dari jembatan layang pertama. Dan jika sudah memasuki Sukolilo, terus saja ke arah timur.

Ruas jalanan menuju terowongan itu berada di dataran agak tinggi, sehingga bagaikan lereng menjorok ke tepian laut. Walau begitu, di satu titiknya ada jalanan setapak bersemen yang bisa dilewati motor untuk ke pantai. Sebenarnya area terowongannya sendiri dua bagian, dipisah beberapa meter jalan terbuka sebagai jedah. Di sisi utaranya, sampean juga bisa melihat pemandangan bukit kapur.

Kalau meneruskan perjalanan hingga daerah Kwanyar, sampean dapat singgah di objek wisata religi Sunan Cendana (salah satu penerus Walisongo). Dari sini, bisa pula melanjutkan penjelajahan ke area bebukitan daerah Bajeman, ujung jalannya tembus ke tol Suramadu kembali. Atau, langsung meluncur sampai Tanah Merah, jalur pertemuan jalan tengah Bangkalan-Sumenep yang biasanya dilalui umumnya pengendara.

Walau pesona terowongan itu barangkali ndak semenakjubkan Terowongan Wisteria dan Terowongan Ginkgo di Jepang, Terowongan Cinta di Ukraina, Terowongan Pohon Musim Gugur di Amerika dan lain-lain; tapi bukan mustahil ronanya akan mengundang pengunjung nanti. Apalagi, bila keberadaannya mendapat sentuhan pengelolaan yang baik dan berkesinambungan. Setidaknya masyarakat yang melintasi jalur ini, bakal semakin merasa nyaman dimanjakan bermacam pemandangan dengan sensasi tersendiri.

* Foto dokumen pribadi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun