Apakah kalian tahu tentang urbanisasi?Â
Bagaimana dampak urbanisasi ini terhadap pasar tradisional?
Urbanisasi merupakan proses perpindahan penduduk dari desa ke daerah perkotaan atau secara umum peningkatan jumlah penduduk di wilayah perkotaan. Menurut data BPS (2024), lebih dari 58% masyarakat Indonesia tinggal di wilayah perkotaan bahkan angka ini akan terus meningkat. Ekspansi ekonomi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan mengalami pertumbuhan pesat pada bidang bisnis seperti supermarket modern, mal, dan e-commerce yang menggeser pasar tradisional. Terjadinya perubahan yang signifikan ini mengubah bagaimana masyarakat bertransaksi, berinteraksi, membangun kepercayaan sosial. Seperti halnya pasar tradisional yang dulu sebagai pusat interaksi sosial-ekonomi masyarakat kini tergeser oleh pasar-pasar modern yang berbasis digital.
Menurut Mark Granovetter (1985) melalui teori embeddedness menjelaskan bahwa aktivitas ekonomi tidak benar-benar terpisah dari struktur sosial. Aktivitas ekonomi terikat dalam jaringan sosial, nilai, dan institusi non-ekonomi. Pasar tradisional mencerminkan hal tersebut sangat jelas yaitu ketika bertransaksi bukan hanya sekedar tawar-menawar harga melainkan karena ada hubungan antara penjual dan pembeli. Hubungan Ini dibangun dari interaksi jangka panjang yang menghasilkan kepercayaaan sosial. Hal-hal tersebut menjadi pondasi bagi keberlangsungan ekonomi lokal agar terus hidup. Jadi pasar tradisional bukan hanya tempat ekonomi, melainkan juga tempat ruang sosial dan budaya berkumpul.
Kemudian ketika urbanisasi terus meningkat maka akan muncul banyak sekali perubahan seperti alih fungsi lahan dimana pasar tradisional digusur untuk proyek infrastruktur atau mal, pemukiman penduduk, meningkatkan kemacetan lalu lintas dan polusi udara. Dari dampak tersebut pasar tradisional kehilangan perannya sebagai tempat penghubung interaksi sosial masyarakat. Interaksi tatap muka digantikan dengan transaksi serba cepat tanpa hubungan personal apapun seperti belanja di online. Hal tersebut menjadikan keputusan lebih rasional dan individual, bukan lagi sosial dan emosional. Dalam istilah Granovetter hal ini disebut disembedded yang artinya  terpisah atau terlepas dari konteks sosial, ekonomi, atau budaya aslinya.Â
Dari perubahan tersebut tentunya memberikan efek ke pasar tradisional baik efek negatif maupun positif. Salah satu contoh efek yang ditimbulkan yaitu hilangnya modal sosial dimana masyarakat kehilangan tempat untuk membangun jaringan sosial, solidaritas, dan rasa kebersamaan. Jadi, masyarakat Indonesia saat ini memang kebanyakan masih bergantung dengan pasar tradisional belum semuanya berpindah ke pasar digital akibatnya memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat yang masih melakukan usaha atau bisnisnya di pasar tradisional. Selain itu dampak yang ditimbulkan lainnya yaitu pedagang-pedagang kecil, petani, dan produsen lokal sulit bersaing dengan jaringan ritel besar seperti mal dan supermarket. Hal ini bagi pelaku usaha pasar tradisonal menjadi ancaman bagi usaha atau bisnisnya karena konsumen berpindah ke pasar-pasar modern dimana harga dan kualitasnya lebih stabil dan menjanjikan.
Meski begitu, perubahan yang terjadi dimasyarakat ini belum merata keterlekatan sosial atau embeddedness tidak hilang begitu saja, akan tetapi ia bertransformasi menjadi wajah dan betuk baru. Seperti saat ini banyak pedagang memanfaatkan ruang digital untuk mempromosikan usahanya melalui WhatsApp, Instagram, atau TikTok. Penjual memanfaatkan ruang digital tersebut untuk menjual barang sambil tetap menjaga relasi personalnya dengan pelanggan. Kemudian di kota-kota besar pemerintah daerahnya mulai melakukan revitalisasi pasar tradisional denga cara menata ulang pasar tradisional agar lebih bersih tanpa menghilangkan fungsi sosialnya.
Urbanisasi sering dianggap sebagai tanda kemajuan ekonomi padahal ia membawa dampak yang signifikan bagi kehidupan sosial masyarakat khususnya masyarakat pasar tradisional. Ketika pasar tradisional hilang, yang hilang bukanlah tempat belanjanya saja tapi relasi sosial, niai kepercayaan, dan identitas budaya masyarakat. Teori embeddedness mengingatkan bahwa ekonomi bukan tentang perhitungan angka pertumbuhan, tetapi tentang interaksi sosial yang dibangun manusia didalamnya. Untuk menjaga keseimbangan, pembangunan kota harus memadukan modernitas dengan nilai sosial lokal. Bukan hanya sekedar menggusur pasar tradisional, tetapi menghidupkannya kembali sebagai pusat ekonomi masyarakat yang berlandaskan solidaritas sosial.
Kesimpulan
Urbanisasi memberikan dampak yang beragam bagi kemajuan ekonomi masyarakat disekitarnya, tapi terlepas dari itu kemajuan ini menjauhkan ekonomi dari jati dirinya yang sosial. Pemahaman terhadap konsep embeddedness memberikan kita pengetahuan bahwa ekonomi yang berkelanjutan bukan hanya efisien, tapi juga manusiawi. Selama nilai-nilai sosial masyarakat tetap hidup seperti gotong royong, dan solidaritas masyarakat, ekonomi Indonesia akan tetap memiliki jantung yang berdetak diantara modernisasi daerah perkotaaan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI